Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dari Hutan Zika untuk Dunia

Menyebar lintas benua, virus Zika sebenarnya tak mematikan, tetapi ditengarai penyebab mikrosefali. Mata rantai penyebaran bisa diputus dengan memberantas sarang nyamuk dan jentik.

8 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI tiga tahun lalu, sebuah hutan di Uganda bernama Zika tak dikenal secara global. Bahkan warga asli Uganda pun kebingungan saat ditanya di mana tempat itu berada. Tapi kini namanya banyak disebut di kolong jagat bersamaan dengan menyebarnya penyakit akibat virus Zika. Ya, memang di hutan itulah pertama kali virus Zika ditemukan.

Sebenarnya virus itu ditemukan 69 tahun silam. Lama seperti terlupakan, hari-hari ini ia seperti meminta perhatian warga dunia. Sebab, virus ini sudah menyebar ke 23 negara di kawasan Amerika Latin dan diduga meluas ke Amerika Serikat. Virus Zika semakin terasa menimbulkan ancaman karena dihubungkan dengan mengecilnya kepala bayi yang baru dilahirkan atau mikrosefali di Brasil dan sindrom Guillain-Barre yang membikin lumpuh. Selama 2015, sebanyak 1.248 kasus dilaporkan terjadi di 14 negara bagian di seluruh Brasil.

Mikrosefali adalah gangguan neurologis yang menghambat pertumbuhan tengkorak bayi. Biasanya harapan hidup bagi bayi dengan kondisi ini sangat tipis. Dalam 90 persen kasus, fungsi otak juga mengalami penurunan. Para ibu yang mengandung anak-anak malang ini diduga terpapar virus Zika saat hamil. Kegentingan tersebut direspons Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang menyatakan status darurat atas ledakan penyebaran virus ini.

Tergolong dalam flavivirus kelompok abrovirus, Zika disebarkan oleh Aedes aegypti. Inilah nyamuk bercorak belangputih-hitam yang sebelumnya sudah menjadi vektor virus dengue penyebab demam berdarah dengue dan virus chikungunya. Belakangan virus tersebut juga dilaporkan ikut menyebar melalui hubungan seksual.

Karena penyebabnya masih satu keluarga dengan demam berdarah dan chikungunya, gejala penyakitnya pun serupa: demam tinggi, nyeri sendi dan otot, serta ruam atau bintik-bintik merah. Tapi bintik yang ditimbulkan Zika berbeda dengan demam berdarah dengue."Pada demam berdarah itupetekie, bintik-bintik kemerahan. Kalau ini ruam," ujar dokter Adityo Susilo, Selasa pekan lalu. Ruam yang dimaksud lebih menyerupai bentol-bentol kecil akibat alergi. Pada Zika, tambah Adityo, juga akan muncul konjungtivitas atau mata merah.

Meski virus Zika telah menyerang banyak negara,dokter yangberpraktek di Divisi Penyakit Tropikdan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia ini mengatakan 80 persen gejala yangditimbulkan virus ini ringan, bahkan hampir takbergejala. Tak seperti demamberdarah yang bisa mengakibatkan syokpada tubuh karena kebocoran plasma, padakasus Zika belum ada yang melaporkangejala yang berat. "Baru dihubungkandengan mikrosefali, itu pun belumdipastikan karena masih dipelajari," ujarnya.

Sama seperti flavivirus lainnya, kataAdityo, setelah masuk ke tubuh, antibodi akan berusaha memerangi penyusup tersebut dengan membunuhnya. Zika akan hilang dalamwaktu lima hari sampai satu minggu karenasifatnya yangself-limiting.

Deputi Direktur Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Herawati Sudoyo, juga mengatakan Zika sebenarnya tak perlu diobati. Virus ini tak sampai menimbulkan penurunan trombosit seperti pada demam berdarah dengue. Bahkan bisa sembuh dengan sendirinya. Obat hanya diperlukan untukmenangani gejala klinisnya, sepertiobat penurun panas untuk demam, dan obatnyeri untuk sakit pada sendi ataupunotot. "Zika-nya sendiri tak perludiobati."

Karena dianggap ringan inilah, kataHera, sejak ditemukan dulu, Zika takterlalu diperhatikan para ilmuwandan tenaga medis. Baru kali ini Zika dihubungkan dengan mengecilnyakepala bayi yang baru dilahirkandi Brasil dan sindrom Guillain-Barre.

Di Indonesia, Zika sudah dikenali sejak 1977-1978, terpaut sembilan tahun dengan penemuan demam berdarah. Kala itupeneliti dari Universitas Gadjah Madadan Naval Medical Research Unit No. 2 (Namru-2) meneliti sampel darah 30pasien yang mengalami demam dengangejala seperti serangan flavivirus diRumah Sakit Tegalyoso, Klaten, JawaTengah. Hasil pemeriksaan menunjukkan tujuh di antara mereka terserang Zika.

Hampir 40 tahun kemudian, Zika barudideteksi lagi di Tanah Air. Tahunlalu Eijkman menemukan virus tersebutbersarang di tubuh salah satu pasienpria berusia 27 tahun di daerah endemidemam berdarah dengue di Jambi. Gejala yangdialaminya mirip dengan demamberdarah: demam tinggi, sakit kepala,nyeri sendi serta otot, dan lemas. Tapi taktampak ruam kemerahan dan mata merahseperti gejala Zika lainnya. "Gejalanya memang bisa tak munculsemua," kata Hera.

Selain temuan Namru dan Eijkman ini,kata Hera, di jurnal-jurnal lain jugadilaporkan penularan Zika dariIndonesia. Seorang turis asalAustralia yang usai berlibur di Baliterpaksa menginap di Rumah Sakit Royal Darwin,Australia, tahun lalu.Pria 27 tahun ini mengalami demam tinggidan mendapati ruam merah ditubuhnya setelah digigit monyet di Ubud, tujuh hari sebelumnya.Gigitan monyet di torso kanan itumenimbulkan luka. Dia pun segera pergike tenaga kesehatan dan diberi vaksinrabies.

Lima hari setelah gigitan itu, dia mengeluhkandemam dan nyeri otot. Sehari kemudianmuncul ruam di wajah, lengan, kaki,dan torsonya. Disusul mata yang memerah.Meski menduga penyakitnya akibat gigitanmonyet, pria itu ingat pernahdigigit nyamuk di Bali. Hera menduga asal penyakit tersebut darigigitan makhluk mungil tersebut. "Siapasih yang enggak digigit nyamuk diBali?" kata Hera.

Seorang wanita asal Australia berusia52 tahun juga dilaporkan menderitaruam dan nyeri otot setelah berlibur limahari di Jakarta pada 2012. Pemeriksaanlaboratorium menunjukkan dia positifterserang Zika.

Meski belum ada catatan di RSCM, Adityo menduga bisa jadisebenarnya sudah ada pasien Zika dirumah sakit tempatnya bekerja. Tapi, karena uji virus Zika belum tersedia di banyak tempat seperti demam berdarah dan chikungunya, merekatak bisa memastikan keberadaannya. Biasanya pasiendengan gejala demam tinggi, lemas,nyeri otot dan sendi akandiperiksa menggunakan tes darah untukdengue ataupun chikungunya. Namun, dalam beberapa kasus, adabeberapa pasien yang memang takterindetifikasi mengidap dua penyakit ini."Ada pasien yang demikian tapisembuh."

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan saat ini ada dualaboratorium yang bisa dijadikanrujukan untuk mengetes Zika:laboratorium Eijkman dan KementerianKesehatan. Tenaga medis yang curiga pasiennya terkena Zika bisa mengujinya di dua laboratorium tersebut.

Untuk memutus mata rantai Zika dan penyakit yang diantarkan oleh nyamuk Aedes aegypti lain, Oscar mengajak masyarakat memberantas sarang nyamuk dan jentiknya dengan melakukan 3M plus: menguras, menutup, dan mengubur,plus tidak menggantung baju untuk menghilangkan nyamuk di lingkungan sekitar.

Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan travel advisorykepada masyarakat, terlebih wanita hamil, yang akan bepergian ke daerah epidemi virus Zika. Isinya meminta mereka yang berkunjung ke daerah kejadian luar biasa virus Zika untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Salah satu caranya dengan berpakaian tertutup dan menggunakan obat oles antinyamuk. Sedangkan mereka yang baru saja datang dari negara yang terserang virus Zika diimbau segera memeriksakan kesehatannya dalam kurun waktu 14 hari.

Virus ini mungkin tidak mematikan, tapi telah memaksa dunia bersiaga!

Nur Alfiyah(BBC, CDC, The Guardian)


Fakta Zika:

  • Satu di antara lima orang yang terinfeksi virus Zika akan sakit
  • Gejalanya: demam, ruam, nyeri otot, konjungtivitis (mata merah)
  • Gejala lainnya, nyeri sendi dan sakit kepala
  • Masa inkubasi virus Zika belum diketahui pasti, tapi berkisar beberapa hari sampai satu minggu

    Penanganan:

  • Tak ada vaksin atau obat yang tersedia untuk mencegah atau mengobati infeksi Zika.

    Gejala dapat diobati dengan cara:

  • Istirahat.
  • Minum cairan untuk mencegah dehidrasi.
  • Minum obat seperti asetaminofen untuk mengurangi demam dan rasa sakit.
  • Jangan minum aspirin dan non-steroid anti-inflammatory (NSAIDs), seperti ibuprofen dan naproxen. Aspirin dan NSAIDs harus dihindari untuk mengurangi risiko perdarahan. Jika Anda minum obat untuk kondisi medis lain, konsultasikan dengan dokter Anda.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus