Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Impian Merebut Peringkat Ketiga

Tim-tim kecil di negara Eropa tetap berharap menembus putaran final Piala Eropa 2016. Mereka tak gentar meski hanya diperkuat pemain amatir.

15 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahukah Anda kapan terakhir kali tim nasional Andorra mencetak gol ke gawang lawan sebelum Oktober tahun ini? Itu terjadi empat tahun lalu! Maka ketika Selasa pekan lalu Ildefons Lima, penyerang Andorra, sukses menjebol gawang Wales, betapa meriahnya sambutan pendukung tim gurem itu. Bahwa hasil akhir menunjukkan Andorra kalah 1-2 tak mengurangi bungahnya hati penggemar.

Pemain Andorra terakhir yang menjebol gawang lawan dalam laga resmi adalah Cristian Martinez pada 2011. Saat itu ia menggetarkan gawang Republik Irlandia di kualifikasi Piala Eropa. Kini dengan gol Lima, dalam laga kualifikasi Piala Eropa 2016 di Camp D'Sports Del M.I. Consell, Andorra, kepercayaan diri pun tumbuh bahwa mereka belum lupa cara membobol gawang musuh-meskipun cuma lewat penalti!

Puasa gol selama hampir setengah dekade itu dapat dimengerti. Tim bal-balan asal Eropa Barat Daya ini bukanlah kesebelasan mentereng di Benua Biru. Catatan penampilan internasional Andorra lebih banyak diwarnai kekalahan ketimbang sebaliknya. Maklum, sepak bola bukan olahraga nomor wahid di negeri kepangeranan itu.

Meski demikian, kini Andorra dan negara-negara gurem lain di bidang sepak bola mulai mencicil harapan bakal tampil di putaran final Piala Eropa 2016 di Prancis. Maklum, Asosiasi Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) akan menambah peserta putaran final menjadi 24 tim dari sebelumnya 16. Ini artinya tim di peringkat ketiga babak penyisihan berpeluang melaju ke putaran final asalkan menang dalam babak playoff. Peringkat ketiga terbaik bahkan langsung menuju Prancis.

Mereka jelas tahu diri bahwa peluang menguasai urutan pertama dan kedua, yang otomatis lolos ke Prancis, amatlah kecil. Peringkat dua besar hampir pasti menjadi jatah tim-tim elite Eropa. Nah, kesempatan bertarung di playoff itulah yang diintip negara-negara semacam Andorra, Gibraltar, dan San Marino.

Masalahnya, di dalam negeri, Andorra tak memiliki kompetisi profesional sehingga sulit mencari pemain bermutu. Inilah yang, antara lain, bikin pusing pelatih tim nasional Andorra, Koldo Alvarez. Dia mesti menghadapi kenyataan kebanyakan pemainnya adalah amatir belaka. "Pemain saya jarang merasakan pertandingan kompetitif. Anda tak bisa mengingkari bahwa hal itu mempengaruhi kualitas tim," ujarnya.

Alvarez pun membandingkan dengan Wales, yang memiliki kompetisi profesional dan teratur. Ya, pemain-pemain Wales memang berlatih sepak bola hampir setiap hari dan berlaga dalam kompetisi ketat saban pekan. Sebagian bahkan bermain di liga asing, seperti Gareth Bale.

Sebaliknya, para pemain Andorra baru mulai ikut kompetisi liga primer pada 21 September nanti. Jika kompetisi prei, para pemain sibuk menjalani pekerjaan masing-masing. Lihatlah Oscar Sonejee, sang kapten tim, yang sehari-hari "hanya" seorang agen asuransi. Hampir semua pemain tim nasional seperti Sonejee. Dalam tim Alvarez, yang benar-benar profesional hanya segelintir. Salah satunya Ildefons Lima, si pencetak gol.

Toh, Sonejee dan kawan-kawan tak gentar. Mereka siap mengarungi setiap pertandingan fase kualifikasi. Celah kecil sebagai peringkat ketiga terbaik benar-benar mereka incar untuk lolos ke Prancis. "Setiap pertandingan yang kami hadapi seperti sebuah laga final," kata pria 38 tahun itu.

Laga "final" pertama sudah dijalani dan Andorra kalah 1-2 oleh Wales. Jalan Sonejee cs menuju Prancis kian terjal. Pasalnya, pertandingan selanjutnya kian berat karena mereka harus menghadapi Belgia dan Bosnia-Herzegovina. Ini adalah dua tim yang di atas kertas lebih baik daripada Wales. Keduanya adalah peserta Piala Dunia 2014.

Andorra masih mending kalah tipis. Yang dialami Gibraltar dalam mewujudkan mimpi ke Prancis lebih tragis. Tim itu dibekuk Polandia 0-7 dalam laga pertama Grup D di Estadio Algarve, Faro, Portugal, 7 September lalu. Ini bukan kenangan yang manis bagi negara yang baru resmi menjadi anggota UEFA pada 2013 itu.

Hari itu mungkin akan diingat pelatih tim nasional Gibraltar, Allen Bula, sebagai saat terburuknya. Tapi dia tak akan menyalahkan negerinya, yang meski asosiasi sepak bolanya berdiri sejak 1895 dan memiliki tim nasional sejak 1901 belum mempunyai kompetisi profesional.

Bula tahu tak banyak yang bisa diharap dari liga primer Gibraltar, yang diikuti delapan klub. Pasalnya, ini hanyalah kompetisi amatir dan para pemainnya menendang bola hanya sebagai kegiatan sambilan. Rata-rata pemain berkaus tim nasional itu mempunyai pekerjaan seperti polisi dan guru.

Tapi keliru kalau kita mengira Allen Bula adalah jenis orang yang gampang putus asa. "Saya tak berhenti di sini," ucapnya suatu ketika. Untuk mencari pemain lebih yahud, ia melirik liga-liga asing, khususnya Inggris. Bula memasang mata dan telinga memburu pesepak bola keturunan Gibraltar di liga mancanegara itu.

Pesepak bola yang dikenal secara pribadi, seperti Danny Higginbotham, pernah ia undang secara langsung. Selanjutnya, dengan siasat yang terhitung cerdik, ia memanfaatkan "kekuatan" dunia maya. Bula meminta bantuan penulis-penulis lepas sepak bola untuk memantau pemain keturunan Gibraltar yang terserak di Eropa.

Lewat cara inilah ia menemukan penyerang muda Adam Priestley, pemain yang bergabung dengan klub Farsley. Ini klub yang berlaga di kompetisi lapis kelima Inggris. Priestley mengatakan seorang penulis lepas menegurnya dalam sebuah kicauan yang dialamatkan ke akun Twitter @adampriestley7, Mei tahun lalu. "Ia menuliskan, 'Adam Priestley, orang kelahiran Gibraltar, mencetak 27 gol untuk klub amatir Inggris, Farsley'," ujar pria 24 tahun yang sehari-hari bertugas sebagai guru itu.

Singkat cerita, mereka berbalas pesan dan Priestley diminta mengirimkan cuplikan pertandingannya. "Tak lama kemudian, mereka mengundang saya berlatih bersama tim nasional dan bermain dalam sebuah uji coba melawan suatu klub," kata Priestley. Akhirnya ia terpilih dan menjadi pemain pengganti saat laga melawan Polandia itu.

Cara ini belum sepenuhnya manjur. Kekalahan 0-7 terlalu jelas menunjukkan posisi Gibraltar. Namun impian terus dipupuk karena Gibraltar pernah mencetak sesuatu yang mengesankan setahun lalu. Itulah saat Danny Higginbotham masih ikut main di tim nasional.

Saat itu, dalam uji coba resmi pertama setelah Gibraltar menjadi anggota UEFA, tim tersebut menghadapi Slovakia di Portugal. Untuk membangun tim, Bula sebelumnya meminta Danny Higginbotham, yang saat itu bermain untuk Chester FC (klub kompetisi lapis kelima di Inggris), bergabung dengan timnas. Bula tahu Higginbotham karena pria ini adalah keponakannya sendiri. "Saya sempat berpikir bahwa menjalani debut tim nasional pada usia 34 tahun adalah terlambat. Tapi itu kesempatan menarik," ujar Higginbotham, yang pernah bermain untuk Manchester United, mengenang peristiwa itu.

Pertandingan di Estadio Algarve di Faro, Portugal, itu berujung manis untuk Danny Higginbotham cs. Menghadapi Slovakia yang notabene lebih berpengalaman, Gibraltar sukses menahan imbang tanpa gol. Pada akhir laga, Bula merasa puas dan Higginbotham tak henti-hentinya menebar senyum. Pasalnya, dia terpilih sebagai pemain terbaik alias man of the match hari itu.

Kini Higginbotham sudah pensiun dan tak ikut bermain saat negaranya ditelan Polandia. Ia menetap di Inggris dan bekerja sebagai kolumnis di The Sentinel, harian lokal di wilayah Staffordshire. Tapi pencapaian itu meyakinkannya bahwa Gibraltar masih bisa berbuat sesuatu. Kepada rekan-rekannya yang baru diempaskan Polandia, Higginbotham mengirim pesan agar tak malu menelan kekalahan tersebut. "Mereka sudah memberikan yang terbaik," ucapnya.

Higginbotham sepertinya paham ungkapan dalam sepak bola bahwa bola itu bundar. Apa pun bisa terjadi dalam sepak bola.

Arie Firdaus (Daily Mail, BBC, Wales Online)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus