Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Hanya Tersisa Ganda

Iee Sumirat, kandas ditangan pemain Denmark, Fleming Delfs. Gelar juara dunia yang dipegang pemain asia tinggal juara ganda Cuncun/Johan Wahyudi dan EtsuKo Togando/Emiko ueno.

14 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARAPAN yang dibebankan tim bulutangkis Indonesia kepada lie Sumirat untuk meraih predikat juara tunggal dunia ternyata kesandung di bibir net. Ia disisihkan oleh semi finalis Denmark, Fleming Delfs, juara tunggal All England 1977 dengan angka kemenangan 1-15 dan 17-18. Sabtu 7 Mei siang di Malmoe, Swedia. Gagalnya Iie di set pertama dalam perbedaan arlgka yang menyolok itu dengan cepat membuat masyarakat bulutangkis di Indonesia menarik kesimpulan: penyakit angin-anginan Iie kambuh lagi. Adakah prasangka itu benar? Tampaknya tidak demikian. Menurut laporan wartawan RRI, Syamsul Muin Harahap dalam siaran pandangan matanya dari Malmoe, lie telah bermain sebaik mungkin. Laporan tersebut tak meragukan. Sebab itu dibuktikan Iie dalam set kedua. Ia bertarung mati-matian dan berbagi angka secara ketat dengan Delfs. Bahkan ia sempat mengungguli Delfs 2 angka menjelang akhir permainan dalam meraih angka penentu 17. Dalam keunggulan itu Iie tampak bermain hati-hati sekali. Sebaliknya Delfs. Ia bermain menggebu-gebu. Pada kedudukan sama 17-17 itu memang dibutuhkan syaraf yang kuat untuk mengatasi keadaan. Di situlah kematangan Delfs. Dengan smash yang keras ia menamatkan perlawanan Iie. Tapi pertanyaan publik di tanah air ternyata sudah barang tentu tidak berhenti sampai di sana. Mereka mempertanyakan juga perbedaan angka kekalahan Iie yang menyolok di set pertama. Punch Gunalan, pelatih tim bulutangkis Malaysia, menyatakan kekalahan Iie di awal pertandingan disebabkan ia kurang pemanasan sebelum turun ke lapangan. Pantaskah hal itu terjadi pada seorang pemain dunia seperti lie? Itulah masalahnya. Dalam hal ini pelatih Willy Budiman dan non playing captain Rudy Hartono ikut bertanggungjawab, tentunya. Penilaian Gunalan itu dibenarkan sepenuhnya oleh lie. Ia mengakui bahwa ia memang kurang pemanasan sebelum bertanding. Selain itu ia juga mengatakan bahwa dirinya belum seperluhnya 'masuk' dalam permainan Delfs. Artinya: set pertama itu dipergunakannya untuk menjajagi permainan lawan. Tapi pernyataan Iie tersebut dibantah oleh manager tim, Sumarsono maupun Willy Budiman. Merek mengatakan bahwa Iie bukan kurang pemanasan. Kekalahannya lebih banyak disebabkan oleh ketegangan mental pertandingan. Dalam kedudukan demikian, menurut Willy Budiman, lawan akan mudah mengendalikan permainan. Sikap Sportifitas Delfs memang bukan lawan yang enteng. Kelengkapan jenis pukulannya ditopang pula oleh bentuk fisiknya. Tapi yang mengantar dirinya ke final turnamen bulutangkis dunia pertama ini agaknya tidak sepenuhnya ditunjang oleh ketrampilan dirinya. Ia juga diselamatkan oleh sikap sportifitas dari pemain Inggeris, Ray Stevens sebelum melangkah ke nal. Ceritanya begini: ketika Delfs dan Stevens berbagi angka kemenangan dalam dua set pertama (11 -15 dan 15-ID) keduanya diperkenankan untuk istirahat selama 5 menit. Tapi Delfs memperpanjang waktu istirahatnya 3 menit lebih lama dari waktu yang ditetapkan. Sehingga wasit Swedia, Roland Moderatho menyatakan dirinya tidak diperkenankan lagi melanjutkan permainan. Sebab panggilan peringatan telah disampaikan kepada keduanya setelah waktu yang ditentukan habis. Untunglah Stevens tidak rnau mengeksploitir kesalahan Delfs itu. Bahkan ia sendiri memintakan kepada wasit agar permainan tetap diteruskan. Berdasar sikap Stevens yang sportif itu wasit pun melanjutkan set ketiga yang akhirnya dimenangkan oleh Delfs dengan angka 6-15. Tidakkah sikap sportifitas Stevens itu lebih banyak ditopang untuk membuktikan bahwa kiblat bulutangkis mulai beralih ke Eropa? Sukar untuk ditebak, memang. Sebab seandainya Stevens mentaati keputusan wasit yang teleh ditetapkan semula, bukan tidak mungkin perubahan besar dari deretan juara akan terjadi. Boleh jadi Iie yang tampil di tangga pertama. Karena baik Stevens maupun finalis lainnya, Svend Pri masih mungkin dipecundangi Iie ketimbang Delfs. Kiblat telah beralih ke Eropa, memang. Hampir semua gelar juara dunia telah diboyong mereka. Yang tersisa bagi pemain Asia, tinggal juara ganda putera yang, diraih oleh pasangan Tjuntjun/ Johan Wahyudi setelah menundukkan Christian/Ade Chandra 15-6 dan 15-4. Serta juara ganda puteri yang diboyong oleh pasangan nyonya Etsuko Toganoo/Emiko Ueno yang kembali membuktikan keampuhan sebagai juara All England 1977 dengan menahan ketrampilan pasangan Belanda, Joke van Beusekom/nyonya Marjan Leusken Ridder dengan kemenangan 15-10 dan 15-11. Melihat kenyataan yang lahir di Malmoe itu, kedudukan Indonesia sebagai pemegang Piala Thomas dan Piala Uber lambang supremasi turnamen beregu dunia putera dan puteri, telah mulai diancam, memang. Kecuali jika PBSI cepat-cepat mawas diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus