KETIKA dipugar untuk PON 1953, ia masih megah. Kini ia sudah
terlalu kecil dan terkebelakang, untuk Medan, tapi masih bisa
terpakai untuk pertandingan sepakbola internasional, seperti
turnamen Marah Malim pekan ini.
Jika ada turnamen besar, jumlah penonton biasanya jauh melebihi
kapasitasnya yang 22.000. Kelebihan penonton ini terakhir
terjadi ketika Pardedetex melawan Jayakarta baru-baru ini. Bukan
hanya di dalam stadion orang bersesak. Di pelataran parkirnya
yang sempit pun orang tersiksa. Sesudah usai pertandingan, orang
perlu banyak sabar untuk meloloskan kenderaan. Jalur utama di
Jalan Sisingamangaraja, walaupun sudah diperluas 3 kali, masih
kewalahan bila ada pertandingan di Teladan.
Orang Medan pernah memperbaiki Teladan 3 tahun lalu, terutama
tribun terbukanya yang dulu kayu diganti dengan beton. Pernah
juga disebut rencana memperluasnya, tapi kini rencana itu
seperti dilupakan saja.
Stadion itu menjadi urusan Dinas Tata-kota Kotamadya Medan.
Tetap dikutip sewanya bila ada pertandingan. Secara resmi tidak
bisa diketahui berapa sewa yang dikutipnya. Setidaknya Humas
Pemda Medan enggan mengungkapkannya. Menurut suatu sumber,
sewanya pada siang hari Rp 30 ribu, malam hari (pakai lampu) Rp
60 ribu. Jadi, panitia Marah Halim yang turnamennya berlangsung
petang dan malam hari diduga membayar sewa Rp 90 ribu sehari.
Lampu di sana terpasang karena ada sponsor Philips.
Kamar mandi dan ruang pakaiannya sudah parah. Riolnya sering
macet sehingga air mudah tergenang. Keamanan di ruang pakaian
tak selalu terjamin. Ketika turnamen Marah Halim 1977, misalnya,
pemain Australia kehilangan sepatu. Tahun 1978, pemain Burma
berkejar-kejaran dengan pencuri waktu turnamen.
Medan yang kini berpenduduk 1,2 juta jelas memerlukan stadion
yang lebih besar dan modern. Memang dinas PU di Medan pernah
mengirim teknisi untuk mempelajari bentuk stadion Merdeka di
Kuala Lumpur. Belum ada kisah lanjutannya.
Jika bukan Pemda Medan, Pardedetex mungkin akan membikin stadion
baru untuk Medan. Dengan bisnis Galatama, Pardedetex memang
memerlukan stadion baru itu. "Raja uang" TD Pardede sudah
membeli tanah 15 hektar di bilangan Jalan Krakatau.
"Kalau sepakbola prof maju, saya mau bikin stadion yang memenuhi
syarat," kata Pardede pada Zakaria M. Passe dari TEMPO. "Yang
penting bagi saya bola ini harus bisa jadi kegiatan bisnis.
Bukan mustahil kita (di Medan) juga bisa bikin stadion besar
seperti di Argentina itu, bah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini