Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kala Zika Menyerang Telinga

Virus zika dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada bayi. Dapat menular melalui air mata dan hubungan seksual.

19 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAMPAK yang ditimbulkan virus zika semakin mengkhawatirkan. Meski tak mematikan, masalah kesehatan yang ditimbulkan virus ini kian serius, khususnya pada bayi. Studi terakhir menunjukkan 5 dari 70 bayi dengan mikrosefali—gangguan sistem saraf yang menyebabkan kepala bayi menjadi kecil—akibat terinfeksi zika di Rumah Sakit Agamenon Magalhaes, Brasil, ternyata juga menderita gangguan pendengaran.

"Rusaknya saraf yang menghubungkan telinga dan otak terjadi akibat okupasi virus zika," tulis Mariana Leal, dokter dan peneliti otolaryngology (telinga, hidung, dan tenggorokan) dari Rumah Sakit Agamenon. Dalam penelitian ini, Leal memimpin tim beranggotakan sembilan orang. Hasil penelitian dimuat dalam jurnal Morbidity and Mortality Weekly Report dengan judul "Hearing Loss in Infants with Microce­phaly and Evidence of Congenital Zika Virus Infection" pada awal September lalu.

Dalam penelitian itu disebutkan bahwa kelima bayi yang mengalami gangguan pendengaran berumur 16 hari sampai 10 bulan dan lahir pada November 2015-Mei 2016, tepat saat wabah virus ini sedang merebak di Brasil. Jumlahnya tak banyak, tapi Leal dan tim tak mau menampik kemungkinan gangguan pendengaran juga akan dialami bayi lain. Biasanya bayi terinfeksi virus zika pada pekan ke-26 sampai ke-40 masa kehamilan.

Hipotesis mereka merujuk pada sejumlah virus dan bakteri lain penyebab gangguan pendengaran pada bayi yang terinfeksi sebelum lahir, di antaranya virus rubella atau campak Jerman, bakteri Treponema pallidum penyebab sifilis, dan sitomegalovirus, sejenis virus herpes. Semua virus itu diketahui sebagai penyebab mikrosefali. "Bila gangguan pendengaran akibat zika mengikuti pola yang sama dengan virus dan bakteri tersebut, bayi bisa tuli permanen," kata Leal.

Untuk saat ini, yang bisa dilakukan adalah memberikan terapi wicara atau alat bantu dengar, termasuk implan koklea, yakni perangkat artifisial untuk membantu seorang tunarungu mendapatkan getaran suara. Virus zika, bagian dari genus flavivirus, hidup dengan memakan sel otak yang sedang berkembang pada bayi dan janin. "Mikrosefali adalah puncak gunung es dari aktivitas pengikisan itu," ujar Leal.

Sebaliknya, zika tak berbahaya bagi orang dewasa. Menurut Anthony Fauci, Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, virus ini tak mempengaruhi sel otak yang telah matang. Di seluruh dunia, sekitar 80 persen orang dewasa penderita zika bahkan tidak mengalami gejala serius. Biasanya mereka hanya mengalami demam, ruam merah, sakit kepala, nyeri, dan mata merah.

"Sama seperti gejala demam berdarah dengue, tapi lebih ringan," kata Fauci, yang tak tergabung dalam tim penelitian. Meski begitu, dalam beberapa kasus, zika menyebabkan masalah neurologis pada orang dewasa. Salah satunya sindrom Guillain-Barré, peradangan akut yang menyebabkan kerusakan sel saraf dan dapat berakibat kelumpuhan. "Tapi itu jarang sekali terjadi," ujar Fauci.

Studi sebelumnya mengungkap bayi dengan infeksi zika prenatal (sebelum dilahirkan) mengalami lahir dengan kepala dan badan kecil, abnormal pada sendi, serta hilangnya penglihatan. "Seolah-olah mereka tak mendapat nutrisi baik dalam kandungan," tutur Albert Ko, peneliti epidemiologi dari Yale University, Amerika Serikat. Sulit menebak dampak apa lagi yang dapat ditimbulkan zika pada janin.

Zika dapat menular melalui cara tak terduga. Dalam jurnal Cell Report, virus ini dilaporkan dapat berpindah melalui air mata dan hubungan seksual. Centers for Disease Control and Prevention mencatat seorang perempuan Amerika tertular meski tinggal jauh dari tempat berkembangnya zika. Belakangan, diketahui bahwa suaminya, peneliti yang pernah bertugas di Senegal, terinfeksi virus ini dan menularkannya saat berhubungan badan.

Sejak itu, lima warga Amerika dilaporkan terinfeksi zika melalui cara serupa. Kemudian Argentina, Italia, Prancis, dan Selandia Baru turut melaporkan kasus penularan dengan cara serupa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengimbau para pasangan yang baru saja kembali dari wilayah pandemik zika untuk memakai alat kontrasepsi. "Tujuannya melindungi wanita hamil. Sebab, zika bisa hidup dalam sperma berbulan-bulan," demikian tertulis di laman situs WHO pada 6 September lalu.

Berbagai cara dilakukan untuk membasmi nyamuk Aedes aegypti, pembawa zika yang juga pengangkut virus demam berdarah. Warga Yogyakarta, misalnya, mematikan nyamuk A. aegypti dengan cara diberi bakteri Wolbachia, musuh alami virus dengue. Adalah tim peneliti dari Eliminate Dengue Project Yogyakarta Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang memulai proyek ini pada 2014. "Kami berharap bisa meminimalkan penyebaran nyamuk A. aegypti," kata Bekti Andari, peneliti dari UGM.

Tahun ini mereka berfokus pada Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, daerah padat penduduk yang berpotensi menjadi daerah wabah kedua penyakit tersebut. Sedangkan di Surabaya, untuk melawan nyamuk ini dilakukan dengan cara penyemprotan di Bandar Udara Internasional Juanda. Selain itu, pemasangan pemindai suhu tubuh dan pemberlakuan health alert card.

Amri Mahbub, Shinta Maharani (Yogyakarta)


Sang Pembawa Virus

Aedes aegypti adalah nyamuk pembawa virus dengue penyebab demam berdarah dan virus zika. Nyamuk ini juga vektor (pembawa) penyakit demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Sebaran nyamuk ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di dunia.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention, lembaga pencegahan penyakit Amerika Serikat, hanya nyamuk betina yang menularkan penyakit. Sebab, mereka mengisap darah untuk memperoleh asupan protein yang diperlukan untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tak membutuhkan darah.

Virus dalam tubuh betina dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada kemampuan menyebarkan virus. Saat terinfeksi, mereka kurang andal dalam mengisap darah. Meski berulang kali menusukkan proboscis (belalai pengisap), mereka tak akan pernah berhasil mengisap darah. Ini yang membuat mereka berpindah dari satu orang ke orang lain, sehingga risiko penularan virus semakin besar. Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Amri Mahbub

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus