MICHEL Platini berlutut. Lalu mendongakkan kepala sambil mengangkat kedua tangannya ke atas selama beberapa detik. Dan di tengah sambutan gempita sekitar 62.000 penonton Stadion Nasional, Tokyo, Minggu pagi pekan lalu, pemain bola terbaik dunia itu kemudian bangkit berdiri: untuk menerima luapan kegembiraan teman-temannya para pemain Juventus. Kubu klub elite Italia ini memang patut mengelu-elukan kapten kesebelasan mereka itu. Sebab, lewat tendangan kakinyalah, sebuah gol penentuan yang memastikan Juventus sebagai juara antarklub sedunia tercipta. Dan lawan mereka, klub Argentinos Juniors dari Argentina, pun akhirnya menyerah 4-6. Ini skor akhir dari duel tendangan penalti antara kedua kesebelasan terkuat di dua benua itu, setelah bermain sama kuat 2-2, kendati pertandingan sudah diperpanjang 2 x 15 menit. Hasil itu sekaligus menguakkan sebuah sukses baru. Buat Juventus, karena dengan kemenangan itu berarti mereka berhasil menjadi klub pertama Eropa yang bisa memboyong Piala Toyota, yang sejak 1980 sudah ditahbiskan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) sebagai simbol supremasi klub sepak bola dunia. Selama lima tahun itu, piala yang diperebutkan khusus oleh juara klub Eropa dan juara klub Amerika Latin ini didominasi oleh klub-klub kuat Amerika Latin. Berturut-turut mulai 1980 - lanjutan kejuaraan antarklub FIFA sejak 1960 dengan sistem home and away ini - dimenangkan oleh Nacional, Uruguay, yang mengalahkan Nottingham Forest, Inggris. Lalu, Flamengo, Brasil, yang menumbangkan Liverpool, Inggris (1981). Kemudian Penarol, Uruguay, yang mengalahkan Aston Villa, Inggris (1982). Selanjutnya, Gremio, Brasil, yang menundukkan Hamburg, Jerman Barat (1983). Dan Independiente, Argentina, yang menyisihkan Liverpool, Inggris (1984). Dan yang tak kalah pentingnya peristiwa ini adalah buat Platini sendiri. Sebab, pemain terbaik dunia 1984 dan 1985, yang kini sudah berumur 30 itu, menurut majalah World Soccer, sekali lagi telah memperlihatkan kemampuannya sebagai bintang sepak bola yang berhasil membawa klub yang dimasukinya ke puncak kejayaan. Bergabung dengan Juventus, pada 1983, dengan uang pindah Rp 3 milyar lebih, pemain asal Prancis ini sekarang boleh dianggap sukses, antara lain, menjadikan klubnya yang didukung oleh industrialis mobil Fiat, yang bermarkas di Turin, Italia, untuk memboyong semua gelar juara resmi dan tidak resmi FIFA. Berturut-turut, klub ini, yang pernah juga memakai beberapa pemain tenar, Paolo Rossi, dari Italia, dan Zbigniew gelar dalam dua tahun terakhir ini. Di antaranya juara antarklub divisi satu se-Eropa (Piala Champions 1985) juara klub se-Eropa (Super Cup 1985) juara klub antardivisi (Piala Winner 1984) se-Eropa, dan terakhir menjuarai Piala Toyota 1985. Ini di luar hasil sebagai juara Piala Persatuan Sepak Bola Italia 1983 dan juara liga Divisi I Italia 1984 yang hingga kini masih dipegang Juventus. Singkat kata, klub ini, yang sudah berdiri sejak 1897 dan pada 1923 dibeli oleh milyarder pemilik pabrik mobil terkenal Giovanni Agnelli, benar-benar mencapai masa keemasannya setelah masuknya Platini. Tak heran kalau bekas pemain klub Saint-Etienne, di Prancis, yang juga pernah memperkuat tim Piala Dunia Prancis (1978) ini mendapat perlakuan istimewa dari klubnya. Ia, selain menerima gaji bersih lebih dari Rp 400 juta setahun, juga dibebaskan menerima kontrak dari pelbagai perusahaan olah raga. Misalnya, untuk iklan. Sehingga, agak sulit memastikan hasil pendapatan setahun pemain lapangan tengah yang produktif mencetak gol ini. Yang sudah jelas adalah dia, yang sekarang sedikitnya sudah memiliki lima lapangan sepak bola dan 30 lapangan tenis di Prancis, sudah menjadi jutawan baru. Dan apa boleh buat, belakangan ini, jadi incaran pemerasan para mafioso (bandit) Italia yang terkenal itu, seperti ditulis oleh pelbagai media massa. Karena cemas pada ancaman terhadap anak-istrinya itu, Platini, yang kontraknya dengan Juventus akan berakhir Juni 1986, menurut berita di surat kabar, tak akan memperpanjang kontraknya, baik untuk Juventus maupun klub lain di Italia. Betul dia akan mengakhiri kontrak gara-gara ancaman itu? Pemain yang mengaku baru main pertama kali di Tokyo, Jepang - dan ia dihadiahi sebuah mobil Toyota karena terpilih sebagai pemain terbaik pada pertandingan Juventus vs Argentinos Juniors menyangkal kabar itu. "Berita itu tak benar. Kontrak saya memang berakhir musim panas ini (sekitar Juni 1986), tapi saya belum memutuskan apa-apa," katanya kepada Marah Sakti dari TEMPO lewat telepon, Sabtu malam pekan lalu. Dari kamar 743 Hotel Prince, Tokyo, Platini tak membantah bahwa dia memang sudah membicarakan kemungkinan dia pindah ke klub baru: Servette yang bermarkas di Jenewa, Swiss. "Saya memang sudah berunding dengan Carlo Lawizari (bos Servette), tapi tetap belum ada keputusan," ujar pemain kelahiran Loraine, Prancis Selatan, itu. Ini berarti ada kemungkinan dia meninggalkan Juventus? "Saya tak tahu. Saya memang orang yang tak pernah merencanakan masa depan," katanya lagi sambil tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini