MESIN yang Lugas dan Beringas Siapa menjagoi Uni Soviet? Ketika putaran final belum berlangsung, hampir tak ada yang melirik kesebelasan ini. Franz Beckenbauer pun menyangka Soviet akan menggelepar lawan Belanda dan Inggris. Tapi Sabtu lalu mereka membuktikan dirinya adalah "beruang". Mereka punya taring untuk merobek Belanda 1-0, lalu menoyak Inggris 3-1, dan masuk semifinal. Kedahsyatan Soviet dimulai sejak babak penyisihan. Delapan kali bertanding, mereka tak pernah kalah. Lima kali menang, tiga kali seri. Padahal, mereka harus bersaing pula dengan Prancis, pemegang supremasi Piala Eropa 1984. Dengan keberhasilan begitu pun Soviet masih dianggap anak bawang sewaktu memasuki putaran final. Soalnya, Prancis yang dikalahkan Soviet adalah Prancis tua: Platini sudah lamban di ujung usia pensiunnya dari main bola. Belanda dengan Ruud Gullitnya mencoba menghadang Soviet. Sia-sia. Dinding pertahanan kesebelasan Negeri Tirai Besi ini terlalu tangguh untuk bisa ditembus, walaupun digempur habis-habisan. Penjaga gawang Rinat Dessayev tampil cemerlang. Malah Vassily Rats seolah menertawakan analisa para pengamat dengan membobolkan gawang Belanda 1-0. Melawan Irlandia, Soviet hampir seperti Inggris: kehilangan muka. Sebuah gol Irlandia mendahului. Tapi mana ada istilah patah semangat dalam kamus tim Soviet. Mereka terus maju, maju dan maju. Hasilnya ada. Bintang mereka, Oleg Protasov - sejak yunior bersaing ketat dengan Marco van Basten dari Belanda - membikin gol balasan. Mereka seri. Tinggal perlu satu angka dari Inggris untuk melangkah lebih lanjut. Tak bisa disangkal, inilah hasil kerja keras Valeri Lobanovsky. Dialah penulis skenario sekaligus sutradara sepak bola yang selalu muncul dengan gagasan baru. Dia pelatih kawakan yang menempa klub Dinamo Kiev. Dalam gemblengannya, Dinamo Kiev berkibar: tujuh kali menjuarai liga sepak bola Soviet. Juga, merebut Piala Champions tahun 1975 dan 1986, mengalahkan Bayern Munchen. Lobanovsky juga pelatih nasional. Kebetulan tim nasional ditulangpunggungi klub Dinamo Kiev. Lebih dari separuh pemain nasional berasal dari klub ini. Maka, mudah baginya mengangkat tim Soviet di berbagai arena bergengsi dunia. Hanya "nasib buruk" saja - dua gol Belgia tak dinyatakan offside - yang menghentikan laju Soviet di babak perempat final Piala Dunia Meksiko 1986. Dulu Soviet punya penjaga gawang legendaris Lev Yashin, kini mereka punya Rinat Dessayev. Dessayev, dari Spartak, bergabung dengan tim nasional sejak 1979. Di tangannya, gawang Soviet jadi sekukuh dinding Kremlin. Maka, orang-orang menyejajarkannya dengan Yashin - kiper yang mengantarkan Soviet menjadi juara Piala Eropa tahun 1960. Kini, di usia 31 tahun, Dessayev pun ditunjuk menjadi kapten. Kelompok muda diwakili Oleg Protasov. Protasov mengawali kariernya di klub Dnepr, ketika usianya 18 tahun. Lalu pindah ke Kiev. Protasov berkali-kali tampil cemerlang dalam Liga Soviet. Belum setahun terjun ke lapangan hijau, ia membuat kejutan, membikin hattrick. Lobanovsky lalu merangkulnya. Dalam sebuah pertandingan uji coba, Protasov diberi kehormatan menggantikan posisi sang mahabintang Oleg Blokhin dan langsung membuat dua gol. Sejak itu pamornya makin bersinar. Nama lain yang patut diperhitungkan adalah Alexander Zavarov. Tahun 1986 ia dipilih majalah bergengsi dari Inggris World Soccer sebagai gelandang terbaik. Lalu ini, Igor Belanov pemain terbaik Eropa tahun 1986 pula. Belanov-lah ujung tombak Soviet. Duetnya bersama Protasov merupakan ujung tombak kembar yang dianggap paling sempurna di antara empat kesebelasan yang masuk semifinal kali ini. Dengan kondisi fisik prima dan dengan kedisiplinan pemain yang luar biasa, Soviet siap bersaing ke puncak juara, bertempur melawan Italia untuk merebut tempat di final. Mereka telah lama menunggu menjadi runner-up pada 1964 dan 1972 Hanya saja, satu cobaan menghadang. Klnat Dessayev cedera ketika mereka menghadapi Irlandia. Serang, Serang, Serang ... Selamat tinggal, sepak bola bertahan. Selamat datang, sepak bola menyerang. Maka, jurus catenaccio ciptaan Italia - kendati dulu pernah menunjukkan keampuhannya - pun ditinggalkan kesebelasan Italia sendiri. Hasilnya mencengangkan. Dengan menyerang, menyerang, dan terus menyerang, tim Italia ternyata menunjukkan keampuhannya. Rudi Voeller, Littbarski, dan Klansmann tak berkutik. Pemain belakang Italia, dalam bertahan, tak terikat dengan posisi tetap. Mereka mengejar orang, bukan mengamankan teritorial tertentu. Alhasil, tim biru-putih itu memetik hasil imbang 1-1, dari Jerman Barat, malah mereka unggul lebik dulu 1-0. Tim tangguh Italia itu agakny merupakan buah yang dipetik dan kerja keras manajer Azeglio Vicini. Gagalnya Italia masuk ke babak perempat final Piala Dunia 86 di Meksiko memantapkan tekad Vicini untuk membenahi tim nasional. Langkah pertamanya, dia membangun tim nasional yunior yang tangguh. Rupanya, ikhtiar Vicini tak sia-sia. Sebelas dari 18 pemain yang dibawanya ke arena Piala Eropa kali ini merupakan hasil godokannya di tim nasional Yunior. Merek berumur 20--24 tahun. Melihat materi pemain Italia saat ini, orang pun meramalkan bahwa mereka bakal menjadi salah satu tim yang sangat tangguh di arena Piala Dunia 1990. Dan kekuatan mereka, boleh jadi akan berlipat, lantaran kejuaraan dunia itu bakal berlangsung di bumi Italia. Giancula Vialli, 24 tahun adalah salah satu hasil gemblengan Vicini. Penyerang dari klub Sampdoria ini cukup disegani di negerinya. Dalam musim kompetisi lalu, Vialli masuk dalam tiga besar pencetak gol Dia berada di bawah bintang Argentina Maradona dan bintang Brasil Careca, yang keduanya bermain untuk klub Napoli. Pemuda lajang setinggi 180 cm ini memiliki kaki kiri yang ampuh. Satu gol kemenangan Italia atas Spanyol lahir dari sontekan kaki kirinya, setelah dia memperdayai dua pemain lawan. Dua gol ke gawang Denmark tak lain berkat umpan akurat Vialli. Kabarnya, pemain berbakat ini bakal dipakai oleh AC Milan, dengan uang transfer Rp 30 milyar. Jauh lebih tinggi dari uang transfer Ruud Gullit atau Maradona. Di barisan belakang, Italia diperkuat oleh Paolo Maldini, 20 tahun, sebagai bek kiri yang jempolan. Pemuda dengan tinggi badan 185 cm dan berat 77 kg ini dinilai merupakan salah satu pemain yang penuh harapan. Dia memiliki daya jelajah yang luas, mobil, dengan akselerasi gerak yang tinggi. Ketika berhadapan dengan Jer-Bar, Maldini nyaris menjaringkan bola di gawang Immel. Ibarat tubuh, tim Italia seolah memiliki tulang punggung yang kukuh. Di belakang ada Franco Baresi, 28 tahun. Menempati posisi libero, Baresi terbukti terampil menghadang serbuan, memotong umpan musuh, dan tackling-nya amat efektif. Geraknya cepat dan pandai mengatur serangan dari bawah. Fernando De Napoli, 24 tahun, boleh disebut inti kekuatan barisan tengah. Dia rajin menjelajahi lapangan. Dia mampu bergerak naik menyerang atau turun bertahan dengan sama cepatnya. Dengan pengalaman 20 kali mengawal tim nasional, Napoli cukup dingin menghadapi berbagai situasi. Di barisan penyerang, Vialli menjadi, intinya. Keistimewaan tim Italia terletak pada kerja sama antarblok ini. Kerja sama Baresi-Napoli-Vialli itu seolah membangun kekuatan yang menjadi tulang punggung. Dalam Piala Dunia 1990 nanti, boleh jadi ketiga pemain itu tengah memasuki kematangannya dan siap menenggelamkan kesebelasan mana pun. Pasukan Putih-Hitam sang Kaisar. Pencandu sepak bola Jer-Bar sempat dibikin waswas, pers pun dibuatnya gaduh dan mengecamnya habis-habisan. Namun, akhirnya masyarakat Jerman harus berterima kasih padanya. Tim Jer-Bar diluncurkannya mulus ke semifinal. Ketika menyusun formasi timnya, Beckenbauer boleh dibilang tak mau mendengar omongan orang. Dari dua puluh pemain yang dioperasikan dalam Piala Eropa 88 ini, hampir separuhnya pemain muda yang miskin pengalaman bertanding dalam kostum nasional. Dari 13 pemain yang berlaga pada final Piala Dunia 1986 melawan Argentina di Meksiko, hanya lima disisakannya. Pemain terbaik Eropa 1980 dan 1981 yang kini masih jadi pujaan anak-anak di Asia, Afrika, dan Eropa, Karl-Heinz Rummenigge, kini 32 tahun, termasuk salah satu pemain yang dipensiunkan. Mungkin, dia dipandang terlalu tua untuk arena sekeras Piala Eropa ini. Yang jadi pangkal perdebatan adalah soal siapa yang menggantikan Rummenigge dan kawan-kawan itu. Tentu saja, Beckenbauer punya pilihan. Namun, hingga beberapa minggu menjelang kejuaraan akbar itu dimulai, kecaman masih datang bertubi-tubi ke muka "Kaisar" Franz Beckenbauer. Kritik itu bukannya tanpa alasan. Dalam pertandingan segi empat di Berlin Barat Desember lalu, Jer-Bar dipecundangi Swedia 1-0, kendati pada pertarungan berikutnya mampu menundukkan Argentina 1-0. Lantas pada tujuh kali uji coba berikutnya, runyam, tim nasional itu mengalami tujuh kali kalah. Uji coba terakhir, awal Juni ini Jer-Bar hanya bisa bermain imbang 1-1 melawan Yugoslavia, di Bremen, Jer-Bar. Tapi Backenbauer tetap tak beringsut dari pendapatnya. Sejumlah pemain muda itu tetap dipertahankan. Dua pemain depan seperti Juergen Klinsmann, 23 tahun, dan Dieter Eckstein, 24 tahun, tetap menjadi pilihan untuk posisi ujung tombak mendampingi Pierre Littbarski dan Rudi Voeller. Kalau bukan Klinsmann dan Eckstein siapa lagi? Klinsmann, pemain depan klub Stuttgart, adalah top scorer dengan 19 gol di liga divisi utama Jerman Barat pada musim kompetisi lalu. Sedangkan Dieter Eckstein berhasil menjaringkan 15 gol. Akan tetapi, pengalaman keduanya dalam tim nasional masih bisa dihitung dengan jari. Di lini tengah, Beckenbauer menempatkan dua muka baru dari lima pemain yang dipersiapkan. Hans Dorfner dari klub Bayern Munchen dan Wolfram Wuttke dari Kaiserslautern.Keduanya baru 3 kali bermain dengan kostum nasional. Namun keduanya dipersiapkan untuk bahumembahu dengan rekan-rekan seniornya, termasuk kapten Lothar Matthaeus, yang sudah 60 kali memperkuat tim nasional Jer-Bar. Barisan pertahanan Jerman Barat ini juga menyertakan sejumlah pemain baru, seperti Uli Borrowka, 26 tahun, dari Werder Bremen, yang baru sekali memperkuat tim nasional. Serta Hans Pfluegler, yang baru enam kali memperkuat Pasukan Elang Hitam. Dua pemain itu dipersiapkan untuk menggalang barisan tengah dengan seniornya, antara lain Mathias Hergec atau Juergen Kohler, untuk melindungi gawang Elkel Immel dan serbuan musuh. Keragu-raguan orang akan kemampuan anak asuh Beckenbauer makin menjadi-jadi tatkala Jer-Bar nyaris kalah dari Italia. Di hari pertama turnamen itu, Jer-Bar bermain imbang 1-1. Pada pertarungan berikutnya, barulah tim berkostum putih-hitam dengan lambang elang hitam di dada itu tampil lebih menggigit. Denmark dihajar 2-0. Senyum si "Kaisar" Beckenbauer pun mengembang. Betapa tidak. Kekhawatiran para pencintanya bahwa para pemain muda tak bisa bahu-membahu dengan para seniornya tak terbukti. Si muka baru Borrowka, pada posisi bek kiri, bermain mengesankan: taktis dan lugas. Di barisan penyerang, pemain muda baru Klinsmans menunjukkan dirinya sekelas dengan Voeller maupun Littbarski, bahkan dia mencetak satu gol. Dan Rudi Voeller, yang sebelumnya dikecam habis-habisan tapi terus dipertahankan sang Kaisar, ternyata membuktikan kebolehannya. Berbeda dengan Belanda atau Inggris, tak ada bmtang yang mcncorong sendirian dalam tim Jerman. Namun, semua lawan agaknya menyadari bahwa trio Littbarski Klinsmann, dan Rudi Voeller yang memborong dua gol sewaktu melawan Spanyol adalah pasangan yang ampuh. Perlu pengawalan ekstra agar mereka tak leluasa menjarah daerah penalti lawan. Di barisan tengah pun Jerman memiliki Olaf Thon, pemain muda yang penuh inisiatif. Gerakan tanpa bolanya sering mengganggu konsentrasi lawan. Masih ditambah pasangannya Matthaeus, yang dingin dan sangat mobil. Lapisan tengah Jerman agaknya merupakan salah satu yang terbaik di antara tim-tim Eropa. Dalam 16 tahun terakhir ini, hampir tak ada turnamen sepak bola akbar yang tak memperhitungkan kehadiran Jer-Bar. Enam belas tahun lalu, Jer-Bar di bawah kapten Beckenbauer menjuarai piala Eropa, dengan menggulingkan Soviet 3-0. Empat tahun kemudian, Jer-Bar muncul sebagai juara dalam World Cup, dengan mengalahkan Belanda 2-1, di Munchen. Tahun 1976, Jer-Bar muncul di final piala Eropa, walau kalah atas Cekoslovakia. Tapi empat tahun berikutnya, piala itu kembali ke Jerman setelah di final timnya melabrak Belgia 2-0. Tahun 1982 dan 1986, lagilagi, tim putih-hitam itu muncul di final Piala Dunia. Kini, sekali lagi, Jerman harus diperhitungkan. Dengan Beckenbauer sebagai otak dan arsitek, siapa yang berani melecehkan kesebelasan ini? Total Football Kesebelasan Uni Soviet bermain lugas dan kompak. Tim Italia menyerang terus dan bermain cantik. Para pemain Jerman Barat ulet dan efisien. Bagaimana dengan jurus Belanda? Seni. Tentu saja. Bukan saja kostumnya yang oranye riang, atau rambut Gullit yang terpilin unik. Tapi juga permainannya yang bak orkestra. Ruud Gullit menjadi maestro. Dan Rinus Michels, sang pelatih, telah begitu piawal mengubah permainan untuk layak ditampilkan di lapangan hijau sebagai tontonan. Belanda punya Rinus Michels si arsitek total foot ball. Punya mahabintang, Ruud Gullit.Pemain termahal dunia, dan terbaik Eropa 1987. Punya pemain muda cemerlang: dari Marco van Basten hingga Frank Rijkaard. Mereka seperti hendak bangkit dari kubur. Suram masa lalu sepak bola negeri itu. Hanya di masa Johan Cruyff saja mereka gemilang. Waktu itu mereka mencengangkan dunia dengan total football-nya. Bola tik-tak, terus bergerak dari kaki ke kaki. Pemain terus berlari tanpa henti, mengisi lowong setiap posisi. Lalu Belanda pun menjulang. Hanya tendangan geledek Gerd Muller (Jerman) dan nasib buruklah yang menggagalkan Belanda menjuarai Piala-Dunia tahun 1974. Tahun 1978 kemalangan serupa berulang. Belanda kalah lagi dari tuan rumah - kali ini Argentina - di final. Mario Kempes dkk. menjungkirkannya. Sejak itu, prestasi Belanda seperti tersuruk ke dam-dam di negerinya. Tak pernah lagi mereka menang. Tapi, tunggu. Sejak dua tahun lalu, sepak bola negeri keju itu bergerak-gerak bangkt. Diam-diam Cruyff bekerja. Ia menjadi pelatih, dan ia melahirkan pemain-pemain muda selincah dirinya dulu. Van Basten, misalnya. Dengan pemain-pemain itu Cruyff mengantarkan klub Ayax menjuarai Winners-Cup tahun lalu. Locomotiv-Leipzig, Jerman Timur, ditumbangkannya. Tahun ini Ayax ke final lagi. Namun, KV Mechelen, Belgia, mengalahkannya setelah Ayax terpaksa main dengan 10 orang. Kini duet Cruyff (secara tak langsung) dan Rinus Michels tampil lagi. Para pemain muda hasil tempaan Cruyff - ditambah pemain terbaik dari berbagai klub - bertemu dengan tangan dingin Rinus Michels. Mereka sepertinya ingin menggelarkan tota football bagian kedua. Hasilnya sudah terasa di babak penyisihan kejuaraan ini. Satu grup dengan Polandia, Hungaria Yunani, dan Siprus, kesebelasan oranye in: terlalu perkasa. Pada delapan pertandinan hanya dua kali mereka ditahan seri. Oleh Polandia dan Yunani. Selebihnya menang. Sebanyak 15 gol dibikinnya, dan hanya kebobolan sebuah gol dari Yunani. Maka, mereka sangat dijagokan untuk menjadi kampiun, seperti halnya Inggris dan Jerman Barat. Gullit bintangnya. Peranakan Suriname ini menenggelamkan kepopuleran dan harga transfer Maradona. Untuk kepindahannya dari . klub PSV, AC Millan- Italia membayar RF 13,5 milyar. Gelandang in selalu hadir di segenap penjuru lapangan - kadan menjadi palang dan kadang merobek gawang lawan. Ia mungkin bisa disebu kombinasi boxer dan sprinter. Tubuhnya mirip petinju tinggi 186 cm dan bera 83 kg - tapi ia sanggup berlari 11 detik per 100 meter. Hampir menyamai ke cepatan lari Purnomo, jago lari kita. Ia memimpin kesebelasannya seperti Cruyf dulu. Tapi Belanda nyaris ter gusur. Waktu melawan Un Soviet, mereka mengurung hampir di sepanjang waktu Namun, mereka terbentuk oleh kepiawaian kiper Soviet, Dessaev. Gawang Van Breukelen malah dibobolkan Vassily Rats. Belanda dipecundangi 1-0. Ada Van Basten, untungnya. Lewat permainan padu, lewat kerja sama manis, dan dengan kecerdikan luar biasa mengecoh pemain lawan, Baste membikin hattrick - mencetak tiga go "Pengalaman terindah bagi saya," ujarny Belanda menggulung Inggris 3-1. Wiem Kieft-tak mau-kalah. Ia buktika bahwa sebagai bekas pencetak gol terbanyak di liga Belanda ia pantas tampil sebag penyelamat. Ketika timnya frustrasi menggempur Irlandia, ketika mereka perlu menang untuk tampil di semifinal, ketika pertandingan delapan menit lagi usai, Kie mencetak gol. Sorak pun berkumandang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini