UNTUK sementara perhatian dunia beralih dari medan perang Beirut ke pembajakan pesawat. Dalam tempo empat hari, sejak Selasa pekan lalu, berturut-turut terjadi tia kali pembajakan di kawasan Timur Tengah. Korban pertama adalah Boeing 727 Alia (Royal Jordanian Airlines) kedua, Boeing 707 MEA (Middle East Airlines) milik Libanon, dan ketiga Boeing 727 TWA (Trans World Airlines), sebuah perusahaan penerbangan AS. Pembajakan pesawat udara memang lagi mode, tapi tiga peristiwa itu menunjukkan bagaimana para pelakunya berlombalomba mempertontonkan kebolehan mereka. Pembajakan jelas dilakukan karena motivasi politik, tapi masih dalam batas-batas unjuk perasaan bukan unjuk kekuatan. Lima orang milisi Amal Syiah, yang membajak Alia sekitar pukul 09.00 pagi hari Selasa di bandar udara Beirut, ternyata sama sekali tidak melakukan tindak kekerasan.Pesawat Yordania itu memang mereka ledakkan akhirnya, di pojok bandar udara, tapi setelah semua penumpang dan awak pesawat turun. Termasuk delapan petugas keamanan udara Yordania, yang berada di pesawat ketika pembajakan terjadi. Dalam tempo 30 jam pesawat Alia itu, yang sedianya bertolak dari Beirut ke Amman, mula-mula dipaksa terbang ke Larnaca (Siprus), lalu ke Tunis. Setelah berputarputar di atas ibu kota Tunisia itu, akhirnya karena tidak diizinkan mendarat, pesawat kembali ke Beirut. Sekitar pukul 02.00 Rabu dinihari, pesawat bertolak menuju ibu kota Syria, Damaskus, tapi izin mendarat juga tidak diberikan. Sampai tingkat ini pembajak rupanya mulai kehabisan akal. Penasaran, mereka kembali ke Beirut. Lima jam kemudian tiga dari 57 penumpang dibebaskan - termasuk seorang nenek lumpuh - dan pembajak menuntut dipertemukan dengan lima tokoh terkemuka Libanon, di antaranya mufti besar Suni Sheik Hassan Khaled, pemimpin Syiah Mohammed Hussein Fadlalah, dan Mohammed Mehdi Shamseddine. Menjelang Rabu tengah hari - manakala tidak juga terlihat tanda-tanda tuntutan mereka akan dipenuhi - para pembajak yang bersenjatakan AK-47 mengancam akan meledakkan pesawat. Tapi, apa sebenarnya yang mereka inginkan? Seorang pembajak, yang dipanggil Sultan, menuntut supaya semua gerilyawan Palestina diberangkatkan ke Tunis dari Beirut. Sumber lain menduga, lima pembajak Amal Syiah itu bermaksud mclontarkan kemarahan mereka pada Liga Arab yang menuduh gempuran Amal terhadap kamp pengungsi Palestina di Beirut Barat sebagai pengepungan bersimbah darah. Karena itu, sekjen Liga Arab Chadli Klibi dituntut supaya menyaksikan peristiwa itu. Beberapa menit menjelang pukul 14.00 Rabu, sebuah bis mendekat ke pesawat - dan semua penumpang turun tanpa kurang suatu apa. Lima pembajak yang beperawakan tinggi dan berewokan itu juga turun, menembak ke arah moncong pesawat lalu, menghilang bersama jip yang sudah menanti tidak jauh dari sana. Dua ledakan menyusul kemudian, pesawat pun hancur berantakan. Pembajakan berakhir tanpa hasil kecuali membangkitkan amarah pemerintah dan bangsa Yordania. Amman menilai pembajakan Amal Syiah itu sabotase agar upaya perdamaian antara Israel dan Palestina, yang sedang dirintis Raja Hussein, gagal. Tidak lama setelah pembajakan tanpa darah itu berakhir, terbetik berita sebuah pesawat Middle East Airlines milik Libanon di bajak di udara oleh seorang Palestina yang mengaku membawa bom. Dibajak dalam penerbangan Beirut-Larnaca, Rabu pagi, pesawat dengan 166 penumpang berikut awak pesawat itu mendarat dengan selamat. Semua penumpang dibebaskan oleh sang pembajak tunggal, tapi awak pesawat disandera, sementara ia menuntut agar bisa diterbangkan ke Amman dengan pesawat Alia. Berkat campur tangan polisi Siprus, pembajak terbujuk, lalu sesuai dengan permintaan diterbangkan ke Amman. Sama sekali tidak dramatis. Berita selentingan menyatakan, pembajakan gaya amatir ini cuma balas dendam terhadap milisi Amal Syiah. Musibah ketiga menimpa pesawat TWA, pukul 10 pagi Jumat lampau. Dibajak dalam penerbangan dari Athena ke Roma, pesawat berpenumpang 153 orang itu dua kali ditolak sebelum akhirnya diizinkan mendarat di Beirut. Selagi pesawat mengisi bahan bakar, 17 wanita dan dua anak dibebaskan. Pesawat kemudian diperintahkan terbang ke Aljir. Seorang penelepon tak dikenal di Beirut mengaku bahwa para pembajak adalah anggota Komando Jihad yang selama ini tersohor dengan teror bom mobil. "Pembajakan ini sekadar membuktikan bahwa orang Muslim juga sanggup melancarkan pukulan balasan kepada imperialisme AS," kata penelepon. "Rekan seperjuangan kami leluasa bertindak," katanya lagi, "karena itu bisa saja mendiktekan syarat-syarat yang mereka kehendaki." Dari pihak pembajak sendiri ada pernyataan, khusus dibacakan untuk para wartawan. Dalam kesempatan itu, negara-negara Arab diserang, pembebasan Yerusalem dikobar-kobarkan, lalu lima tuntutan dilontarkan, antaranya pembebasan semua tawanan Syiah dari penjara Israel dan kutukan keras terhadap aksi-aksi militer Israel di Libanon Selatan. Dari aksen Libanon Selatan yang begitu kentara, tak dapat tidak salah seorang dari empat (lima?) pembajak adalah milisi Syiah dari wilayah selatan yang berbatasan dengan Israel. Berita terakhir menyebutkan, pesawat TWA yang dibajak itu dibolehkan mendarat di Aljir karena alasan kemanusiaan. Boeing 727 yang kehabisan bahan bakar itu parkir di ujung landasan, sementara perundmgan antara pembajak dan pemilik TWA diatur melalui menara pengawas. Jane Porter - satu dari wanita AS yang dibebaskan di Beirut - menuturkan bahwa pembajak memaksa penumpang terus-menerus menundukkan kepala. Tapi, selain itu, semua baik-baik saja. I.S. Laporan kantor-kantor berita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini