Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Menanti Ani Menjadi Anang

Masalah hipospadia bisa diketahui dengan screening sejak dini. Makin dewasa diketahui, makin besar risiko penanganannya.

30 Mei 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Remaja berambut cepak itu melangkah hati-hati menuju ranjang di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, Surabaya, Senin dua pekan lalu. Tangannya memegangi bagian depan sarung kotak-kotak cokelat yang dia kenakan, seperti sehabis sunat. "Isih (masih) perih di tempat bekas operasi," tuturnya sambil menunjuk ke arah bawah perutnya.

Ani Khasanah, nama remaja 16 tahun itu, baru menjalani operasi kedua rekonstruksi alat kelamin. Bukan operasi khitan atau penggantian kelamin yang sering dilakukan transgender, tapi operasi untuk mengeluarkan kelelakiannya akibat kelainan bawaan.

Dokter memvonis Ani menderita hipospadia, salah satu jenis kelainan pada saluran kemih atau uretra dan penis. Dalam kondisi normal, lubang uretra untuk mengeluarkan urine ini terletak di ujung penis. Tapi, pada pengidap hipospadia, lubang untuk pipis ini berada di bagian bawah penis.

Menurut dokter, hipospadia yang diidap Ani tergolong berat, yakni hypospadia plus chordee dan scrotum bifidum. "Posisi penisnya bengkok ke dalam, sehingga menyerupai organ kelamin perempuan," ujar dokter spesialis urologi Johan Renaldo, yang menangani Ani.

Karena alat kelamin Ani mirip vagina, keluarganya pun terkecoh. Mereka menganggap Ani perempuan sampai beberapa bulan lalu. Kedua orang tuanya, Setu dan Tutik, tak menyadari bahwa anaknya laki-laki. Ani dibesarkan layaknya anak perempuan, tapi sifat laki-lakinya tetap terlihat.

Ketika sekolah dasar, Ani lebih suka bermain bola, layangan, dan permainan anak laki-laki lainnya ketimbang permainan perempuan. Ekstrakurikuler yang dia ambil pun macho, seperti sepak bola dan bela diri. "Sampai tetangga podo ngrasani (bergunjing), bocah wedok kok gumbule lanang wae (anak perempuan kok bergaulnya sama laki-laki terus)," ucap Fatimah, bibi Ani.

Tapi, ketika kelas V sekolah dasar, Ani mulai gelisah. Ia mengutarakan kepada orang tuanya tentang keraguannya sebagai perempuan. Mereka lalu memeriksakan Ani ke puskesmas setempat. Dokter umum di sana menyatakan Ani adalah perempuan. Bahkan sang dokter menyatakan Ani punya rahim. Setelah itu, Ani pun terus diperlakukan sebagai perempuan.

Memasuki bangku sekolah menengah pertama, Ani mulai mengenakan kerudung. Ketika salat pun ia masuk saf perempuan. Tapi semua itu tak mengubah kebiasaannya bergaul dengan laki-laki. "Teman-teman podo ngerasani, sih, tapi aku cuek aja," ujar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Semen, Kediri, Jawa Timur, itu.

Memasuki usia pubertas, Ani semakin bingung. Payudaranya tak tumbuh. Justru suaranya yang kian berat, seperti remaja laki-laki. Akhirnya, ia menjelaskan kondisinya kepada gurunya. Para guru pun sepakat memeriksakannya ke Puskesmas Semen, yang kemudian merujuknya ke RSUD Gambiran, Kediri. Hasilnya, Ani dinyatakan memiliki kromosom XY, yang berarti ia laki-laki.

Dalam pemeriksaan radiologi pun, warga Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, itu dinyatakan memiliki kelainan bentuk kelamin. Ani memiliki prostat dan testis di kanan-kiri yang tersembunyi di perut bagian bawah. Rahim yang dulu disebut oleh dokter puskesmas pun ternyata tak ada.

Kasus hipospadia sebenarnya tak langka. Menurut Arry Rodjani, dokter spesialis urologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ada satu kasus hipospadia dalam 300 kelahiran bayi laki-laki. Tapi belakangan kasusnya semakin banyak, menjadi satu kasus per 200-250 kelahiran.

Ia menduga hal itu disebabkan oleh gaya hidup ibu selama hamil. Menurut dia, memakai bedak dan mengkonsumsi makanan yang mengandung pupuk ada kemungkinan dapat mempengaruhi androgen, yaitu kelompok hormon seperti testosteron, yang bertanggung jawab terhadap pengembangan karakteristik laki-laki.

Ada banyak jenis hipospadia dilihat dari berat-ringan kelainannya. Jika kelainannya ringan, bentuk penisnya masih terlihat, sehingga penderita sudah ditangani sejak baru dilahirkan. Tapi, kalau tergolong berat, menurut Arry, secara kasatmata memang sulit dilihat. "Ada yang penisnya seperti klitoris, buah zakarnya terbelah seperti vagina, lubang saluran kencingnya juga di bawah," katanya.

Akibatnya, kelainan ini tak cepat terdeteksi, seperti yang dialami Ani. Padahal, Arry mengatakan, kelainan ini sebenarnya bisa diketahui lebih dini jika orang tua lebih jeli memeriksa kondisi fisik anaknya sejak lahir. Screening dilakukan tak hanya dengan melihat kondisi fisik alat kelamin, tapi juga pemeriksaan kromosom seks.

Makin cepat diketahui, makin kecil pula risiko penanganannya. Kalau diketahui sudah dewasa, apalagi dengan masalah yang berat, risiko operasi pembetulannya semakin besar dan membutuhkan waktu lebih lama. Ini karena struktur saraf dan pembuluh darah yang semakin kompleks. Anak pun bisa jadi terbebani secara psikologis karena dibesarkan tak sesuai dengan jenis kelamin sebenarnya.

Menurut Johan Renaldo, untuk kelainan yang berat, perlu beberapa kali operasi untuk memperbaiki saluran kencing. Seperti pada Ani, akhir April lalu ia sudah menjalani operasi tahap pertama untuk menurunkan buah zakar yang tersembunyi. Buah zakar itu kemudian dimasukkan ke skrotum alias kantong zakar. Pembedahan kedua dilakukan pada 9 Mei lalu untuk meluruskan alat kelamin yang sebelumnya bengkok ke dalam. Pembuatan saluran kencing baru akan dilakukan setelah evaluasi selama enam bulan kemudian.

Namun, kata Johan, bukan berarti pasien sudah bisa tenang setelah semua upaya itu sudah dilakukan. Pasien perlu mewaspadai beberapa komplikasi yang mungkin terjadi satu-dua bulan-atau bahkan bertahun-tahun-setelah alat kelaminnya direkonstruksi.

Penyebabnya, dokter menyempurnakan bentuknya dengan cara mengambil kulit di sekitar kelamin. Proses itu memungkinkan saluran kencing buntu. Selain itu, pasien bisa mengalami fistel. "Air kencingnya tak keluar lewat saluran kencing baru, tapi keluar dari kulit kemaluan," ujarnya.

Apa pun risiko yang bakal terjadi, Ani siap menanggungnya demi berubah menjadi laki-laki sepenuhnya. Sambil menunggu pengurusan perubahan identitas di pengadilan tuntas, keluarga sudah menyiapkan nama baru buatnya, yaitu Anang Soetomo. Anang artinya anak lanang (laki-laki), sedangkan Soetomo dibubuhkan untuk pengingat jasa para dokter di RSUD Dr Soetomo.

Ani sudah tak sabar bisa bermain bola dengan bebas seperti remaja laki-laki lainnya. "Bar ngene iso bal-balan (setelah ini bisa main sepak bola)," kata penggemar pesepak bola Cristian Gonzales itu.

Artika Rachmi Farmita (Surabaya), Nur Alfiyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus