Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Giliran Pelatih Asal Yugo

Wawancara tempo dengan pelatih sepak bola ivan toplak, 61, dari yugoslavia tentang persepakbolaan di indonesia. di sini, tak ada kompetisi serius.

3 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PSSI kembali mendatangkan pelatih asing. Pilihannya kali ini jatuh pada Ivan Toplak, asal Yugoslavia, yang resmi dipakai awal Oktober ini. Selain pernah menangani tim Yugoslavia ke Olimpiade Moskow dan Los Angeles, pria berusia 61 tahun ini juga pernah melatih tim Spanyol ke Piala Dunia 1982. Toplak, yang konon digaji sekitar Rp 16 juta sebulan plus fasilitas rumah, sudah 10 hari di Indonesia dan melihat sejumlah pertandingan. Berikut wawancaranya dengan MD. Ajie dari TEMPO sekitar langkah-langkah untuk membenahi PSSI: Target saya sampai akhir tahun ini adalah mendapatkan gambaran tentang sepak bola di sini. Saya akan membuat penataran dan seminar untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan itu. Setelah itu baru menetapkan program. Problem yang saya tangkap adalah tak ada kompetisi serius di sini. Padahal, kompetisi harus dilakukan. Dua kali Anda melihat kompetisi di Surabaya, apa kekurangannya? Tidak fair kalau saya menilai sekarang. Saya perlu melihat paling tidak 10 kali. Saya juga harus tahu sepak bola di Asia, meski saya kira tak jauh dari kondisi di sini. Bagi saya, sepak bola itu sesuatu yang unik, yang bisa dimainkan setiap orang. Anda tak perlu terlalu tinggi atau malah gemuk. Yang penting menemukan di mana posisi Indonesia saat ini dalam percaturan sepak bola internasional. Apa program Anda dalam waktu dekat ini? Saya belum bisa bilang apa-apa. Tunggu tiga bulan lagi. Baru setelah itu, saya bilang ini oke dan yang itu tidak. Saya punya hak penuh. Sampai akhir tahun ini semua itu harus clear. Habis itu baru bisa kita bikin persiapan ke Pra-Piala Dunia, SEA Games di Singapura, dan Student Games di Colombo. Masih ada lagi Asian Games 1994. Di SEA Games dan Student Games kita bisa mengecek kekuatan, dengan lawan tangguh Singapura dan Qatar. Masalah apa yang akan menghambat? Tahap pertama, barangkali saya hanya butuh empat pelatih yang sudah punya afiliasi ke federasi (maksudnya PSSI). Tiap grup (ada empat, yaitu senior plus usia 23 tahun, usia di bawah 21 tahun, di bawah 19 tahun, dan di bawah 16 tahun) harus ada think man, lantas baru memilih asisten. Dan empat orang ini harus dikontrak federasi. Sebab, bagaimana saya bisa memanggil dia kalau keluarganya tidak makan. Kita harus membereskan ini paling lambat akhir tahun. Kalau ini berhasil, satu langkah telah kami lalui. Setelah melihat peta persepakbolaan di sini, ada komentar? Negara seluas ini hanya punya 10 klub. Mereka harus pergi ke sana-sini. Ini kan tidak efisien. Barangkali, akan lebih baik dibuat tiga grup saja. Katakanlah, Jakarta satu, Jawa selatan satu, plus satu mana lagi. Pengecilan ini akan memudahkan memantau perkembangan. Tapi saya hanya menyarankannya. Kalau oke, mari kita organisasikan secepat mungkin. Bisa digambarkan secara teoretis kondisi sepak bola di sini? Kalau kita bikin suatu piramid, kita ingin mencapai puncak. Sayangnya, fondasinya tidak ada. Kita ingin langsung mulai dari puncak, ini mission impossible. Apakah postur orang Indonesia yang pendek menjadi kendala? Terus terang, memang suatu kekurangan. Tapi, kalau kamu pendek, ya harus main rendah di atas tanah. Meski begitu, ada saatnya perlu bola tinggi, dan Anda butuh orang yang bongsor. Cuma, jangan khawatir, Maradona juga tidak tinggi, toh dia yang terbaik kan? Pola permainan model apa yang akan Anda terapkan? Bukan tipe Inggris, sebab mereka suka bermain lambung. Anda tak bisa mengkopi orang Argentina, sebab Anda tak punya Zico atau Maradona. Jadi, harus menemukan "ibumu" sendiri. Kita akan membikin model sendiri. Ada kelemahan dan ada kelebihan, nah ini perlu diseimbangkan. Maradona pun punya sisi kelemahan, karena itulah ia harus dikawal orang lain untuk menutup kelemahan tersebut. Untuk membuat tim, membuat superstar, menyangkut pemain-pemain lain. Kayak sebuah mozaik. Anda letakkan barang istimewa satu, dan dikerubungi barang-barang murah. Tapi semua kelihatan istimewa. Apakah mudah membuat pola sendiri? Tidak ada yang mudah. Tapi segala sesuatu bisa dipelajari. Ada memang yang dari sononya sudah begitu, tapi soal teknik pasti bisa dipelajari. Pertanyaannya adalah bagaimana di lapangan. Di situ, para pemain bermain dengan dirinya sendiri. Dalam satu detik pemain harus bisa mengambil keputusan yang terbaik. Di sinilah sebenarnya yang membedakan kualitas antarpemain. Bagaimana dengan pemain asing? Ini penting untuk memacu pemain lain. Bahwa sekarang ini pemerintah melarang, pemain asing, besok bisa saja diperbolehkan. Segala sesuatu itu selalu berubah, jadi saya perlu dukungan federasi. Pemain asing bagi Indonesia bisa mempercepat kemajuan persepakbolaan. Saya tak bisa mencetak pemain hebat dalam semalam. Semua harus tahap demi tahap, dan itu harus dimulai diri kita sendiri. Kita tak bisa menunggu orang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus