Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Inilah Dunia Baru Selfie

Dunia digital tak semata dibajak oleh para kapitalis. Inisiatif berbagai individu membuat dunia ini menarik disimak.

15 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Spreadable Media: Creating Value and Meaning in a Networked Culture
Penulis: Henry Jenkins, Sam Ford, dan Joshua Green
Penerbit: New York University Press, 2013, 350 halaman

Dalam Spreadable Media: Creating Value and Meaning in a Networked Culture ini, Henry Jenkins dan kawan-kawan punya ungkapan sederhana tapi sangat mengena untuk melukiskan perkembangan zaman. "If it doesn't spread, it's dead," katanya.

Penyebarluasan berita, kutipan kata tertentu, kalimat lucu, kalimat bijak, foto eksklusif, foto selfie, dan lain-lain tak semata datang setiap hari dari perusahaan media besar. Ia datang dari siapa saja, dari orang biasa-biasa saja, jurnalis freelance, sampai selebritas. Dan gejala ini semakin menunjukkan ciri dunia media digital yang kental dengan budaya partisipasi (participatory culture) dan budaya berbagi (sharing culture).

Dengan pengaruh dua budaya itu, audiens tidak semata berbagi isi media, tapi juga menggeser maknanya, memberi kerangka baru pada isi tersebut-terkadang mencampurnya dengan hal lain.

Henry Jenkins, guru besar komunikasi jurnalistik di University of Southern California, sebelumnya menulis buku berjudul Convergence Culture: Where Old and New Media Collide (2006). Buku ini dikenal luas oleh akademikus dan praktisi komunikasi. Jenkins di sini mengambil contoh menarik tentang fenomena penyanyi Inggris, Susan Doyle, yang tampil dalam acara British Got Talent dan kemudian tak hanya menarik perhatian para penonton di Inggris, tapi juga di seluruh dunia.

Video Susan Doyle yang tersedia di kanal YouTube ditonton puluhan juta orang dalam waktu singkat padahal ia sendiri mungkin tak masuk kriteria penyanyi yang dibayangkan oleh industri musik rekaman. Fenomena Susan Doyle membalik semua mitos soal penyanyi wanita dalam industri musik rekaman. Ia menjadi penyanyi yang merilis album yang ditunggu para penggemarnya. Kesuksesan Doyle, menurut Jenkins, akibat "integrasi sistem dari kanal yang partisipatif" atau proses sirkulasi kembali (recirculation) yang dilakukan oleh mereka yang terlibat. Semua itu hendak menunjukkan bahwa mereka yang terlibat "bagian dari fenomena ini".

Jenkins juga di sini menggunakan konsep yang diperkenalkan biolog evolusionis, Richard Dawkins: meme-unit evolusi terkecil, semacam gen dalam dunia kebudayaan. Meme ibarat virus yang sangat mudah menyebar ke mana-mana, seperti kegandrungan pada suatu fashion tertentu pada suatu masa.

Doctorow menerapkan hal yang sama. Pada hari ia merilis bukunya, Down and Out in Magic Kingdom dan Little Brother, lewat penerbit konvensional, pada saat yang sama ia mempersilakan pembaca lain mengunduh karyanya secara gratis via Internet sambil memberi kesempatan pembaca untuk berdonasi. Donasi yang diberikan oleh para penggemar ternyata juga lebih banyak daripada hasil penjualan konvensional. Apa yang sesungguhnya terjadi?

Doctorow sedang mempertanyakan dalil dari industri berbasis hak kekayaan intelektual: tiap kali karyanya berguna untuk orang lain, si penemu harus mendapatkan imbalannya. Namun sekarang Doctorow memberikan kesempatan kepada para penggemarnya, kepada orang yang belum mengenal mereka berdua, untuk mencicipi dulu seperti apa karya mereka. Jika telah mengetahui isinya dan tertarik membaca lebih jauh, para penggemar akan cenderung membeli karya aslinya ketimbang mengunduh materi yang tersuguh gratis lewat Internet.

Banyak kisah menarik dari buku ini untuk dicermati lebih jauh dalam konteks Indonesia. Kita masih harus memahami dengan lebih fasih perubahan dunia konvensional ke dunia digital, pun relasi yang terjadi di antara pencipta, penikmat, dan audiens, yang berbalut dengan budaya berbagi dan berpartisipasi di era sekarang. Buku yang sangat inspiratif untuk mendapatkan pencerahan dan menumbuhkan harapan bahwa dunia digital tak semata dibajak oleh para kapitalis. Inisiatif berbagai individu ataupun kelompok membuat dunia ini tetap jadi menarik untuk dicermati.

Ignatius Haryanto, peneliti di LSPP Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus