Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ia bermimpi terbang (part ii)

Banyak kelompok masyarakat yang mampu merakit pesawat terbang bermotor sendiri, meski umumnya membeli komponennya dari luar negeri. misalnya, kol. sukarto dengan pesawat "moni"nya & rakitan abusamad.

17 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Ia bermimpi terbang (part ii)
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MESKI tak menyaksikan Jambore Aero Sport Indonesia di Jakarta, Abusamad sangat gembira. Soalnya, bulan lalu ia menerima pemberitahuan: ia diizinkan meneruskan percobaannya merakit pesawat terbang. Buat Abu, 24 tahun, berita itu berarti segalanya. Agustus silam, pemuda lulusan STN dari Penjajab, Kecamatan Pemangkat, Singkawang, Kalimantan Barat, itu dilarang meneruskan usahanya membuat pesawat terbang oleh Komandan Lapangan Udara Supadio Letkol O. Leatemia. Alasannya: untuk membuat pesawat terbang perlu izin khusus, sedang untuk menerbangkannya hanya IPTN Bandung yang berhak. Maka, Abu pun terpaksa mengurungkan pembuatan pesawatnya yang telah 70% selesai (TEMPO, 29 Agustus 1987). Rupanya, berita TEMPO itu dibaca Marsma Dadi Sukardi, Ketua Pusat Pesawat Swayasa, FASI. Maka, ia pun melayangkan surat ke Komandan Lanud Supadio selaku Ketua Fasida Kal-Bar, dengan tembusan kepada Abu. Isinya: di FASI telah terbentuk organisasi Pusat Pesawat Swayasa (PPS), yang mewadahi semua kegiatan pembuatan pesawat eksperimental (home built) PPS menyediakan informasi dan personel yang dapat memberikan pengarahan pembuatan pesawat eksperimental. Abusamad diminta menghubungi PPS untuk mendapatkan penjelasan. Begitu mendapat surat tembusan, Abu segera mengirimkan surat pada PPS, meminta pengarahan. "Saya memang berniat masuk FASI. Tapi bagaimana caranya tak dijelaskan," kata Abu. Meski belum memperoleh balasan, semangat Abu kini sudah pulih. Dulu, setelah usahanya membuat pesawat terbang dilarang, ia berniat menghancurkan buatannya itu. "Namun, setelah pikir-pikir lagi, akhirnya saya urungkan niat itu. Saya ingin membuat pesawat yang lebih ringan." Ia telah menerima sejumlah kritik, yang menyarankan agar pesawatnya diperingan sampai kurang dari 100 kg. Dan itulah yang telah dilakukan Abu. Mesin rakitannya itu sudah dicoba dan bagus. Badan pesawat kini sedang dirancangnya. "Kalau bahannya terkumpul, pesawat itu akan selesai kurang dari tiga bulan lagi," ujar Abu optimistis. KSAU Marsekal Oetomo, yang juga Kenla Umum FASI, menghargai kemauan keras Abu. Bolehkah Abu nanti mencoba menerbangkan pesawatnya? "Boleh saja, asal lulus tes kelayakan terbang," jawab Oetomo. Saat ini banyak kelompok yang mampu merakit pesawat terbang bermotor sendiri, meski umumnya membeli komponennya dari luar negeri, dan bukan membuat semuanya sendiri seperti Abu. Salah satunya adalah Kolonel Sukarto. Dokter lulusan Universitas Airlangga ini memulai hobinya sejak 1952 di bidang aeromodelling. Bertahun-tahun staf ahli bidang kesehatan penerbangan di Lakespra Saryanto ini menabung. Akhirnya, ia bisa membeli plan pesawat Monnet dari AS. Lama pembuatan 600 jam, yang dikerjakannya sejak Februari hingga Agustus 1986. Tiap hari ia meluangkan waktu 3-4 jam merakit pesawat itu di garasi rumahnya. Pesawat yang dibuatnya itu menggunakan mesin KFM Maxi 107 dengan kekuatan 30 PK 2 silinder dan 2 tak. Berat kosong 127 kg dan berat maksimum 272 kg. Bentangan sayap dan panjang badan 8,41 m dan 4,57 m. Isi tangki 23 liter. Kecepatan jelajah pesawat swayasa yang diberi nama Moni itu 169 km/jam dengan kecepatan tertinggi 185 km/jam dan kecepatan stall 61 km/jam. Jarak tempuh 483 km. Pesawat ini memerlukan panjang landasan kurang dari 500 meter. Biaya yang dikeluarkan Sukarto sekitar US$ 6.000 (hampir Rp 10 juta). "Coba bayangkan. Kini dengan biaya Rp 10 ribu saya bisa terbang ke Cirebon atau Bandung." Kini Si Moni ini sudah memiliki 37 jam terbang. "Jadi, murah tidaknya membuat pesawat tergantung untuk apa klta membuatnya. Jika untuk olah raga yang sifatnya hobi, saya kira dengan uang sebanyak itu masih tergolong murah," kata Sukarto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus