Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA pencapaian besar diraih Angelique Kerber, 28 tahun, di New York, Amerika Serikat, Ahad dua pekan lalu. Ia memastikan diri menjadi petenis nomor satu dunia, lalu melengkapi pencapaian bergengsi itu dengan menjuarai turnamen Grand Slam Amerika Serikat Terbuka.
Tapi tak ada selebrasi gila-gilaan untuk merayakannya. Padahal, setelah menjuarai Australia Terbuka pada Januari lalu, petenis asal Jerman ini langsung menceburkan diri ke Sungai Yarra di Melbourne, bersama pelatihnya. "Kali ini kami hanya minum dan menikmati makan malam," katanya, lalu tertawa.
Kerber memastikan diri menjadi petenis nomor satu setelah lolos ke final turnamen Amerika Serikat Terbuka dengan mengalahkan petenis Denmark, Caroline Wozniacki, 6-4 dan 6-3. Ia menggeser Serena Williams, petenis Amerika, yang dalam laga semifinal lain ditekuk petenis Republik Cek, Karolina Pliskova.
Dalam partai final di USTA Billie Jean King National Tennis Center itu, Kerber kemudian menyempurnakan pencapaiannya dengan meraih kemenangan 6-3, 4-6, dan 6-4 atas Pliskova. "Sangat luar biasa. Saya memenangi Grand Slam kedua dalam setahun. Ini tahun terbaik dalam karier saya," ujarnya.
Ucapan selamat pun berdatangan. Termasuk dari Wozniacki, yang dia kalahkan di semifinal. "Angie mengalami tahun yang hebat dan saya bahagia untuknya," kata petenis 26 tahun itu. "Ini pencapaian yang hanya sedikit orang bisa meraihnya."
Meski kerap berhadapan di lapangan, Kerber dan Wozniacki adalah sahabat kental. Lahir di negara berbeda, keduanya sama-sama memiliki darah Polandia, karena lahir dari ayah yang merupakan imigran dari negara itu. Keduanya juga fasih berbicara bahasa Polski, yang selalu mereka gunakan saat mengobrol.
Percakapan mereka biasanya menjadi lebih ramai bila pemain keturunan Polandia lain ikut terlibat. Jumlah mereka kebetulan cukup banyak, termasuk Samantha Stosur dan Olivia Rogowska dari Australia, Sabine Lisicki dan Tatjana Maria (Jerman), Aleksandra Wozniak dan Gabriela Dabrowski (Kanada), serta Nastassja Burnett (Italia).
Ada pula pemain asli Polandia yang biasa nimbrung, seperti Magda Linette, Paula Kania, serta Agnieszka Radwanska dan Urszula Radwanska. "Senang rasanya bahwa kami tak selamanya hanya menggunakan bahasa Inggris saat tur," ujar Agnieszka Radwanska, 27 tahun. "Baik sekali mendapat kesempatan bicara dengan bahasa sendiri. Itu membuat Anda nyaman." Bahasa Polandia kemudian menjadi bahasa yang kian sering terdengar di arena tur tenis dunia, selain bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Cina, dan Rusia.
Bagi Wozniacki, bahasa yang sama itu kian mengakrabkan mereka. Di sela berbagai turnamen, mereka kerap nongkrong bareng. "Kami sering jalan, minum kopi, mengobrol, dan menikmati saat-saat bersama," kata Wozniacki. "Hal hebat tentang grup kecil ini adalah kami sudah bersama selama bertahun-tahun dan tak peduli siapa yang nomor satu atau memiliki peringkat lebih rendah. Kami cocok, mengobrol dan tertawa bersama."
Di lapangan tenis, hadirnya legiun petenis berdarah Polska itu juga menjadi fenomena menarik. Beberapa dari mereka mampu mewarnai persaingan di papan atas. Kerber kini menjadi petenis nomor satu. Wozniacki juga pernah menduduki posisi itu pada 2010, meski cedera panjang membuat peringkatnya melorot ke posisi ke-74.
Samantha Stosur juga pernah masuk 4 besar dunia dan kini masih menempati peringkat ke-17. Sabine Lisicki sempat masuk 12 besar dunia, meski kini terpuruk di luar 100 besar. Bila kategorinya dilebarkan ke bagian putra, ada Stan Wawrinka, yang juga baru menjuarai Amerika Serikat Terbuka. Petenis Swiss berusia 31 tahun ini pun memiliki darah Polandia dari garis ibunya.
Bagi Aleksandra Wozniak, latar belakang sebagai keturunan imigran berpengaruh besar pada karier tenis mereka. "Saya pikir mentalitas imigran adalah hal yang sangat kuat," ujar petenis Kanada berusia 29 tahun itu.
Mentalitas itu membuat mereka selalu memiliki motivasi tinggi, sikap pantang menyerah, dan siap bekerja keras untuk mewujudkan mimpi. "Saya tahu itu karena saya memilikinya. Saya tak pernah mau menyerah meski keadaan sesulit apa pun," ujar Wozniak, yang pernah menempati posisi ke-21 dunia, tapi cedera berkepanjangan membuatnya terlempar ke posisi ke-400.
Kerber membenarkan hal itu. Keteguhan mental menjadi salah satu modalnya menjadi petenis nomor satu. Sejak terjun ke tenis pro pada 2003, pada usia 15 tahun, ia jauh dari sorotan. Namanya tak pernah disertakan dalam jajaran petenis yang dianggap memiliki bakat menonjol dan akan jadi calon bintang masa depan.
Setelah masuk pro, ia membutuhkan empat tahun untuk membangun konsistensi agar bisa lolos ke babak utama turnamen resmi Asosiasi Tenis Wanita (WTA). Saat bisa masuk undian utama dalam turnamen di Hasselt, Belgia, pada 2006, ia langsung tersingkir di babak awal. Gelar juara baru bisa diraihnya pada 2012, atau sembilan tahun setelah berlaga di pro.
Kerber tak pernah menyerah meski prestasi seperti susah dia gapai. Ia terus bekerja keras menempa diri. "Saya benar-benar berusaha memperbaiki banyak hal. Soal kebugaran, agresivitas," katanya. "Saya berlatih dengan intens. Saya menghabiskan banyak jam di lapangan dan gym, juga melakukan sprint dan gerakan lain, terutama pada saat pramusim. Itulah yang mengubah segalanya."
Perubahan itu terlihat drastis pada tahun ini. Prestasinya melesat. Kerber meraih gelar Grand Slam pertamanya di Australia Terbuka, lalu menjadi runner-up dalam turnamen Wimbledon, merebut medali perak di Olimpiade, dan akhirnya merebut gelar Grand Slam keduanya di Amerika Serikat Terbuka.
Pencapaian itu lebih sempurna dua pekan lalu. Pada usia 28 tahun, ia menjadi petenis tertua yang menjadi nomor satu dunia untuk pertama kalinya. "Ini sangat berarti. Saat kecil, saya selalu bermimpi suatu saat akan menjadi petenis nomor satu dan memenangi Grand Slam. Kini semua mimpi itu terwujud," ujarnya.
Kerber juga menjadi petenis Jerman kedua yang menduduki peringkat pertama setelah Steffi Graf pada 1987. Ia bangga bisa mengikuti jejak idolanya itu, yang diakuinya kerap memberinya nasihat dan pesan penyemangat, termasuk menjelang final Amerika Serikat Terbuka.
"Rasanya menakjubkan bisa menjadi petenis nomor satu setelah Steffi. Ia juara yang hebat dan pribadi yang luar biasa," katanya. Meski tinggal di Polandia dan memiliki paspor negara itu, Kerber memilih membela Jerman di level internasional, termasuk pada Olimpiade lalu.
Kini tugasnya jauh lebih berat. "Semua orang akan berusaha mengalahkan saya. Tapi saya siap menghadapi tantangan itu," ucapnya. "Saya akan berusaha bertahan di posisi ini selama mungkin."
Tahun ini kerja kerasnya masih dibutuhkan untuk satu turnamen lagi, yakni WTA Tour Finals, yang akan digelar bulan depan. Kerber sudah memastikan diri merebut satu dari delapan tiket turnamen di Singapura itu. Ia berharap salah satu sahabatnya, Agnieszka Radwanska, yang kini menempati peringkat keempat dunia, bisa lolos. Maka pemain wanita berdarah Polandia bisa lebih menancapkan dominasinya di lapangan tenis dunia.
Nurdin Saleh (New York Times, WTA, Guardian, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo