Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Giliran Si Gundul Dari Malang

Yani Hagler, 18, juara kelas terbang nasional, menandatangani kontrak dengan Boy Bolang untuk memperebuntukan gelar juara dunia melawan Dodie Boy Penasola dari Filipina. (or)

22 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU lagi petinju Indonesia akan menantang juara dunia. Namanya Yani Hagler, 18, kelahiran Pulau Seram, Maluku, yang kini bermukim di Surabaya. Bersama manajernya dari sasana Sawunggaling, Surabaya, Setiadi Laksono, Selasa pekan lalu, juara kelas terbang nasional ini sudah menandatangani kontrak dengan Promotor Boy Bolang, untuk suatu pertarungan perebutan gelar melawan juara dunia kelas terbang versi IBF (International Boxing Federation) Dodie Boy Penalosa dari Filipina. Dalam kontrak itu, yang ditandatangani di hotel Asri, Jakarta, penantang ini akan menerima pembayaran Rp 40 juta. Atau sama dengan harga kontrak Ellyas Pical ketika menghadapi juara dunia yang kemudian dikalahkannya, Ju Do Chun dari Korea Selatan. "Pertandingan perebutan gelar ini sudah direstui IBF dan akan berlangsung di Indonesia, Agustus atau September," kata Boy Bolang. Promotor yang sering mengejutkan ini mengatakan, ia juga sudah mengikat sang juara dunia dengan kontrak lebih dari Rp 80 juta. Bayaran ini Rp 45 juta lebih rendah dari yang diterima Ju Do Chun. Dan memang pertandingan ini pun setingkat lebih rendah dibandingkan Pical-Chun, dulu, yang bertanding di kelas Super-Terbang atau Bantam Yunior. Yani, yang baru September 1983 langsung terjun ke tinju profesional, memang belum dikenal sebagai petinju yang mempunyai pukulan kuat seperti Pical. "Dia petinju yang enak ditonton. Gerak badannya liat, pukulan one-to dan pukulan ross-nya cepat," kata Dali Sofari. Pengusaha yang gemar tinju ini termasuk orang yang ragu sang penantang yang baru 14 kali bertarung - 7 kali menang (5 KO dan 2 TKO), 6 kali menang angka, dan sekali seri - ini akan bisa menundukkan si kidal Boy Penalosa. Banyak orang ragu, memang. Maklum, Yani Hagler, petinju yang kalau mau bertanding sering mencukur gundul rambut di kepalanya itu, memang termasuk pendatang baru di tinju profesional. Yakni ketika, dua tahun lalu, dia bergabung mulamula dengan sasana Sawunggaling, Malang, dan kemudlan pindah ke Surabaya. Lahir di Desa Taniwel, Pulau Seram, Maluku, lelaki bertubuh gempal dan berkulit hitam-manis ini baru sekitar empat tahun memakai sarung tinju. Yakni ketika ia, setelah tak menyelesaikan SMP-nya di Ambon, pindah ke Malang. Ia kemudian bekerja di sebuah bengkel. Ketika bekerja sebagai tukang las di Bengkel Kosim, Malang, inilah petinju ini, yang sebenarnya bernama Yani Wahid Dokolamo, iseng-iseng main pukulan-pukulan dengan anggota Sawunggaling, Malang. Di situ pula, dia berkenalan dengan Pelatih Didik Mulyadi, yang kini juga dipanggil Setiadi Laksono, untuk ikut mempersiapkan pertarungan perebutan gelar. Tukang las ini tertarik untuk terjun benarbenar ke dunia tinju - terutama setelah menonton pertandingan tinju si Juara Kelas Menengah, Marvin Hagler, di layar televisi. Gaya petinju botak berkulit hitam ini amat menarik perhatiannya. Sejak itu pula Yani rajin mengikuti perkembangan petinju favoritnya itu. Bahkan ketika kemudian resmi jadi petinju profesional, petinju yang tinggi 156 cm dan berat 49 kg ihi langsung mengganti namanya dan kemudian mencukur gundul rambutnya, meniru Hagler yang asli. "Jadi, jangan sangka aku punya jimat dengan kepala gundul ini," katanya sambil mengusap kepalanya. Anak kelima dari 12 bersaudara keluarga Abdul Hair Dokolamo, pensiunan peltu Brimob, ini sekarang dipersiapkan bosnya, Setiadi Laksono, untuk pertandingan tiga bulan mendatang. "Aku sudah siap untuk bertanding. Sudah lama kesempatan seperti ini aku tunggu," kata pemuda campuran Ambon-Malang ini bersemangat. Marah Sakti Laporan biro Jakarta dan Surabaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus