BUNTUT menggantungkan raket bulu tangkis selama sembilan bulan: nama Huang Hua dicoret dari Federasi Bulu Tangkis Internasional (IBF). Itu terjadi akhir September lalu. Tapi pemain putri peringkat atas IBF pada tahun 1990 dan 1991 ini tidak kecewa. Rupanya, semangat cewek berusia 24 tahun ini sedang ditumpahkan di lapangan lain. ''Cinta, perkawinan, dan pindah warga negara,'' katanya. Huang Hua mengaku belum buru-buru punya anak. Sejak disunting Budi Darmawan dari Klaten, Jawa Tengah, Huang ingin menjadi warga negara Indonesia. Setelah menikah di RRC, wanita berkaki indah dan berkulit mulus ini sejak 19 September menetap di Klaten. Perhelatan mereka diselenggarakan di Solo. ''Saya akan undang musuhku di lapangan dan lawanku di arena bulu tangkis,'' kata Huang. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara seorang purnawirawan tentara Cina, Huang Yu Hui. Adalah pelatih Cina, Chen Yu Niang, yang mempertemukan Huang Hua dengan keluarga Tjandra Irawan pemilik toko tekstil di Klaten. Suami Chen adalah adik Tjandra. Pertemuan tersebut menumbuhkan benih cinta pada Budi Darmawan, anak Tjandra Irawan. Rasa akrab pemuda berusia 25 tahun ini makin tumbuh tahun lalu ketika kaki Huang terkilir di kejuaraan bulu tangkis di Semarang. Dan seperti dalam adegan film, Huang memilih dirawat di rumah Tjandra Irawan ketimbang di rumah sakit. ''Bayangkan, juara dunia, dan cantik, tidur di rumahku,'' kata Budi. Sepulang Huang ke RRC, Budi memburunya ke sana. Komunikasi antara mereka dilakukan dalam bahasa Inggris dicampur Mandarin. Budi, yang sudah lulus menjadi sarjana di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, kemudian memutuskan pergi ke Cina. Maksudnya, ia hendak belajar bahasa Mandarin sembari mencuri hati pemain beken ini. ''Ia sudah datang jauh-jauh untuk memperhatikan saya, dan belajar bahasa. Saya jadi luluh,'' kata Huang kepada TEMPO. Hari-hari Huang yang sebelumnya diisi latihan badminton dengan disiplin keras diganti pacaran bersama Budi. Baginya, Budi yang bertubuh gemuk itu menyenangkan. ''Akhirnya, saya pasrah jadi istrinya dan mau diajak ke Indonesia,'' katanya. Mereka menikah di Kantor Catatan Sipil Guang Xi, Cina, April silam. Tanpa dimeriahkan pesta. Kemudian, Huang mencari paspor umum agar bisa keluar negeri. Ternyata tidak mudah, apalagi tenaganya masih dibutuhkan di RRC. Namun, berkat lobi (dan taktik) Pelatih Chen, yang menyatakan Huang sakit dan tidak lagi diperlukan di Cina, barulah paspor itu dikeluarkan. Ia mengayun raket sejak berusia 5 tahun. Tujuh kali Huang menjuarai turnamen tingkat internasional, antara lain di Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, dan Jerman Terbuka tahun 1990 dan 1991. Pada tahun 1992 ia menggondol gelar juara Malaysia Terbuka. Kariernya baru tersendat gara-gara cedera lututnya. Di Olimpiade Barcelona 1992, ia meraih medali perunggu. Hingga akhir Juli lalu, Huang berada di peringkat empat IBF di bawah Susi Susanti, Ye Zhaoying, dan Bang Soo-hyun. Di Indonesia, semula konsentrasi Huang hanya tercurah untuk cinta dan suami. ''Tapi karena keramahan tamu-tamu yang menyambut saya, dan teman-teman di Indonesia, saya kembali berpikir untuk bermain lagi bulu tangkis,'' ujar Huang. Tamu tadi yang dimaksudkan Huang adalah pengurus daerah Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jawa Tengah. Pada 2 Oktober lalu, Huang mengirim surat kepada PBSI Jawa Tengah dengan tembusan ke Ketua PB PBSI, Gubernur Jawa Tengah, dan Bupati Klaten. Surat yang ditandatangani Budi itu menyebutkan, jika tenaga Huang dibutuhkan memperkuat tim Indonesia, baik pada event nasional maupun internasional, ia tidak keberatan. Jika niat luhur itu mendapat respons dari PBSI, Budi bakal menunda rencananya mengambil gelar M.B.A. di Amerika Serikat. Begitu juga rencana Huang memperdalam bahasa Inggris ditangguhkannya. Ke AS bukan harga mati. ''Kalau PBSI Pusat memberi tugas, kami rela menunda rencana ke Amerika. Studi bisa belakangan,'' kata Budi. Dan Huang mengiyakannya. Walau belum ada jawaban dari PBSI, Huang kini telah kembali berlatih di klub APRO Solo. Sesekali, sambil mengendarai mobil Mercy warna cokelat, pengantin baru ini mencari ayam goreng, atau rendang, kegemaran Huang. Selain itu, Huang sedang mengurus kartu izin menetap sementara (KIMS) di Kantor Imigrasi Solo, sebelum mengajukan dirinya menjadi WNI. Apa kata Susi Susanti tentang niat Huang memperkuat tim Indonesia? ''Keinginannya tidak menjadi masalah bagi saya. Terserah PBSI,'' kata Susi kepada Asbari N. Krisna dari TEMPO di Belanda. Di mata Susi, Huang adalah pemain yang matang berkat sering bertanding. Ia komplet pengalaman, dan variasi pukulannya juga boleh. Lain pandangan Hadi Nasri, manajer tim bulu tangkis Indonesia di turnamen Belanda Terbuka 1993. ''Hargai dulu semua pemain yang sudah dibina Indonesia selama ini. Dengan memakai pemain asing, kalah-menang pasti akan ada suara-suara lain. Pemain kita kan banyak yang potensial,'' katanya. PBSI Pusat memang belum menentukan sikapnya. Suprayitno, Ketua Pelaksana Harian PB PBSI, yang dihubungi Joewarno dari TEMPO, hanya berkata, ''Belum ada keputusan.'' Tapi, jika Huang ingin berpartisipasi pada badminton Indonesia, Suprayitno tak keberatan. ''Asalkan dia mengikuti ketentuan dan prosedur yang ada. Kita kan punya seleksi. Kalau berhasil lolos, ya, baru boleh,'' katanya. Rencana perlakuan khusus bagi Huang memang tidak ada karena sudah menjadi sistem pembinaan di tanah air. Dan yang penting lagi, kondisinya saat ini, setahu Suprayitno, tidak istimewa. Walau demikian, Huang sudah merencanakan mengikuti Sirkuit Bulu Tangkis Jawa Tengah di Solo, pertengahan November nanti. Itu kalau semua tidak terhadang kerikil, yang memang masih melintang di hadapannya. Yang didapat Huang saat ini baru cinta dan suami, belum lagi sebagai WNI. KIMS pun masih diurusnya. Widi Yarmanto dan Kastoyo Ramelan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini