Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Di sana lord, di sini sultan

Sultan hamengku buwono ix, mungkin tetap sebagai pimpinan koni yang akan ditentukan dalam musornas di balai sidang, jakarta. koni mempunyai gagasan akan memasukkan pembinaan olah raga dalam gbhn.

17 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSYAWARAH Olahraga Nasional (Musornas) pekan depan tampaknya tidak akan begitu panas. Seperti lazimnya 4 tahun sekali, akan dipilih pengurus baru dan diperbarui program untuk Komite olahraga Nasional Indonesia (KONI). Kecuali kesibukan panitia yang mcnyusun acara di Balai Sidang, Jakarta, tidak tampak kasak-kusuk untuk calon pengurus. "Siapa pun yang bakal dipilih, bagi saya pengurus KONI mesti memenuhi 2 syarat -- dekat dengan pemerintah, dan dekat dengan wakil-wakil rakyat," kata Ketua Perbakin, Moch. Anwar. Ia menilai pengurus KONI pilihan Musornas 1977 cukup berhasil. Alasannya, pengurus KONI sanggup mencari dana agar Indonesia bisa ikut pertama kali ke SEA Games 1977 di Kualalumpur. "Padahal, program mendadak itu tidak tercantum dalam program KONI tahun itu yang disusun Sidang Paripurna Anggota." Begitu pula kesuksesan SEA Games 1979, dianggapnya suatu prestasi pimpinan KONI yang sekarang. Indonesia selain berhasil sebagai penyelenggara, keluar pula sebagai juara umum. "Itu kan berarti pamor Indonesia naik? " Dalam Asian Games 1978 di Bangkok, kata Anwar lagi, "kita juga berhasil lebih baik dalam pengumpulan medali. Dari ranking IX di Teheran, Indonesia naik ke ranking VII di Bangkok itu. Sultan Hamengku Buwono IX (68 tahun) yang belum lama ini mendapat tanda penghargaan dari United States Sports Academy -- yang juga diperoleh bekas Ketua Umum Komite Olympiade International (IOC), Lord Killanin -- mungkin belum akan diganti. Killanin sudah diganti dalam Sidang IOC di Moskow, tapi "perhatian Sultan terhadap olahraga nasional di KONI masih hesar," kata Ketua Harian KONI, D. Suprayogi. "Selain dia ningrat -- sebagaimana kebiasaan di luar negeri memilih pemimpin olahraga yang bergelar Lord -- wewenang kepemimpinannya sangat menonjol," ujar Sekjen Mangumbar F. Siregar. Ciri khas kepemimpinan Sultan, sambung Suprayogi, "tidak tergesa-gesa mengambil keputusan. Sekali ia memutuskan, sulit mengubah kembali." Kepemimpinan Hamengku Buwono dalam organisasi tertinggi olahraga Indonesia sudah sejak 1946. Sebagai Ketua Umum KORI (Komite Olympiade Republik Indonesia yang kini disingkat KOI) ia telah mengusahakan Indonesia menjadi anggota IOC. Akibat blokade Belanda dalam clashmiliter, atlet-atlet RI tak mungkin pergi ke Olympiade 1948 di London. Baru tahun 1951 ia berhasil memasukkan Indonesia ke IOC dan membawa 3 atlet: Sularko (renang), Sudarmodjo (lempar lembing) dan Tio Ging Wie (angkat besi) ke Olympiade Helsinki, 1952. Di tingkat internasional, Sultan juga menonjol. Tahun 1958, ia dipilih sebagai Ketua Federasi Asian Games (AGF). Apa yang telah dilakukannya dalam organisasi internasional. Dalam wawancara tertulis TEMPO, Ketua Umum KONI yang merangkap Ketua KOI itu menjawab: "Selaku anggota IOC, seringkali saya mengajukan pendapat sebaiknya perkembangan dan pertumbuhan di negara-negara sedang berkembang, khususnya Asia dan Afrika, mendapat perhatian lebih besar." Hal itu, menurut Suprayogi, cukup mndapat perhatian negara-negara maju anggota IOC. Dulu coaching-clinic oleh pelatih kaliber dunia dinikmati Eropa dan Amerika saja. Indonesia untuk itu juga sudah kebagian jatah setiap tahun, "Sewaktu Indonesia menjadi penyelenggara SEA Games, ada ahli IOC yang datang memberi penataran bagaimana mengelola turnamen besar antar negara," kata Suprayogi. "Tahun 1981, akan datang coach IOC untuk balap sepeda dan senam," ujar Siregar. Banyak Kekurangan Hamengku Buwono melihat pertemuan olahraga antar negara Asia sangat jarang. Hanya kalau ada Asian Games baru mengadakan komunikasi. Karena itu, "selaku anggota AGF, saya telah menganjurkan supaya ada suatu badan yang menjamin serta senantiasa memelihara peristiwa komunikasi lebih baik dan erat lewat olahraga antar negara Asia," katanya. Di Asian Games 1978, Sultan pernah melontarkan gagasan semacam Sekretariat khusus untuk memikirkan technical assistance para anggota AGF. "Sayang, dalam sidang terakhir di India, ada wakil negara lain ingin memperluas scope itu. Akhirnya harus dibentuk Sekretariat Tertinggi tandingan AGF, hingga gagasan Hamengku Buwono tak terwujud," ujar Suprayogi. Mengenai Musornas IV pekan depan, Sultan mengatakan para pesertanya boleh menilai hasil yang telah dicapai selama ini, "dan segera membuat langkah-langkah untuk bergerak maju." Suprayogi mengaku masih banyak kekurangan KONI. "Misalnya dalam KONI ada 5 komite yang kegiatannya cuma setahun sekali mengadakan rapat. Mungkin scope kerja komite-komite itu perlu diperluas, supaya pengurus lebih sering berkumpul dan melancarkan suatu pekerjaan yang lebih nyata," katanya. Ada gagasan KONI memasukkan pembinaan olahraga dalam GBHN. "Tak berarti di sini olahraga diserahkan ke tangan pemerintah. Di zaman Orde Lama memang banyak tercipta prestasi, karena ada dana revolusi," ungkap Siregar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus