"SAYA telah mempelajari kekuatan dan kelemahan PSSI Harimau. Dan
saya sudah tahu bagaimana cara menjinakkan permainan mereka",
lagk team manager PSSI Garuda, T.D. Pardede menyulut sumbu
perang urat syarat, 2 hari menjelang pertandingan antara 2
kesebelasan nasional. Dan tambahnya: "saya tidak hanya ahli
bola. Tapi juga ahli perang. Karena itu akan saya kombinasikan
permainan sepakbola dan strategi perang".
Apa yang diturunkan Pardede di stadion utama Senayan, Kamis 1
Juli malam memang merupakan kesebelasan yang siap dengan sangkur
terhunus. Di lini depan, ia memasang trio penyerang Persipura:
Henky leipon, Jacobus Mobilala dan Timo Kapisa. Dalam final
Piala Soeharto, kebolehan 3 muka ini dalam merobek pertahanan
Persija team PSSI Harimau yang nota bene merupakan wajah lain
dari kesebelasan Jakarta -- tak perlu diragukan, memang.
Di garis pertahanan, Pardede tak ayal menurunkan pula Johanes
Auri dan Martin Jopari, dua back asal Irian Jaya untuk menopang
pola pertahanan Lukman Santoso dan Suhatman dalam menyapu
serangan PSSI Harimau. Suatu kombinasi yang tak merisaukan untuk
bentuk permainan keras dan sapu bersih. Sementara untuk lapangan
tengah dan permainan sayap, tugas itu dibebankan pada Nobon
serta Waskito dan Hadi Ismanto. Dan pilihan Pardede bersama 3
pelatih Iljas Haddademo Suratmo-Januar Pribadi semula memang
tampak memberikan bentuk yang memadai pada jiwa permainan PSSI
Garuda. Nyaris tak ada serangan Iswadi Tumsila-Andi Lala yang
boleh dikatakan merobek kwartet back PSSI Garuda dengan
terobosan yang berarti. Semuanya selalu kandas dalam permainan
Johannes Auri-Suhatman-Lukman antoso-Martin Jopari yang lugas.
Di barisan depan, permainan lugas serupa juga diperlihatkan oleh
Timo Kapisa-Henky Heipon-Jacobus Mobilala-Hadi Ismanto. Dan
bentuk kerjasama itu membuah ketika Timo Kapisa yang bergerak
dari rusuk kanan berhasil menyodorkan umpan ke mulut gawang PSSI
Harimau, dan langsung disabet oleh Hadi Isnnanto. Tanpa memberi
ruang dan waktu berfikir pada kiper Sudarno untuk menyelamatkan
gawang dari kebobolan.
Tapi bentuk permainan PSSI Garuda dengan cepat pula terpedaya
oleh keunggulan itu. Kelugasan semula mulai dibumbui dengan
permainan kasar. Korban pertama dirasakan oleh gelandang kanan
PSSI Harimau, Sofyan Hadi yang digasak oleh Henky Heipon.
Kejadian memang tampak seperti disengaja untuk memancing PSSI
Harimau bermain kasar -- barangkali inilah taktik perang yang
dimaksud Pardede. Tapi PSSI Harimau ternyata tidak sebodoh yang
diduga PSSI Garuda. Begitu Sofyan Hadi -- pemain ini terkenal
bertemperamen panas dan selalu ingin membalas -- diperlakukan
tidak wajar, pelatih Sinyo Aliandu langsung menariknya ke luar
arena permainan. Ia diganti dengan Sumirta. "Kalau hal itu tidak
dilakukan, bukan tak mungkin PSSI Harimau akan terpancing oleh
permainan mereka", ujar team manager PSSI Harimau, F.H. Hutasoit
seusai pertandingan.
Tanpa balas (2) sebelum jedah, memulai permainan lanjutan PSSI
Harimau segera menambal lubang kelemahan dengan menempatkan
Risdianto dan Ronny Pasla -- masing-masing menggantikan
penyerang tengah Tumsila dan kiper Sudarno. Masuknya 2 pemain
inti ini terpaksa memberikan suasana segar dalam kerjasama team.
Lebih-lebih ketika Risdianto berhasil membobolkan gawang Didiek
Nurhadi dengan menyundul operan tend angan bebas Iswadi dari
luar daerah penalti. Kwartet back PSSI Harimau, Dananjaya-Oyong
Lisa Suaeb Rizal-Wahyu Hidayat yang tadinya seolah sudah
berputus asa menyetop serangan PSSI Garuda yang menggebu-gebu,
kembali memperoleh kepercayaan diri.
50 Ribu
Sebaliknya buat PSSI Garuda. Back kanan, Martin Jopari mulai
berangasan mengendalikan Andi Lala. Tapi kiri luar PSSI Harimau
ini bukan tak lihay memperdayakan lawan yang berlaku demikian.
Dengan gerak tipu yang manis, Andi Lala berhasil mengecoh Martin
Jopari, untuk kemudian melakukan trekbl yang cantik pada
Junaidi Abdillah yang berdiri bebas di antara pemain belakang
PSSI Garuda. Umpan dengan cepat bersarang di jala lawan.
Dalam keadaan sama kuat itu, apa yang tersisa di kaki pemain
Garuda tak lain kehendak itu menyap lawan dengan permainan
kasar. Terutama hal itu diperlihatkan oleh pemain-pemain comotan
Persipura. Setelah Martin Jopari mendapat peringatan kartu
kuning dari wasit Alan Altiide, perlakuan yang sama juga menimpa
Timo Kapisa tak lama kemudian. Bermain dalam kondisi peringatan,
Martin Jopari dan Timo Kapisa tak mungkin lagi diharapkan
berbuat banyak untuk menggertak lawan dengan permainan keras
mereka. Dan Iswadi dan kawan-kawan bukan tak arif membaca
situasi demikian. Bersama Andi Lala dan Risdianto, ia tampak
kian menjadi-jadi merobek pertahanan musuh. Melihat gebrakan
itu, Lukman Santoso yang bertindak sebagai pengatur otak
pertahanan PSSI Garuda ikut panik. Apalagi setelah tendangan
bebas yang dilakukan Iswadi pada menit ke-28 babak kedua
berhasil menentukan angka kemenangan buat PSSI Harimau.
Bermain dalam situasi panik, PSSI Garuda tak ubah ibarat pasukan
kalah perang yang tengah mengalami demoralisasi. Imingan
hadiah Rp 50.000 dari Pardede untuk setiap goal yang diciptakan
ternyata tak mampu lagi menaikkan moral mereka untuk bermain
baik dan bersemangat. Dan ini memberi bukti bahwa faktor uang
tak selalu menunjang keberhasilan suatu team, jika kesebelasan
itu memang tidak mampu menjalin suatu komunikasi yang klop antar
pemain seperti yang diperlihatkan PSSI Garuda terutama di babak
kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini