MUSYAWARAH Olahraga Nasional (Musornas) pekan depan tampaknya
tidak akan begitu panas. Seperti lazimnya 4 tahun sekali, akan
dipilih pengurus baru dan diperbarui program untuk Komite
olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Kecuali kesibukan panitia yang mcnyusun acara di Balai Sidang,
Jakarta, tidak tampak kasak-kusuk untuk calon pengurus. "Siapa
pun yang bakal dipilih, bagi saya pengurus KONI mesti memenuhi 2
syarat -- dekat dengan pemerintah, dan dekat dengan wakil-wakil
rakyat," kata Ketua Perbakin, Moch. Anwar.
Ia menilai pengurus KONI pilihan Musornas 1977 cukup berhasil.
Alasannya, pengurus KONI sanggup mencari dana agar Indonesia
bisa ikut pertama kali ke SEA Games 1977 di Kualalumpur.
"Padahal, program mendadak itu tidak tercantum dalam program
KONI tahun itu yang disusun Sidang Paripurna Anggota."
Begitu pula kesuksesan SEA Games 1979, dianggapnya suatu
prestasi pimpinan KONI yang sekarang. Indonesia selain berhasil
sebagai penyelenggara, keluar pula sebagai juara umum. "Itu kan
berarti pamor Indonesia naik? "
Dalam Asian Games 1978 di Bangkok, kata Anwar lagi, "kita juga
berhasil lebih baik dalam pengumpulan medali. Dari ranking IX di
Teheran, Indonesia naik ke ranking VII di Bangkok itu.
Sultan Hamengku Buwono IX (68 tahun) yang belum lama ini
mendapat tanda penghargaan dari United States Sports Academy --
yang juga diperoleh bekas Ketua Umum Komite Olympiade
International (IOC), Lord Killanin -- mungkin belum akan
diganti. Killanin sudah diganti dalam Sidang IOC di Moskow,
tapi "perhatian Sultan terhadap olahraga nasional di KONI masih
hesar," kata Ketua Harian KONI, D. Suprayogi.
"Selain dia ningrat -- sebagaimana kebiasaan di luar negeri
memilih pemimpin olahraga yang bergelar Lord -- wewenang
kepemimpinannya sangat menonjol," ujar Sekjen Mangumbar F.
Siregar. Ciri khas kepemimpinan Sultan, sambung Suprayogi,
"tidak tergesa-gesa mengambil keputusan. Sekali ia memutuskan,
sulit mengubah kembali."
Kepemimpinan Hamengku Buwono dalam organisasi tertinggi olahraga
Indonesia sudah sejak 1946. Sebagai Ketua Umum KORI (Komite
Olympiade Republik Indonesia yang kini disingkat KOI) ia telah
mengusahakan Indonesia menjadi anggota IOC.
Akibat blokade Belanda dalam clashmiliter, atlet-atlet RI tak
mungkin pergi ke Olympiade 1948 di London. Baru tahun 1951 ia
berhasil memasukkan Indonesia ke IOC dan membawa 3 atlet:
Sularko (renang), Sudarmodjo (lempar lembing) dan Tio Ging Wie
(angkat besi) ke Olympiade Helsinki, 1952.
Di tingkat internasional, Sultan juga menonjol. Tahun 1958, ia
dipilih sebagai Ketua Federasi Asian Games (AGF). Apa yang telah
dilakukannya dalam organisasi internasional. Dalam wawancara
tertulis TEMPO, Ketua Umum KONI yang merangkap Ketua KOI itu
menjawab: "Selaku anggota IOC, seringkali saya mengajukan
pendapat sebaiknya perkembangan dan pertumbuhan di negara-negara
sedang berkembang, khususnya Asia dan Afrika, mendapat perhatian
lebih besar."
Hal itu, menurut Suprayogi, cukup mndapat perhatian
negara-negara maju anggota IOC. Dulu coaching-clinic oleh
pelatih kaliber dunia dinikmati Eropa dan Amerika saja.
Indonesia untuk itu juga sudah kebagian jatah setiap tahun,
"Sewaktu Indonesia menjadi penyelenggara SEA Games, ada ahli IOC
yang datang memberi penataran bagaimana mengelola turnamen besar
antar negara," kata Suprayogi. "Tahun 1981, akan datang coach
IOC untuk balap sepeda dan senam," ujar Siregar.
Banyak Kekurangan
Hamengku Buwono melihat pertemuan olahraga antar negara Asia
sangat jarang. Hanya kalau ada Asian Games baru mengadakan
komunikasi. Karena itu, "selaku anggota AGF, saya telah
menganjurkan supaya ada suatu badan yang menjamin serta
senantiasa memelihara peristiwa komunikasi lebih baik dan erat
lewat olahraga antar negara Asia," katanya.
Di Asian Games 1978, Sultan pernah melontarkan gagasan semacam
Sekretariat khusus untuk memikirkan technical assistance para
anggota AGF. "Sayang, dalam sidang terakhir di India, ada wakil
negara lain ingin memperluas scope itu. Akhirnya harus dibentuk
Sekretariat Tertinggi tandingan AGF, hingga gagasan Hamengku
Buwono tak terwujud," ujar Suprayogi.
Mengenai Musornas IV pekan depan, Sultan mengatakan para
pesertanya boleh menilai hasil yang telah dicapai selama ini,
"dan segera membuat langkah-langkah untuk bergerak maju."
Suprayogi mengaku masih banyak kekurangan KONI. "Misalnya dalam
KONI ada 5 komite yang kegiatannya cuma setahun sekali
mengadakan rapat. Mungkin scope kerja komite-komite itu perlu
diperluas, supaya pengurus lebih sering berkumpul dan
melancarkan suatu pekerjaan yang lebih nyata," katanya.
Ada gagasan KONI memasukkan pembinaan olahraga dalam GBHN. "Tak
berarti di sini olahraga diserahkan ke tangan pemerintah. Di
zaman Orde Lama memang banyak tercipta prestasi, karena ada
dana revolusi," ungkap Siregar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini