MEREKA membawa 18 pemain, termasuk 8 putri, ke Queen ElizaIcth
Sports Hall. Kedua pelatih inti mereka -- Hou Chia Chang dan
Wang Wen Chio, keduanya eks Hoakiau dari Indonesia -- selalu
senyum ramah. Tiada lagi wajah angker dari mereka umumnya.
Sekali ini RRC menjajal pemain muda. Pemain unggul mereka
seperti Yan Yujiang dan Yu Yaodong (Yao lung) tidak tampil
justru ketika melawan Indonesia. Ada orang mengira bahwa mereka
sengaja disimpan karena tim Indonesia datang tanpa Liem Swie
King, Iie Sumirat dan Rudy Hartono. Dugaan tersebut agaknya
keliru, karena RRC memang sengaja mempersiapkan generasi
non-Hoakiau. Dan Yan kebetulan cedera -- jalannya agak pincang
-- setelah melawan tim Malaysia.
Dalam pertandingan persahabatan menjelang Natal itu hanya
Malaysia dan Indonesia (keduanya anggota IBF, atau Federasi
Bulutangkis Internasional) serta RRC dan Hongkong (keduanya dari
WBF atau Federasi Bulutangkis Dunia) yang turut. Puncaknya,
tentu saja, ketika RRC bertemu Indonesia (21-22 Desember) yang
dimenangkan RRC, baik dalam regu putri (5-0) maupun putra (6-3).
Dengan Chen Tianlong 20 tahun, Luan Jin (Luan Chin) 21 tahun,
Han Jian (Han Chien) 23 tahun, Lin Jiangli 22 tahun, Sun Zhian
23 tahun dan Yao Ximing 23 tahun, RRC mencoba menampilkan
komposisi regu Piala Thomas mereka dalam menghadapi Indonesia.
Seandainya dalam waktu dekat ini sengketa IBF-WBF dapat diakhiri
dan RRC dapat mengambil bagian dalam turnamen Piala Thomas 1982,
susunan pemain mereka tak akan banyak berbeda dengan yang mereka
tampilkan di Hongkong itu.
"Mereka memboyong semua pemain terbaik untuk mencoba dan
mengintai kita," kata tim manajer Indonesia Sukada pada TEMPO.
Tapi adakah Indonesia juga menurunkan pemain terbaiknya?
"Diukur dengan kondisi sekarang, inilah tim kita yang terkuat,"
kata Sukada. "King dan Iie dan Rudy belum sepenuhnya pulih.
Tjuntjun dan Yohan Wahyudi baru mengawali latihannya. Dhany
Sartika dan Hadianto tak lebih baik dari Hastomo Arbi dan Lius
Pongoh yang sedang menanjak. Jadi kita pun tak main-main dalam
menghadapi mereka."
Bahwa pertandingan persahabatan itu cukup penting, ini terlihat
dari inisiatif KONI Pusat yang mengirim tim ahlinya, Amir Lubis
dan Subur. Keduanya sibuk merekam pertandingan itu dengan
kamera.
Keras & Cepat
Invitasi persahabatan itu lebih tepat disebut sebagai dwilomba
tanpa kompromi Han membantai Hastomo Arbi (21 tahun) 15-5,
15-4. Lius Pongoh, 19 tahun, yang di hari pertama membagi angka
dengan Chen Tianlong 13-15, 1510, harus menempuh set penentuan
yang kemudian dimenangkan Chen dengan 15-2. "Biasanya dalam
pertandingan persahabatan one set all tak diteruskan," kata Ade
Chandra.
Dalam pertandingan yang memakai sistem turnamen Piala Thomas ini
seluruh partai tunggal Indonesia kalah. Rudy Heryanto, 25 tahun,
tak berhasil mengulang kemenangannya atas Luan Jin seperti yang
terjadi di Asian Games 1978.
Para pemain tunggal RRC umumnya lebih mengutamakan senjata yang
konvensional -- keras, cepat, serang terus dan pantang kendur.
Chen Tianlong dan Luan Jin tak banyak bedanya. Hanya Chen lebih
tajam dalam dropnya. Keduanya sama gigih. Seolah target mereka
bukan hanya memenangkan pertandingan, melainkan juga harus
sebanyaknya menghancurkan snar raket dan bola merk Aeroplane
bikinan RRC.
Yang lebih kalem adalah Han Jian. Gayanya hampir duplikat Tang
Hsien Hu, pemain eks Hoakiau. Smasnya lebih terarah. Juga ia
lebih taktis dalam gerak dan penempatan bola. Tapi ini tidak
berarti ia bukan penganut aliran keras.
Lius, Hastomo dan Heryanto bukan tidak memberi perlawanan yang
memadai. Tapi jelas pemain tunggal Indonesia hanya mengimbangi,
bertahan dan menunggu kesempatan. Inisiatif terbanyak di tangan
pemain RRC. Namun demikian partai Hastomo-Chen 15-17, 9-15,
merupakan pertandingan yang paling bermutu.
Di partai dobel Heryanto dan Kartono masih mencari bentuk
terbaiknya. Mereka mencetak satu biji kemenangan 18-16, 18-16,
dari Sun Zhian dan Yao Ximing. Kekuatan Indonesia secara
keseluruhan justru masih terletak pada pasangan Christian, 30
tahun, dan Ade Chandra, 29 tahun. Kedua veteran ini merebut dua
kemenangan.
Skor 6-3 untuk kemenangan regu putra RRC memang belum sepenuhnya
menggambarkan kekuatan mereka dalam kancah pertandingan beregu
dengan sistem Thomas Cup. Tapi jelas peremajaan dengan gaya
permainan yang mengandalkan kekuatan fisik sangat berhasil. Rudy
Hartono pernah mencamkan "tanpa killing anda tidak dapat
memenangkan pertandingan bulutangkis masa sekarang." Naluri
"membunuh" itu memang sedang dikembangkan oleh generasi pemain
RRC sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini