Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Jakarta anjlog

Team tinju dki jaya pada kejuaraan nasional tinju amatir 1976 di bandung gagal. menurut pertina jakarta kegagalan disebabkan petinju masih muda-muda diusahakan menata kembali untuk pon ke ix nanti.

10 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA ikut sertanya Ferry Moniaga, Syamsul Anwar, Frans von Bronckhorst, Wiem Gommies, Boy Bolang, Idwan Anwar, dan Firman Pasaribu, team tinju DKI Jaya ke Kejuaraan Nasional Tinju Amatir 1976 di Bandung, Juni lalu hanya menampilkan 5 finalis 3 finalis junior dari 8 petinju dan 2 finalis senior yang mewakili 9 atlit. Dari 5 finalis itu, hanya 2 petinju senior -- Rachman Mone (Kelas Terbang) dan Eddy Gommies (Kelas Ringan) -- yang membawa medali emas pulang. "Selain petinju Jakarta banyak yang muda-muda, harus diakui pula bahwa petinju daerah banyak memperlihatkan kemajuan dalam kejurnas tahun ini", kilah Ketua II Pengurus Daerah Pertina Jakarta, Boy Bolang membuka pundi alasan kegagalan. Dalih Boy Bolang yang menyebut petinju Jakarta banyak yang muda kecuali usia barangkali -- sulit untuk diterima begitu saja sebagai penyebab kegagalan. Karena dalam team terdapat nama Charles Thomas (petinju Asian Games 1974), Piet Gommies, Dominggus Hoofmesteer, maupun Alfonso Sihombing yang telah agak lama mengecap dunia pertinjuan dan pertarungan tingkat nasional beberapa kali. Dan anehnya nama-nama itu tak seorang pun yang muncul di peringkat final. Melihat kenyataan tak elok itu, publik pun berpaling pada sistim pembinaan yang dilakukan Pertina Jaya. Dari segi ini kuranya tak ada yang pantas dicela. Karena persiapan yang dilakukan cukup memadai. Bahkan petinju asuhan mereka sempat memperlihatkan kcbolehan dalam turnamen tinju Piala AMI-ASMI menjelang keberangkatan. Lalu, di manakah letak kesalahannya? "Jakarta salah perhitungan terhadap perkembangan dunia tinju daerah", penilaian tokoh tinju Jawa Timur, Benny Tandiono. PON IX Agaknya kesalahan perhitungan itulah yang menjadi soal. Kontingen Jawa Timur setelah 7 tahun belakangan gagal meraih lambang supremasi tinju nasional kali ini tampak dengan serius menangani petinju mereka. "Latihan yang kita berikan memang agak berat daripada yang sudah-sudah", ujar Benny Tandiono. Dan hasilnya tidak mengecewakan, memang. Dari 20 petinju dengan perimbangan yang sama antara junior dan senior, mereka berhasil menampilkan 10 finalis -- 4 junior dan 6 senior serta meraih 6 medali emas. Keberhasilan mana mengantar mereka ke tempat terhormat dalam kompetisi puncak musim ini: juara umum kejuaraan nasional tinju amatir 1976. Tapi "kalau petinju-petinju senior Jakarta (maksudnya: Ferry Moniaga dkk) ikut serta, belum tentu Jawa Timur mampu merebut Piala Suharto", ucap Benny Tandiono merendah hati. Sebab, "mereka itu tak punya imbangan lagi". Bertolak dari kekalahan yang diderita kontingen ibukota dan munculnya team Jawa Timur di puncak kejuaraan, agaknya sudah tiba waktunya bagi Pengda Pertina Jakarta untuk kembali menata dan memperbaiki kelemahan mereka. Kalau tidak, bukan sesuatu yang mustahil dalam PON IX nanti, kejadian tragis ini akan terulang lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus