Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Deru campur debu di sirkuit sentul

Sirkuit sentul, yang menelan biaya rp 120 miliar, diresmikan presiden soeharto. dipuji sebagai sirkuit kelas dunia. bagaimana mencari dana rp 120 juta per bulan untuk pemeliharaannya?

28 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DERU campur debu menyelimuti Sirkuit Sentul. Indonesia Grand Prix 1993 digelar di sana, Sabtu dan Minggu pekan lalu. Kali ini terasa istimewa karena, untuk pertama kalinya, arena di tanah 145 hektare di pinggir Kali Cigede, Citeureup, Bogor, itu digunakan untuk menyelenggarakan balap mobil Formula Brabham (FB). Selama ini, lomba tadi hanya dipertandingkan di Australia. Selain ingar-bingar suara knalpot, tidak kalah penting adalah peresmian sirkuit itu oleh Presiden Soeharto. Dalam bentuk fisik, sirkuit tersebut telah rampung 80%, dengan biaya Rp 120 miliar. ''Sisanya yang 20%, antara lain memperbaiki pagar, serta fasilitas lain akan diselesaikan bertahap,'' kata Tommy Soeharto, komisaris PT Sarana Sirkuitindo Utama (SSU), pemilik Sirkuit Sentul. Walau demikian, menurut Tinton Soeprapto, Direktur Utama PT SSU, sirkuit sepanjang 3.965 meter itu sudah siap menggelar balap formula. Sirkuit ini memiliki lebar lintasan 15 meter. Lapisan aspal impornya jenis Porus dengan ketebalan 9 cm. Kemiringan lintasan hanya 3 derajat. Dengan kondisi ini, banyak pembalap asing memujinya. ''Saya pribadi menikmati sirkuit ini. Memenuhi kebutuhan,'' ujar pembalap FB dari Australia, Paul Stokell. Memang tidak ada cacat? Stokell menemukan sedikit kekurangan. ''Di lintasan lurus saya dapati sedikit gelombang (bumpy), dan agak kasar,'' katanya. Selain itu, ia pun banyak menemukan debu di sepanjang lintasan. ''Mungkin karena masih baru. Ya, perlu dibersihkan saja,'' ujarnya. Tommy sependapat dengan kritik Stokell. ''Bumpy, kepinginnya sih diperbaiki, tapi lihat dulu dananya,'' katanya. Sebenarnya, menurut Tommy, jika membalap dengan mobil sedan memang tidak terasa. Kalau memakai mobil balap formula, baru terasa ada yang bergelombang. ''Ya, ini malah menjadi tantangan pembalap, semacam handycap,'' kata Tommy kepada Joewarno dari TEMPO. Toh, secara keseluruhan, banyak pihak memujinya. ''Bertaraf kelas dunia,'' kata Brian Shade, pencetus balap mobil FB (lihat Brabham Kompetitif). Malah, menurut juara dunia Formula I tahun 1980 dari Australia, Alan Jones, sirkuit ini dua kali lebih bagus dibandingkan dengan Sirkuit Shah Alam, Selangor, Malaysia. Bahkan, jauh lebih bagus daripada Sirkuit Suzuka di Jepang. ''Mana ada sirkuit yang paddock-nya tiga tingkat?'' katanya. Kendati sarananya sudah bagus, toh tidak otomatis Sentul bisa terangkat menjadi tuan rumah GP Formula I mobil ber-CC 3.500. Sebab, masih ada syarat lain. Misalnya, paling tidak telah menyelenggarakan balap formula (Formula II, III, atau Formula 3000) sebanyak 4-5 kali. ''Organisasinya harus benar-benar dibenahi sehingga mampu secara profesional menyelenggarakan kegiatan internasional,'' kata Alan Jones. Langkah awal pun dicoba dengan menyelenggarakan lomba FB. Biayanya mencapai Rp 1,5 miliar. Dan agar tidak memalukan, untuk sementara dipakailah orang Australia yang selama ini telah berpengalaman menyelenggarakan GP Formula I di Adelaide. ''Kami kepingin belajar pada mereka. Mereka memang mengerjakannya untuk kita, mirip menyelenggarakan GP Formula I,'' kata Tinton. Awalnya hanya balap FB, tidak lain, karena FB setingkat di bawah Formula I. Alasan lain, ya, soal dana. Selain itu, hubungan antara pihak Asosiasi FB Australia dan Tinton-Tommy selama ini sudah terjalin baik. ''Kami ke sini tidak untuk uang. Saya yakinkan Anda untuk itu,'' kata Brian Shade, yang juga Sekretaris Asosiasi FB. Itu tidak berarti Shade dan anak buahnya bekerja suka rela. Mereka juga dibayar walau jumlahnya, menurut Shade, tidak lebih dari menutup biaya transpor, membawa 17 kendaraan, dan akomodasi. ''Kami sama sekali tidak berorientasi keuntungan. Kami hanya ingin FB dapat berkembang,'' katanya. Yang pokok lagi, Shade ingin menularkan cara mengorganisasi kelas dunia. Untuk GP Adelaide saja, antara lain, dibutuhkan sekitar 2.000 ofisial. Selain soal pengorganisasian, yang juga perlu disimak adalah pemeliharaan sirkuit. Ternyata, menurut Tommy dan Tinton, biaya pemeliharaan sirkuit per bulan mencapai Rp 100120 juta. Dari mana dana itu disabet? Tinton, secara bergurau, berkata akan meminta bantuan teman-temannya. Belum lama ini, misalnya, ada bantuan mobil sampah dari Astra. Departemen Kesehatan juga membantu Rp 2 miliar untuk mengisi peralatan di rumah sakit sirkuit. Semua itu memang masih bersifat temporer. Pemasukan dana rutin, rencananya, memanfaatkan fasilitas Sirkuit Sentul sendiri. ''Gue mau minta Pemerintah agar sirkuit itu dimanfaatkan, misalnya, untuk kir mobil. Bisa juga untuk uji coba mobil-mobil dari fabricant,'' kata Tinton. Ia juga berharap sekolah mengemudi bisa berkumpul di Sentul. Tinton memang orang tersibuk di Sirkuit Sentul. Selain sebagai pembalap, ia juga orang yang bertanggung jawab atas keberhasilan Grand Prix Indonesia 1993. ''Sirkuit ini sudah gue buat dengan susah payah. Semua ini bukan buat gue, tapi juga buat kebanggaan negara kita,'' ujarnya. Dan tentu akan lebih membanggakan jika lomba GP Formula I menjadi kenyataan. Kapan? Menurut Tommy, ''Diharapkan kalau bisa pada tahun 1995 sudah dapat diselenggarakan.'' Widi Yarmanto dan Sri Wahyuni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus