TAK banyak ilmu yang membuahkan perkembangan mendasar. Sebagian besar ilmu, seperti melanjutkan catatan kaki, berkembang ke arah dalam, mengupas bagian-bagian rinci saja. Mikrobiologi, di antara yang sedikit itu, adalah ilmu yang membuat loncatan besar. Penemuan di bidang mikrobiologi hingga kini masih terus-menerus mengejutkan. Perkembangan mikrobiologi pekan lalu dibahas pada Kongres Nasional Perhimpunan Mikrobiologi Nasional IV di Hotel Indonesia, Jakarta. Tak kurang 160 makalah disajikan, meliputi bidang pertanian, kedokteran, veteriner, industri, dan lingkungan. Dampak penemuan baru di bidang mikrobiologi banyak mempengaruhi pandangan di berbagai ilmu lain. Di antara beberapa perkembangan pada mikrobiologi, yang utama adalah perkembangan pengetahuan mengenai sel, bagian sangat kecil yang terdapat pada semua makhluk hidup. Pada sel itu terdapat inti sel, dan di dalam inti sel itu bisa ditemukan alam yang mengejutkan. Di sana ada untaian zat kimia yang dikenal dengan nama DNA (Deoxyribonucleic acid). Substansi ini membawa gen, yang lebih dikenal scbagai pembawa sifat. Memasuki dunia kecil itu, dan mencoba menyimak berbagai keajaibannya, calon antariksawati Dr. Pratiwi Pujilestari Soedarmono, lulusan Fakultas Kedokteran UI, dan ahli di bidang rekayasa genetika, di tengah kesibukan-nya mengurus kongres mikrobiologi itu, bercerita tentang dunia tersebut. Petikannya: Mikrobiologi salah satu ilmu yang penting kemajuannya. Kini, misalnya, ada yang disebut biologi molekuler, Apa yang dimaksud dengan itu? Kemajuan paling penting adalah penemuan struktur DNA oleh Francis Crick dan Maurice Wilkins di sekitar tahun 1960. Sejak itu, mulai diketahui organisasi di dalam sel. Pada penelitian kelihatan bagaimana kuman, makhluk hidup bersel satu, bisa hidup dan mempertahankan hidupnya. Inilah awal penelitian biologi molekuler. Apa produk penemuan itu? Setelah penemuan itu, penelitian memang menjadi maju pesat. Misalnya, mutasi gen kuman. Mutasi terjadi karena kuman diberi sinar ultraviolet. Sifat-sifat kuman ternyata berubah, ada sifat-sifat yang hilang. Perubahan itu terjadi karena ada perubahan pada rantai DNA. Dari percobaan ini, setiap gen dalam kromosom kuman bisa diketahui sifat-sifatnya. Inikah yang mendasari rekayasa genetika? Memang dengan ditemukannya enzim endonukreas destriksi, kejutan besar terjadi. Enzim itu mampu menggunting dan memotong rantai DNA sesuai dengan kehendak kita. Pokoknya, bisa semau gue. Contohnya, kita memotong rantai DNA yang panjang dari kuman, lalu gen kuman kita ganti dengan gen babi yang khusus memproduksi insulin, yang sudah kita potong juga dari untaian DNA sel tertentu pada babi. Penggabungan itu akan mengakibatkan kuman tadi memproduksi insulin. Inilah yang disebut gene cloning. Apakah diperlukan peralatan canggih? Rekombinasi DNA sama sekali tidak sulit. Hanya butuh suatu induk yang berfungsi baik, setelah diberi makan. Makanannya semua zat yang diperlukan, seperti vitamin-vitamin. Media tempat hidupnya juga tidak istimewa dan tidak mahal, hanya agar-agar saja. Lalu mengapa rekayasa genetika memberi bayangan mahal dan sulit, seperti misalnya pemberitaan tentang produksi interferon lewat bakteri E-coli? Persoalannya jadi lain kalau hasil penelitian dikembangkan oleh perusahaan industri obat. Untuk diproduksi secara besar-besaran tentu perlu investasi, hak patennya saja 'kan mahal. Jumlah produksi di laboratorium sangat kecil. Umpamanya, waktu saya masih sekolah di Jepang, dari satu liter biakan kuman, cuma bisa diperoleh satu mikrogram (10-3mg) substansi DNA. Apakah sudah ada aplikasi besar-besaran di Indonesia? Di bidang pertanian, misalnya, rekayasa genetika bisa sangat menolong meningkatkan produksi dengan menggabungkan berbagai keunggulan dalam mencari bibit untuk dikembangkan. Tapi di Indonesia belum ada. Faktor tenaga dan peralatannya masih kurang. Pencarian bibit unggul selama ini masih mengikuti cara-cara konvensional? Ya. Bagaimana dengan transfer embrio yang sudah dilakukan di bidang peternakan? Ya, saya dengar memang sudah banyak dilakukan inseminasi buatan, menggunakan bibit hasil gabungan. Tapi, kita hanya mengimpor dan tidak membuat sendiri padahal untuk jumlah tidak banyak sebenarnya kita sudah bisa. Ada isu, penggabungan gen bisa membuahkan semacam ras baru, dan bisa pula "memproduksi" manusia unggul. Kemungkinan itu masih sangat teoretis, walaupun gen manusia sudah bisa diduplikasikan. Ada ketentuan etis, apa pun bentuknya, riset tentang gen manusia tidak dibenarkan. Di negara-negara maju sudah ada komisi yang mengawasi etika ini. Kalau tidak, wah bisa macam-macam. Dengan meneliti penyebab-penyebab penyakit keturunan, gen-gen manusia secara tidak langsung diselidiki juga. Ini bagaimana? Penelitian hanya sampai tingkat diagnosa. Umpamanya, mengenali gen yang menimbulkan kelainan dan penyakit keturunan. Tapi sejauh ini, penyakit keturunan itu belum bisa disembuhkan. Seberapa jauh kemungkinan pengembangan rekayasa genetika di Indonesia? Rasanya, masih jauh. Penelitinya saja, belum termasuk ahli di bidang produksinya bisa dihitung dengan jari. Programnya juga terbatas di perguruan tinggi, dan yang menggariskan program itu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang harus memikirkan masalah pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini