ENTAH menarik dari segi apa, perkara senjata api yang menampilkan Yapto sebagai terdakwa, bisa mengundang begitu banyak pengunjung. Pengamanannya pun ekstra pula: sejak pagi, 7 Januari lalu, petugas berseragam dan bersenjata maupun preman telah siap di Pengadilan negeri Jakarta Selatan di Jalan Raya Pasar minggu. Pada kesempatan pertama Ketua Majelis Hakim, Marcus Lande, sampai perlu juga mengumumkan larangan bagi pengunjung membawa senjata ke dalam ruang sidang. Siapa terdakwa yang menarik perhatian itu? Yapto, 32 tahun, ditangkap dan ditahan Laksusda (Kodam V Jaya) dengan tuduhan menguasai senjata api secara tidak sah. Dua pucuk pistol dan sebuah senapan diperoleh Opsgat (Operasi Sapujagat) dari razia dan penggeledahan di rumah tertuduh, November 1980, di Jalan H. Kotong (Pancoran, Jakarta Selatan). Ancaman pidana bagi kejahatan yang berhubungan dengan senjata api gelap memang serius: maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau 20 tahun. Tapi agaknya bukan perkara berat itu benar yang menarik pengunjung -- yang umumnya mengenal atau setidaknya tahu apa dan siapa Yapto Sulistyo Suryosumarno. Terdakwa, Komandan Satuan Mahasiswa UKI (Universitas Kristen Indonesia), memang tak begitu asing di Jakarta. Gemar berburu -- pernah bersafari ke Afrika -- tokoh Pemuda Pancasila dan pengurus perkumpulan olahraga terjun payung tersebut, juga disebut-sebut memimpin sebuah gang. Malaria Perihal yang disebut terakhir itu penyanyi Marini, kakak terdakwa, hanya menganggapnya "sebagai lelucon saja." Memang, kata Marini, ada sementara teman atau bekas kawan adiknya yang suka memeras beberapa perusahaan dengan mengatasnamakan Yapto. Sebelum menikah dengan Retno, menurut kakaknya, Yapto memang suka berkelahi. "Maklum, anak muda 'kan?" kata Marini. Kini, dengan tianak, "dia hidup seperti layaknya orang lain." Mula-mula kegemaran berburu masih diteruskan. Tapi setelah terkena malaria dari perburuan di Lampung, hobi yang satu itu tak lagi dikerjakannya. Pemeriksaan pengadilan ditunda, pembacaan tuduhan ditangguhkan, juga karena penyakit malaria yang kata terdakwa masih berat dirasakannya. Tapi bukan karena penyakit itu saja yang menyebabkan ia dilepaskan dari tahanan sementara, sehari setelah sidangnya yang pertama. Majelis Hakim memang telah menerima permohonan istri dan orang tua terdakwa -- yang menjamin kehadiran terdakwa pada setiap sidang berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini