Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Virgil van Dijk masih me-nyimpan harapan besar. Bek tengah Liverpool itu merujuk pada peluang The Reds di final Liga Champions Eropa meng-hadapi Tottenham Hotspur yang akan digelar di Madrid, Spanyol, 2 Juni nanti. “Menang di Madrid bisa mengobati kekecewaan kami,” ujarnya.
Liverpool hanya satu kali kalah selama mengarungi Liga Primer Inggris musim 2018/2019. Mereka pun mengumpulkan 97 poin, yang menjadi rekor tertinggi dalam sejarah klub. Tapi ternyata itu belum cu-kup un-tuk membawa mereka merebut ge-lar juara Liga Primer. The Reds terakhir kali menjadi juara liga 29 tahun lalu, ke-tika kompetisi itu masih bernama First Division.
Kemenangan 2-0 atas Wolverhampton Wanderers dalam laga terakhir Liga Primer pada Ahad, 12 Mei lalu, tak membantu Liverpool melangkahi Manchester City, yang cuma unggul satu poin. Hari itu, City mempertahankan gelar juara Liga Primer setelah mengalahkan Brighton 4-1.
Toh, para suporter dan pemain Liverpool menutup kompetisi itu dengan perayaan me-riah di Stadion Anfield. Van Dijk me-nyebut City layak mendapatkan trofi juara ter-sebut. “Persaingan yang luar biasa dan aku sangat menikmatinya,” katanya se-perti dilaporkan situs Evening Standard pada Senin, 13 Mei lalu.
Van Dijk tidak pulang dengan tangan kosong. Bek 27 tahun asal Belanda itu di-nobatkan sebagai pemain terbaik Liga Primer Inggris berkat prestasinya meng-awal lini pertahanan Liverpool. Tahun lalu, striker Liverpool, Mohamed Salah, diganjar penghargaan serupa. Pemain bertahan ter-akhir yang mendapat penghargaan ini adalah bek Chelsea, John Terry, 14 tahun lalu.
Penghargaan itu, Van Dijk menuturkan, sangat berharga baginya. Apalagi sangat ja--rang ada bek yang didapuk sebagai pe-main terbaik. Namun dia tak akan ragu me-nu-kar-nya dengan gelar juara Liga Primer jika bisa. “Apa yang kuraih ini tak mungkin ada tanpa dukungan pemain lain dan mereka yang ada di balik layar,” ucap pemain ber-darah Suriname itu.
Nama Van Dijk kini seperti jaminan mutu lini pertahanan tim yang diasuh manajer asal Jerman, Juergen Klopp, tersebut. Van Dijk berhasil menata citranya sebagai pe-main elite setelah sempat dinilai punya prospek suram satu dekade lalu.
Van Dijk memulai karier sebagai pemain junior di Willem II, klub di Kota Tilburg, Belanda. Banyak yang tak yakin pemuda itu memiliki masa depan bagus di sepak bola. Selain kemampuan bermainnya pas-pasan, Van Dijk harus bekerja paruh waktu mencuci piring di restoran untuk mem-bantu memenuhi kebutuhan keluarganya.
Postur tinggi-besar merupakan modal awal yang bagus baginya sebagai pemain be-lakang. Pada 2008, menginjak usia 17 tahun, tinggi tubuhnya bertambah 18 sen-timeter. Sebelumnya, menurut Van Dijk seperti dilaporkan ESPN, dia adalah bek ka-nan yang pendek dan lamban dengan lutut lemah. Kini, dengan tinggi 1,93 meter, dia menjadi salah satu bek tengah terbaik di dunia.
Jangkar Pertahanan Terbaik Anfield /Reuters/Andrew Boyers
Pos-turnya mengingatkan para pelatih di Willem II pada bek legendaris Belanda, Jaap Stam, yang juga pernah bermain di klub itu pada pertengahan 1990-an. Toh, Van Dijk tetap sulit menembus tim utama. Menurut penuturan Edwin Hermans, pe-latih tim cadangan Willem II, kepada surat kabar Belanda, Trouw, kemampuan Van Dijk sangat terbatas.
Martin Koeman-lah yang membantu mengubah nasib Van Dijk. Mantan pemain nasional Belanda itu adalah pencari bakat untuk FC Groningen, klub tempat dia ser-ta dua anaknya, Erwin dan Ronald, dulu menimba ilmu. Pada 2010, Van Dijk meng-ikuti saran keluarga Koeman berlatih ber-sama Groningen.
Van Dijk bekerja keras untuk meraih ke-percayaan para pelatih Groningen. Pada 29 Mei 2011, tiga bulan sebelum ulang tahun-nya yang ke-20, dia mendapatkan laga profesional perdananya menghadapi ADO Den Haag dan mencetak dua gol. Sejak itu, pintu kariernya sebagai pilar utama pertahanan tim terbuka lebar.
Masalah kesehatan yang datang dan pergi turut mengganjal karier Van Dijk. Se-puluh tahun lalu, nyawanya terancam karena peradangan akibat infeksi di saluran pencernaan. Penyakit itu adalah akumulasi dari gejala sakit yang lama ia abaikan. Van Dijk bahkan menolak rekomendasi tim medis Groningen berkonsultasi dengan dokter.
Van Dijk mengingat periode itu sebagai masa terkelam dalam hidupnya. Dia harus men-jalani perawatan intensif di rumah sa-kit. “Aku tak bisa melakukan apa pun dan un--tuk pertama kalinya dalam hidupku se-pak bola rasanya tak penting lagi,” kata-nya.
Saking parahnya sakit itu, Van Dijk dan ibunya, Ruby, sampai membahas beragam skenario. Van Dijk sudah me-nan-da-tangani surat wasiat pembagian harta untuk ibu-nya. “Kematian seperti ada di depan mata dan itu bukan pengalaman yang bagus,” ucap Van Dijk seperti dikutip The Mirror.
Van Dijk selamat berkat kondisi fisik-nya yang dinilai dokter sangat pri-ma. Namun, saat kembali berlatih di Gro-ningen, dia ke-hilangan lebih dari 6 kilo-gram bo-bot tu-buh-nya. Alih-alih menyerah, dia bersemangat me-mu-lihkan diri dan berlatih.
Tim Keurntjes, rekan setim dan se-rumah Van Dijk di Groningen, me-nga-takan ka-wan-nya itu memiliki semua hal yang di-bu-tuhkan sebagai bek tengah: fisik, tinggi ba-dan, dan keahlian. Van Dijk piawai me-nekel lawan dan berlari cepat merebut bola. Dia menguasai gaya sepak bola tra-disional Belanda, Totaalvoetbal, yang meng-andalkan kemampuan fisik pri-ma di semua lini.
Menurut pelatih Groningen, Ro-bert Maaskart, Van Dijk selalu mau men-de-ngar-kan kritik. Ini adalah kualitas pemain yang membuatnya belajar lebih cepat. Namun Groningen ternyata terlalu mudah baginya. Maaskart mengatakan Van Dijk sudah men-jadi bagian dari kalangan pemain elite yang justru bisa berkembang di tim dan kompetisi dengan tekanan lebih besar.
Penampilannya selama tiga tahun di Gro-ningen memikat klub raksasa Skot-lan-dia, Glasgow Celtic, yang kemudian mem-boyongnya pada 2013 dengan bayaran 2,6 juta pound sterling atau sekitar Rp 48 miliar. Van Dijk membantu Celtic dua kali menjuarai Liga Primer Skotlandia. Meski demikian, ia tak dipilih pelatih tim nasional Belanda, Louis van Gaal, ke Piala Dunia 2014.
Setelah dua tahun bersama Celtic, Van Dijk memilih pindah ke tim Liga Primer Inggris, Southampton, yang kala itu di-asuh Ronald Koeman. Nilai transfernya me-nembus 13 juta pound sterling atau se-kitar Rp 240 miliar. Peluang masuk ke tim nasional Belanda kembali terbuka.
Van Dijk masuk tim nasional pada Oktober 2015, ketika usianya 24 tahun. Dia tergolong terlambat dipanggil mengingat rekannya sesama bek, Matthijs de Ligt, menjalani debut di tim nasional pada usia 17 tahun. Toh, Van Dijk tak pernah ambil pusing dengan urusan pemilihan pemain tim nasional. Kini dia justru menjadi kap-ten The Flying Dutchmen, yang diasuh Ronald Koeman.
Nama Van Dijk meroket saat Liverpool membayar 75 juta pound sterling untuk membawanya ke Anfield. Dia menjadi bek paling mahal dalam sejarah sepak bola. Van Dijk adalah pemain yang tahu cara membalas kepercayaan Liverpool. Da-lam laga perdananya, Merseyside derby melawan Everton, ia mencetak gol ke-menangan 2-1 untuk timnya.
Musim ini, Van Dijk tak pernah absen dari 38 laga Liverpool di Liga Primer. Para suporter menyukainya. Namanya, ber-sama Mohamed Salah, selalu dielu-elukan para fan The Reds. “Pembelian Van Dijk tak sia-sia. Dia melengkapi paket tim Liverpool,” kata Presiden Liverpool Fans Club Indonesia Dimas Pridinaryana.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (ESPN, BLEACHER REPORT, 90MIN, REUTERS, TELEGRAPH)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo