Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah semalaman tak tidur, Angelique Kerber, petenis Jerman 28 tahun, memutuskan mengakhiri 24 jam yang "gila dan mencengangkan" dengan sebuah perayaan unik. Ia akan melakukannya di Sungai Yarra, tak jauh dari Rod Laver Arena, stadion tempat ia menorehkan sejarah dengan menjuarai turnamen Australia Terbuka sehari sebelumnya, di Melbourne.
Sekitar pukul 09.00 pada Ahad pekan lalu, ia duduk di bibir sungai itu. Di sampingnya ada jurnalis Eurosport, Matthias Stach. Kaki mereka sama-sama menjuntai ke air. Sesaat mereka saling pandang. Lalu… byuuur! Keduanya mencebur ke sungai keruh itu. Tak sampai 10 menit, Kerber naik ke darat dengan tubuh agak menggigil. "Saya berusaha menikmatinya, tapi airnya sangat dingin dan sedikit kotor," katanya. "Saya melakukannya karena sudah bertaruh."
Pertaruhan itu mereka lakukan dua minggu sebelumnya, ketika turnamen Australia Terbuka belum dimulai. Kerber dan Stach berjalan di pinggir Sungai Yarra dan mengobrol tentang Jim Courier, petenis Amerika yang pernah nyemplung ke sungai itu setelah menjuarai turnamen yang sama pada 1992 dan 1993. Mereka tertawa saat membahas bagaimana petenis itu jadi sakit perut karena serangan virus setelah melakukan aksi keduanya.
"Lalu kami bertaruh, bila saya menjadi juara, kami akan sama-sama mencebur," ujar Kerber. Banyak yang kemudian mendengar pertaruhan itu dan menganggapnya lelucon belaka. Pada usianya yang sudah tak muda lagi, Kerber dianggap sebagai salah seorang dari sederet pemain yang kurang berprestasi di dunia tenis. Menjadi unggulan ketujuh di turnamen Australia Terbuka, ia punya catatan tak kinclong: belum sekali pun lolos ke babak final turnamen kelas utama (Grand Slam).
Keraguan terhadap Kerber pada mulanya memang beralasan. Di babak pertama turnamen itu, ia sudah nyaris tersingkir. Melawan Misaki Doi, petenis Jepang peringkat ke-54 dunia, ia tampil kedodoran di dua set awal. Lawan yang baru berusia 21 tahun itu bahkan sempat mencapai match point di set kedua. Tapi Kerber mampu bangkit dan berbalik memenangi set tersebut, juga set berikutnya, sehingga lolos ke babak selanjutnya.
Setelah kemenangan dramatis itu, ia justru mampu tampil lebih meyakinkan. Ia menyingkirkan petenis Belarus, Victoria Azarenka, di babak perempat final, dan mendepak pemain muda asal Inggris, Johanna Konta, di semifinal. Di babak final Grand Slam pertamanya, ia harus menghadapi sosok raksasa: Serena Williams, petenis nomor satu dunia asal Amerika Serikat.
Dalam enam pertemuan sebelumnya, Kerber sudah lima kali dipecundangi petenis 34 tahun itu. Tak aneh bila pembahasan media dan para komentator sebelum pertandingan itu hampir seragam: bukan siapa yang menang, melainkan seberapa cepat Williams akan menang. Nyatanya, di Rod Laver Arena, Kerber mampu membalikkan semua prediksi. Ia membuat kejutan terbesar dalam sejarah turnamen bergengsi ini dengan meraih kemenangan 6-4, 3-6, 6-4.
Di partai puncak itu, petenis yang biasa dipanggil Angie ini tampil hampir tanpa cela. Mengandalkan pertahanan kukuh, ia mampu membuat Williams kerepotan karena harus lebih banyak melakukan pukulan voli rendah. Williams melakukan 46 kesalahan sendiri (unforced error) sepanjang pertandingan, sedangkan Kerber hanya 13 kali. Persentase keberhasilan servis pertama Williams, yang biasanya banyak dipuji, juga melorot hingga mencapai 53 persen. Aksi dia dengan 32 kali maju ke depan net juga hanya berbuah 15 poin.
Setelah pertarungan selama 2 jam 8 menit, sejarah pun tercipta. Begitu pukulan terakhirnya tak dapat dikembalikan Williams, Kerber menjatuhkan diri ke lapangan. Telentang. Ia menutupi wajah dengan kedua tangannya. Tawa dan tangis seperti bercampur jadi satu. "Ini gila, momen ini tak akan pernah saya lupakan," katanya beberapa saat setelah itu.
Gelar Grand Slam pertamanya itu tak hanya penting untuknya, tapi juga bagi Jerman. Ini pertama kalinya petenis Jerman meraih gelar tersebut setelah terakhir kali Steffi Graf melakukannya 22 tahun lalu. Keberhasilan Kerber juga sekaligus menjaga rekor Graf, kini 46 tahun, sebagai petenis yang paling sering menjuarai Grand Slam. Graf sudah 22 kali juara, unggul satu trofi dari Williams.
Sosok Graf justru ternyata ikut berperan mewarnai karier Kerber. Sejak mulai belajar tenis pada usia tiga tahun, Kerber mengidolakan sang senior. Kerber lahir di Bremen, Jerman, 18 Januari 1988, dan dilatih sendiri oleh ayahnya, Slawomir Kerber, yang berdarah Polandia. Kerber kemudian memilih tinggal di Puszczykow, Polandia, tempat kakek dan neneknya memiliki pusat latihan tenis, setelah terjun ke dunia profesional pada 2003.
Kerber mengaku mencurahkan semua pikiran dan tenaganya untuk tenis. "Cinta terbesar saya adalah tenis. Selalu seperti itu, hingga kini," ujarnya, seperti dikutip Daily Mail, akhir Januari lalu. Ia tak punya waktu untuk urusan lain, termasuk berpacaran. Ia pun mengaku tak risau meski hingga kini masih jomblo. "Di luar sana ada seorang lelaki yang cocok dan menunggu saya, kemudian pada akhirnya kami akan saling menemukan, tanpa harus dipaksa."
Namun kecintaan dan dedikasi seperti itu tak lantas membuat kariernya mulus. Setelah masuk pro, Ia membutuhkan empat tahun untuk membangun konsistensi agar bisa lolos ke babak utama turnamen resmi Asosiasi Tenis Wanita (WTA). Saat bisa masuk undian utama dalam turnamen di Hasselt, Belgia, pada 2006, ia langsung disingkirkan petenis asal Serbia, Ana Ivanovic. Gelar juara baru bisa diraihnya pada 2012, sembilan tahun setelah berlaga di pro, dalam turnamen di Paris.
Hingga pertengahan 2015, kariernya seperti jalan di tempat. Hanya tiga gelar juara ia raih. Di turnamen Grand Slam, pencapaian terbaiknya hanya dua kali lolos ke semifinal, yakni pada Amerika Serikat Terbuka 2011 dan Wimbledon 2012. Di tengah kemuraman itu, pada Maret tahun lalu, ia memutuskan menyambangi Steffi Graf di kediamannya di Las Vegas, Amerika Serikat. Ketika itu, ia baru tersingkir di babak kedua turnamen Indian Wells di California.
Graf bersama suaminya, Andre Agassi, menyambut Kerber dengan hangat. Wanita yang kerap disebut sebagai petenis wanita terbaik sepanjang masa itu memilih menjauhkan diri dari tenis sejak pensiun pada 1999. Tapi ia mau saja ketika diminta Kerber berlatih bersama. "Kondisinya masih baik dan pukulannya keras. Gerakannya juga masih seperti saat bermain dulu," kata Kerber, seperti di kutip WTA Tennis.
Dalam kesempatan itu, Kerber juga berkeluh-kesah tentang kariernya yang mentok: sudah empat tahun masuk sepuluh besar dunia, tapi tak pernah bisa menjejakkan kaki di final Grand Slam. Graf membesarkan hatinya. "Ia berkata bahwa saya sebenarnya berada di jalan yang bagus, tapi harus lebih percaya kepada diri sendiri. Itulah yang saya lakukan dalam beberapa bulan terakhir," ujar Kerber.
Setelah pertemuan dengan Graf itu, peruntungan seakan-akan jatuh ke pangkuan Kerber. Empat gelar dia raih pada tujuh bulan tersisa di 2015. Awal tahun ini, pada turnamen Brisbane, yang jadi pemanasan Australia Terbuka, ia juga lolos ke final, meski akhirnya dikalahkan Azarenka. Dari kekalahan itu, ia belajar hal penting: harus bermain lebih agresif.
Kekalahan melawan Azarenka di Brisbane itu ia tebus di perempat final Australia Terbuka dengan kemenangan 6-3, 7-4. Kepercayaan dirinya kian terpacu sehingga ia mampu tampil rileks saat melawan Serena Williams di final. "Anda hanya perlu bekerja keras dan bersabar. Itu pelajaran yang saya petik dalam dua pekan terakhir ini. Dua pekan yang sungguh gila," katanya.
Berkat kemenangan di Australia Terbuka itu, peringkat Kerber melonjak, dari urutan keenam ke posisi kedua dunia. Ia pun kian berpeluang mewujudkan mimpi besar kedua dalam kariernya. "Mimpi saya adalah bisa memenangi Grand Slam dan menjadi nomor satu. Yang pertama sudah dicapai, kini tinggal yang kedua," ujarnya sambil tersenyum. Ia sadar bahwa Williams masih akan menjadi sandungan besar untuk mewujudkan mimpi itu. "Saya berusaha tak memikirkannya, bila hari itu datang, ketika saya menjadi nomor satu."
Pada Ahad pagi itu, setelah mencebur ke Sungai Yarra, Kerber kembali ke hotel. Beristirahat sejenak, siangnya ia langsung naik pesawat untuk kembali ke Jerman. Ia disambut di tanah airnya dengan meriah, juga oleh tugas besar lain. Pekan ini, ia akan memperkuat tim Jerman melawan Swiss pada babak pertama Piala Federasi grup dunia. Dalam turnamen beregu putri itu, Jerman pernah dua kali juara, saat masih diperkuat Graf. Kini Kerber berharap bisa mengulangi kesuksesan idolanya itu dan ia merasa punya bekal lebih baik daripada sebelumnya.
Nurdin Saleh (WTA Tennis, BBC, Reuters, New York Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo