Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETUA Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali merasa pemberitaan miring tentang lembaganya belakangan ini berlebihan. "Kalau sudah menyangkut pengadilan, pasti dibesar-besarkan," kata Hatta di ruang kerjanya.
Nama Mahkamah Agung kembali tercoreng setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada pertengahan April lalu. Saat ditangkap, Edy diduga menerima suap dari seorang pengusaha.
Perkara ini belakangan menyeret Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. KPK menemukan ada uang di ruang kerja dan rumahnya. Padahal, dua bulan sebelumnya, KPK baru saja mencokok Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.
Hatta mengaku tak terlalu risau menghadapi perkara yang mencoreng lembaga yang ia pimpin itu. Pria 66 tahun ini mengatakan mekanisme pengawasan dan pembinaan di lingkup internal lembaganya sudah ketat. Ia mengatakan Badan Pengawas Mahkamah Agung pun sudah memanggil Nurhadi. Kalaupun ada kejadian yang mencoreng nama pengadilan, ia berdalih bahwa hakim juga manusia.
Kamis dua pekan lalu, ditemani Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur serta beberapa anggota staf, Hatta menerima wartawan Tempo Syailendra Persada, Reza Aditya, Dwi Wiyana, dan fotografer Franoto. Selama sekitar satu setengah jam, ia berbicara tentang banyak hal, dari persoalan Nurhadi, mutasi hakim, hingga pandangannya tentang kekerasan seksual. Di akhir wawancara, Hatta berpesan, "Fotonya tampilkan yang garang, yah."
Setelah wawancara, Hatta juga menambahkan sejumlah keterangan melalui pesan pendek kepada wartawan Tempo Raymundus Rikang.
Bagaimana Mahkamah Agung menyikapi perkara yang menyeret Nurhadi?
Badan Pengawas Mahkamah Agung sudah memeriksa Nurhadi bulan lalu. Persis ketika pemberitaannya ramai.
Apa hasil pemeriksaan itu?
Yang jelas, kami sudah melakukan pemeriksaan. Nurhadi membantah semua yang dituduhkan kepadanya. Dia merasa tidak bersalah. Tapi, karena sudah ada tindakan hukum oleh KPK dengan mencekalnya ke luar negeri, kami serahkan sepenuhnya ke KPK.
Bagaimana mekanisme pemeriksaannya?
Kami menelusuri semua yang ada di pemberitaan, termasuk merunut perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan, soal perkaranya, tidak ada masalah. Kami juga memanggil sopir Nurhadi, yakni Royani, yang juga sedang ramai dibicarakan sebagai perantara.
Apa hasil pemeriksaan Royani?
Dia tidak datang. Sudah sebulan tidak masuk.
Anda tidak curiga?
Kami sudah datang ke rumahnya. Menurut tetangganya, dia sudah lama tidak ada di rumah. Badan Pengawas sudah melakukan apa yang menjadi tugasnya. Sekarang kami serahkan ke KPK karena mereka sudah bergerak juga. Lagian, saya juga heran kenapa Nurhadi dibawa-bawa dan dituduh mempengaruhi putusan. Sekretaris tidak ngurusi perkara.
Apa sebenarnya tugas Sekretaris Mahkamah Agung?
Sekretaris itu sifatnya hanya pendukung. Biasanya masalah sarana, fasilitas, dan sebagainya. Tidak ada kaitannya dengan urusan perkara. Maka kami pun kaget, apalagi di berita disebutkan Nurhadi sampai ikut campur menentukan majelis. Mana ada itu? Omong kosong.
Tapi KPK menemukan uang di ruang kerja dan di rumahnya, yang diduga berkaitan dengan perkara di Mahkamah Agung….
Dia mengatakan tidak ada.
Siapa yang bertanggung jawab dalam penentuan hakim di Mahkamah Agung?
Perkara masuk ke Biro Umum. Kemudian dibawa ke Direktur Pranata dan Tata Laksana untuk dilihat kelengkapan administrasinya. Kalau masih ada yang kurang, dikembalikan ke pengadilan pengaju. Kalau sudah lengkap, baru didaftarkan di panitera. Oleh panitera kemudian baru diajukan ke Ketua Mahkamah Agung untuk didistribusikan ke kamar-kamar.
Ketua Mahkamah Agung berwenang menentukan hakim?
Tidak, saya hanya mengirim ke ketua kamar sesuai dengan perkara yang diajukan. Nanti ketua kamar akan menunjuk siapa ketua dan anggota majelisnya. Berkas perkara secara bersamaan dipelajari oleh ketiga hakim yang ditunjuk. Lalu ketua majelis yang menangani perkara akan menentukan kapan hari sidangnya. Tidak mungkin ada yang mengintervensi.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan Mahkamah Agung untuk memutus perkara?
Menurut Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 214 Tahun 2014, dalam waktu 250 hari sejak berkas masuk ke Bagian Umum harus sudah dikirim ke pengadilan pengaju. Artinya, putusan juga sudah keluar. Kalau dulu, satu tahun sejak diregister oleh panitera. Saya juga mengeluarkan aturan yang mengharuskan perkara sudah putus maksimal tiga bulan setelah majelis hakim menerima berkas. Putusan sekarang pun lebih berkualitas karena menggunakan sistem kamar.
Bagaimana dengan evaluasi sistem kamar? (Mahkamah Agung baru menerapkan sistem kamar pada 2014. Ada lima kamar, yaitu kamar pidana, perdata, agama, militer, dan kamar tata usaha negara.)
Sangat bagus. Pertama, jumlah sisa perkara pada akhir tahun yang belum selesai berkurang drastis dibanding dulu. Pada 2007-2010, sisa perkara bisa mencapai 17-20 ribu per tahun. Kemudian, setelah menerapkan sistem kamar, pada 2015 sisa perkara bisa 3.950.
Kedua, hakim lebih profesional dan cepat dalam memutus karena memang sesuai dengan bidangnya. Kalau bukan bidangnya, bisa baca berkas sampai sepuluh kali. Juga konsistensi putusan lebih baik karena setiap kamar mengikuti dinamika hukum. Kalau ada yang baru, kamar akan berdiskusi.
Anda mengatakan tidak mungkin mengintervensi pemilihan hakim, tapi nyatanya masih ada orang seperti Andri….
Namanya juga menjaga manusia, tidak gampang. Menjaga Anda itu susah. Saya tidak tahu pribadi Anda. Kalau menjaga meja, taruh di gudang gampang, karena pasti tidak akan keluar. Tapi, kalau manusia dimasukkan di gudang, di penjara saja masih cari akal bagaimana bisa kabur. Maka kami heran, kok, masih ada kejadian seperti ini. Padahal bukan main ketatnya di sini. Kalau dulu kan bebas orang naik ke lantai-lantai di Mahkamah Agung. Sekarang tidak. Semua pakai kaca. Ada tamu, lapor dulu, mau diterima atau tidak. Kalau berkaitan dengan perkara, tidak akan diterima.
Mungkin masih ada celah....
Nah, ini spekulasi. Yang ada itu orang mengaku dekat dengan hakim, terus masyarakat percaya karena dia pegawai Mahkamah Agung. Ada kejadian orang tertipu pensiunan Mahkamah Agung. Bisa jadi dia menjual nama Mahkamah Agung, seolah-olah bisa mengatur siapa hakimnya.
Dalam persidangan Andri beberapa waktu lalu, hakim membuka rekaman percakapan dia dengan Kosidah (pegawai kepaniteraan muda pidana khusus Mahkamah Agung) soal pengaturan hakim. Bagaimana itu?
Ini juga spekulasi. Saya bilang si Andri itu sudah lama di sini, tapi dia blo'on. Masak, minta tolong kepada Bu Ida, "Tolong ya, please, jangan Artidjo hakimnya." Emangnya Ida itu yang ngatur hakim? Padahal siapa yang berani mengatur Pak Artidjo (Ketua Kamar Pidana, Artidjo Alkostar). Saya saja enggak berani, ha-ha-ha….
Tapi Anda tidak bisa menutup mata bahwa korupsi di lembaga peradilan masih ada. Ombudsman RI juga menemukan adanya calo perkara.
Kalau dibandingkan dengan dulu, rata-rata pengaduan sudah jelas berkurang. Kalau yang sekarang ramai kan karena kebetulan tertangkap. Coba tanya di semua lembaga, mana yang tidak. Hanya, kami ini kebetulan kena operasi tangkap tangan, maka ramai. Tapi tak apa-apa. Saya, sih, melihat ini sebagai tanda cinta kepada pengadilan. Saking cintanya, diangkat-angkat. Ini tanda baik. Karena dengan demikian kami terbuka untuk membenahi diri karena apa yang dilakukan sangat maksimal, tapi kecolongan. Salah satunya membentuk satuan tugas internal.
Anda mengatakan pengaduan berkurang, tapi data yang kami miliki justru ada kenaikan?
Bisa jadi, sebab pengaduan hakim itu tidak melulu soal perkara. Bisa juga oleh istrinya atau mertua karena ketahuan selingkuh. Masalah pribadi banyak. Hakim itu kan manusia biasa. Lihat perempuan cantik juga goyah. Namanya manusia biasa, susah jaga. Kami juga mempunyai badan pengawas untuk menyelidiki setiap aduan.
Tak henti-hentinya kami melakukan pembinaan kepada semua pengadilan. Kami pun tak henti-hentinya mengingatkan. Tapi, maklumlah, yang dijaga ini kan manusia. Manusia ini karakternya banyak. Kami sangat sesalkan kalau di sana-sini ada oknum yang melakukan penyimpangan. Sebab, harapan kami jangan ada oknum Mahkamah Agung atau jajaran peradilan yang berbuat salah. Tapi, namanya manusia, ya, beginilah yang terjadi.
Sepertinya Anda pesimistis lembaga pengadilan tidak akan pernah bersih?
Kami akan terus memperketat pengawasan para hakim. Tapi, ya, kembali lagi ke manusianya. Coba lihat, perkara narkoba. Orang bilang pengguna narkotik dihukum berat, bahkan bisa hukuman mati. Tapi ternyata enggak habis-habis.
Mahkamah Agung sama sekali tidak menoleransi perbuatan para oknum pegawai dan akan mengambil tindakan tegas bagi pelanggar.
Meski Mahkamah Agung sudah berupaya membersihkan MA dan peradilan di bawahnya, ternyata masih ada hakim bermasalah. Paling baru, ada dua hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Bengkulu ditangkap KPK. Komentar Anda?
Kami mengecam keras tindakan hakim tersebut. Saya baru menyetujui pemberhentian empat karyawan pengadilan, termasuk sopir Pak Nurhadi. Pemberhentian itu merupakan tindak lanjut informasi dari Ombudsman RI. Badan Pengawasan MA mengambil tindakan tegas berupa pemberhentian. Tidak ada ampun.Ihwal dua hakim Pengadilan Tipikor yang tertangkap, kami akan tetap mengambil tindakan tegas. Ini kami manfaatkan sebagai momentum yang baik untuk membersihkan MA dan peradilan di bawahnya. Pada dua hakim Tipikor yang ditangkap, tadi saya sudah minta kepada Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum supaya dilakukan pemberhentian sementara.
Apa tugas satgas yang Anda bentuk?
Satgas ini baru dibentuk tiga bulan. Mereka hakim dari daerah yang tugasnya hanya jalan-jalan memantau para hakim di Mahkamah. Tugas utama mereka untuk memastikan perkara cepat diputus dan diunggah ke website.
Apa keuntungan dari putusan cepat diunggah?
Tentunya agar orang yang memiliki perkara bisa segera tahu apa hasilnya, sehingga ada rasa keadilan yang terpenuhi. Misalkan, selama ini ada orang dituduh korupsi, kalau putusan diunggah cepat, keluarga akan tahu benar-tidaknya tuduhan itu.
Tapi masih banyak yang mengeluhkan sulitnya mencari tahu perjalanan perkara, bahkan salinan putusan juga susah dicari.
Kami sudah terhubung dengan semua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di daerah. Mereka diwajibkan secepatnya, maksimal 14 hari setelah putusan, mengunggah vonis ke Direktori Putusan Mahkamah Agung. Tentu ada batasnya, tidak bisa semua seketika diunggah ke situs kami. Maka Mahkamah Agung meminta putusan-putusan yang menarik perhatian masyarakat diutamakan. Kalau yang maling ayam enggak usahlah, bikin penuh situs, toh enggak ada yang lihat.
Soal pengawasan, banyak orang melihat hubungan Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial tidak akur....
Ah, enggak ada itu. Kami sudah punya perjanjian bersama. Salah satu isinya, kalau kami sama-sama menyelidiki hakim dan ternyata putusannya berbeda, akan dibentuk tim gabungan untuk menyelidiki ulang.
Komisi Yudisial meminta pengawasan mereka kepada hakim, khususnya teknis putusan, diperkuat. Bagaimana menurut Anda?
Kalau soal teknis putusan enggak mungkin. Masak, setiap putusan minta diawasi. Bayangkan kalau setiap hakim mau memutuskan perkara lalu dipersoalkan, nanti keberanian hakim tidak ada. Hakim juga harus independen, tidak boleh diintervensi.
Dalam perkara hakim Sarpin Rizaldi, Komisi Yudisial menyatakan ia melanggar kode etik dan meminta Sarpin dinonaktifkan selama enam bulan. Kenapa Mahkamah Agung tidak menjalankan rekomendasi itu?
Putusan yang dikeluarkan oleh Sarpin adalah bagaimana seorang hakim menafsirkan undang-undang. Nah, ini yang saya maksud teknis yudisial dan tidak boleh diperdebatkan. Saya rasa hakim harus bisa mengeluarkan putusan yang progresif.
Tapi mengapa putusan yang Anda sebut progresif itu menuai banyak reaksi di masyarakat?
Wajar itu, namanya putusan pasti yang kalah enggak suka. Asalkan jangan sampai enggak sukanya ini kebablasan sampai menghina hakim. Maka saya setuju perlu adanya perlindungan terhadap hakim, agar mereka berani dalam memutus dan tidak mudah ditekan.
Banyak hakim mengeluhkan tidak transparannya promosi dan mutasi. Beberapa hakim di daerah bahkan mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat tentang adanya main mata dalam hal promosi dan mutasi. Apa tanggapan Anda?
Kami sudah mempunyai sistem promosi yang ketat. Semua transparan dan terstruktur. Sekarang kami mengukur kualitas para hakim. Kalau hakim merasa berkualitas, tidak usah khawatir. Kalau dulu memang enggak jelas.
Kami juga menjamin para hakim yang ada di pelosok akan dimutasi, maksimal dua tahun akan dipindah ke daerah lain. Saya juga merasakan sendiri dulu ketika awal jadi hakim ditempatkan di daerah terpencil. Tapi dinikmati saja, enggak kayak hakim sekarang, banyak yang cengeng. Lihat, saya terima apa adanya, bisa jadi Ketua Mahkamah Agung, ha-ha-ha....
Bagaimana bisa mengadu kualitas hakim di pengadilan kota dengan pelosok?
Tenang saja, semua sudah ada sistemnya. Bagaimana penilaiannya sudah ada. Ini ibarat mau bikin baju sudah ada polanya, tinggal jahit saja.
Sekarang ini banyak perkara yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku, tapi banyak kritik hakim tidak siap menghadapi peradilan anak?
Sebenarnya sudah ada surat edaran dari kami kepada pengadilan tentang bagaimana menghadapi pengadilan anak. Salah satunya, kami mengharuskan hakim yang menangani anak sudah memiliki sertifikat khusus. Bahkan ada pelatihannya. Hal teknis juga kami atur, seperti melarang hakim menggunakan toga karena ini soal psikologi anak. Dan, kalau bisa hakimnya perempuan, agar ada sentuhan keibuan. Tapi, ya, jumlah hakim perempuan masih sedikit.
Pengadilan juga sedang menjadi sorotan karena tidak berani menghukum keras pelaku pemerkosaan….
Ingat, hakim itu bukan ilmu pasti, dua tambah dua sama dengan empat. Hakim harus menilai apakah ini pemerkosaan murni atau mau sama mau atau malah perempuannya yang mancing. Tiga aspek ini harus dinilai.
Dalam setiap pemerkosaan, pasti ada unsur pemaksaan, dan itu melibatkan lelaki yang merasa berkuasa....
Sejatinya, saya setuju bahwa pemerkosaan yang benar-benar murni harus dihukum berat. Para hakim juga agar menaruh perhatian khusus kepada perkara kesusilaan terhadap anak dengan memberi ganjaran hukuman yang setimpal sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Sebab, kasus semacam itu sedang marak dan korbannya cukup banyak. l
MUHAMMAD HATTA ALI Tempat dan tanggal lahir: Parepare, Sulawesi Selatan, 7 April 1950 Alamat: Kompleks Modern Land Bukit Golf Barat II Blok HG 5/38, Cipondoh, Tangerang, Banten Karier: Pegawai negeri di Departemen Kehakiman (1 Juni 1979) | Hakim Pengadilan Negeri Sabang (5 April 1984) | Kepala Pengadilan Negeri Bitung (18 November 1996) | Sekretaris Ketua Mahkamah Agung (29 Desember 2004) | Dirjen Badan Peradilan Umum (2 Agustus 2005) | Hakim Agung (23 Juli 2007) | Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung (8 April 2009) | Ketua Mahkamah Agung (8 Februari 2012-sekarang) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo