Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Monchi, 47 tahun, larut dalam sukacita di Stadion St. Jakob-Park, Basel, Swiss, Rabu malam dua pekan lalu. Pernik-pernik confetti tampak bertengger di jas hitamnya, juga di kepalanya yang plontos. Di tengah lapangan, pria bernama asli Ramon Rodriguez Verdejo itu mengangkat tinggi-tinggi trofi Liga Europa yang baru saja diraih Sevilla. Di sekelilingnya, para pemain dan suporter klub asal Spanyol itu, yang jumlahnya mencapai 7.000 orang, terus bersorak, bernyanyi, dan menari merayakan keberhasilan menjadi juara, setelah mengalahkan Liverpool 3-1 di partai final.
Ketika selebrasi mulai mereda, Monchi termasuk yang paling diburu wartawan. "Saya benar-benar kehilangan kata-kata. Gelar ini diraih dengan sulit tapi juga jadi pencapaian yang luar biasa," ujarnya. Sebagai Direktur Olahraga Sevilla, ia tak terlibat langsung dalam pengaturan strategi di partai final itu. Tapi jasanya tak mungkin diabaikan. Harian Inggris, Daily Mail, bahkan menyebutnya "Mr Moneyball di balik sukses Sevilla".
Berkat kepiawaian Monchi di bursa transfer, Sevilla menjelma menjadi tim paling sering menjadi juara di Liga Europa (sebelumnya Piala UEFA), yakni lima kali. Kemenangan di Basel juga menjadikan mereka satu-satunya tim yang bisa menjadi juara dalam tiga musim beruntun. Pria ini pun berperan besar dalam mengantar Sevilla merebut sembilan gelar dalam sepuluh tahun terakhir.
Sejak diangkat menjadi direktur olahraga pada 2000, bekas kiper cadangan ini mampu menerapkan prinsip Moneyball di klub berjulukan Los Rojiblancos alias Merah dan Putih itu. Ia bahkan bisa dianggap contoh paling sukses dalam memindahkan metode yang melegenda di kompetisi bisbol Amerika itu ke bidang sepak bola.
Moneyball dikembangkan Billy Beane saat menjadi manajer di tim bisbol Oakland Athletics di Amerika pada 1998. Pria yang kini berusia 54 tahun itu menggunakan data statistik untuk mendapatkan pemain murah tapi berkualitas. Ia juga bersandar pada data statistik saat menempatkan pemain di lapangan, termasuk menentukan urutan para pemukul.
Beane akhirnya sukses mengantar klub papan tengah itu menjadi tim yang disegani. Athletics lolos playoff empat musim berturut-turut, bahkan bisa memecahkan rekor berusia 100 tahun dengan menang dalam 20 laga secara beruntun. Kesuksesan itu kemudian dituangkan dalam buku berjudul Moneyball: The Art of Winning an Unfair Game pada 2003. Delapan tahun kemudian, sebuah film dibuat dari kisah itu, dengan judul Moneyball dan dibintangi Brad Pitt.
Monchi dihadapkan pada situasi yang mirip seperti dihadapi Beane di Athletics. Saat ia ditunjuk jadi direktur, Sevilla baru terdegradasi dari divisi I dan terlilit krisis finansial. Dewan direksi memberinya dua tugas utama: mengembangkan sistem pendidikan pemain muda dan menerapkan pencarian pemain di dalam dan di luar Spanyol. Ia tampaknya berhasil memenuhi kedua target itu. Sevilla kini dikenal sebagai penghasil pemain hebat, juga jadi tim langganan trofi.
Setiap musim, Monchi menggerakkan mesin pencari bakat dari kantornya yang menghadap ke Stadion Ramon Sanchez Pizjuan, markas Sevilla. Dia dibantu 16 pemantau pemain yang bergerak di 16 liga. Para pemantau berkonsentrasi pada liga masing-masing dan setiap bulan mengirim laporan pemain terbaik untuk 11 posisi.
Pada akhir tahun, informasi yang terkumpul ditelaah dan disaring lagi. Biasanya akan terkumpul sekitar 700 nama pemain untuk diseleksi. Selanjutnya mereka diamati dalam lima atau enam pertandingan: kandang, tandang, internasional. Saat itulah statistik tiap pemain benar-benar dikumpulkan dengan telaten dan detail.
Setiap awal Mei, Monchi dan timnya bisanya sudah punya 20 pemain untuk tiap 11 posisi di lapangan. Para pemain inilah yang nantinya akan jadi buruan di bursa transfer menurut kebutuhan pelatih. Banyaknya alternatif di tiap posisi akan menguntungkan mereka saat bersaing melawan klub yang lebih kaya.
Dengan metode seperti itu pun pelatih biasanya tetap menghadapi tantangan berat. Pemain baru, sebagus apa pun, pasti butuh adaptasi. "Karena itulah kami cenderung tampil buruk pada awal musim," kata Monchi. Pada awal musim ini, misalnya, pelatih Unai Emery, yang kehilangan Aleix Vidal yang dibeli Barcelona, gagal menang dalam lima pertandingan awal La Liga.
Awal musim yang buruk itu pula yang ikut menjadi penyebab Sevilla hanya finis di urutan tujuh klasemen pada akhir musim. Kesempatan melakukan penebusan dengan merebut gelar Piala Raja (Copa del Rey) tak juga bisa dimanfaatkan karena Los Rojiblancos kalah 2-0 dari Barcelona dalam partai final di Madrid, Ahad dua pekan lalu. Untungnya Sevilla tetap bisa lolos ke Liga Champions musim depan berkat keberhasilan menjuarai Liga Europa.
Tiket ke kompetisi terhormat Eropa itu jadi salah satu bukti keberhasilan sistem kerja Monchi. Selain prestasi, metode Moneyball telah membuat Sevilla untung besar-mencapai 157 juta pound sterling atau sekitar Rp 3 triliun dalam 10 tahun terakhir-dari penjualan pemain bintang yang awalnya mereka beli dengan harga murah. Beberapa pemain yang merupakan alumnus klub itu antara lain Sergio Ramos (Real Madrid), Dani Alves (Barcelona), Jesus Navas (Manchester City), Ivan Rakitic (Barcelona), dan Alberto Moreno (Liverpool).
Selain dihadirkan Sevilla hingga final, keajaiban Moneyball sempat terjadi di babak awal Liga Europa musim ini. Pada Februari lalu, di babak 32 besar, klub gurem asal Denmark, Midtjylland, sempat membuat kejutan dengan mengalahkan Manchester United 2-1. Sayang, klub itu gagal lolos karena dalam pertemuan kedua ditekuk United 1-5.
Bos Midtjylland, Matthew Benham, menerapkan metode Moneyball sejak jadi pemilik saham mayoritas klub itu dua tahun lalu. Dengan investasi hanya 6,2 juta pound sterling atau sekitar Rp 120 miliar, ia membangun klub langganan papan tengah itu hingga menjadi juara Liga Denmark pada musim lalu.
Benham, 53 tahun, juga harus melihat metode favoritnya itu gagal memberi keajaiban di klub Inggris miliknya, Brentford. Setelah musim lalu promosi ke Divisi II, musim ini klub itu gagal naik ke Liga Primer Inggris. Brentford kalah bersaing dengan Burnley, yang ternyata menerapkan prinsip-prinsip Moneyball. "Billy Beane sendiri mengakui Moneyball tak bisa diterapkan dengan baik di sepak bola, tapi ada versi tertentu darinya yang bisa digunakan-kita bisa membuat statistik pemain, melihat kondisi fisiknya, dan hasil teknisnya," kata Sean Dyche, pelatih Burnley, setelah memastikan timnya promosi.
Moneyball juga ikut berperan menyelamatkan Sunderland lolos dari jerat degradasi. Mereka mampu bertahan di Liga Primer setelah menekuk Everton 3-0, tiga pekan lalu. Pelatih klub itu, Sam Allardyce, sudah memakai metode berbasis statistik tersebut sejak pertama kali tiba di Stadium of Light, Oktober tahun lalu. "Data sangat penting dan memberi saya keuntungan besar dalam mempersiapkan tim menghadapi lawan," katanya.
Allardyce tergila-gila metode Moneyball setelah pada 2003 bertemu dengan Billy Beane, yang kini jadi konsultan di klub Belanda, AZ Alkmaar. Ia pun akan menggunakan metode yang sama saat merekrut pemain untuk musim mendatang. Pelatih 61 tahun ini akan sedikit leluasa di pasar transfer karena punya modal 69 juta pound sterling atau sekitar Rp 1,3 triliun dari pembagian hak siar televisi pada akhir musim ini.
Dana yang dimiliki Sevilla justru lebih kecil ketimbang Sunderland. Los Rojiblancos diprediksi hanya mendapatkan 21,5 juta euro atau sekitar Rp 326,6 miliar dari menjuarai Liga Europa dan potensi pemasukan tampil di Liga Champions. Artinya, Monchi kembali harus pandai-pandai berakrobat di bursa transfer. Tantangannya pun akan lebih besar karena klub itu dipastikan kehilangan bintang asal Argentina, Ever Banega, yang akan hengkang ke Inter Milan. Dua pemain kunci lain, Kevin Gameiro dan Grzegorz Krychowiak, juga sudah diincar sejumlah klub besar.
Tapi Monchi tak khawatir. Baginya, kepergian pemain bintang dari klub bisa terjadi terus-menerus, tapi timnya selalu punya cara untuk menemukan pengganti.
Nur Haryanto (Guardian, Dailymail, ESPN), Nurdin Saleh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo