Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Jatuh Terperangkap Rakus

Praktek suap dalam sepak bola Inggris terungkap. Sam Allardyce ikut terseret sehingga harus mundur dari kursi pelatih tim nasional Inggris.

10 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Sam Allardyce, 61 tahun, tampak cerah dan percaya diri. Menjadi peserta tamu dalam turnamen golf antarjurnalis olahraga di Stoke Park, Buckingham, Inggris, Senin dua pekan lalu, pelatih tim sepak bola nasional Inggris itu sejak awal mampu mengungguli peserta lain. Namun, pada green di lubang ke-14, segalanya berubah. Teleponnya berbunyi. Setelah ia mengangkat telepon itu, wajahnya langsung berubah keruh.

Panggilan telepon itu dari Daily Telegraph, yang mengabarkan bahwa dua orang yang mengaku sebagai perwakilan dari Konsorsium Timur Jauh yang menemui Allardyce pada Agustus lalu adalah wartawan mereka yang menyamar. Surat kabar itu menyatakan akan menurunkan cerita tentang pertemuan tersebut sebagai bagian dari serial liputan berjudul "Football for Sale". Big Sam—demikian Allardyce biasa disapa—menolak berkomentar dan buru-buru menutup telepon. Ia juga kehilangan hasrat melanjutkan permainannya dan memilih bergegas pergi.

Laporan Daily Telegraph, yang tayang esok paginya, kemudian benar-benar memicu kehebohan. Selain mengeluarkan laporan untuk surat kabar, media itu menampilkan dua video yang melibatkan Big Sam—diklaim diambil pada Agustus lalu dan total berdurasi empat jam—dalam situs resminya. Video itu direkam secara sembunyi-sembunyi oleh wartawan surat kabar tersebut yang mengaku sebagai wakil Konsorsium Timur Jauh yang hendak berinvestasi pada pemain sepak bola di Inggris.

Dalam dua video itu, Allardyce, yang diminta menjadi pembicara di Asia, meminta sejumlah fasilitas kelas satu dan bayaran 400 ribu pound sterling (sekitar Rp 6,6 miliar). Negosiasi seperti ini jelas menyalahi kontraknya dengan Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA). Tapi dosanya tak sebatas itu. Dalam video itu, ia juga memberi nasihat tentang cara mengakali aturan pelarangan pemilikan pemain oleh pihak ketiga yang diberlakukan FA sejak 2008.

Dalam rekaman yang diambil di sebuah restoran itu, Allardyce juga sempat melontarkan kalimat-kalimat merendahkan buat Roy Hodgson, pelatih timnas Inggris sebelumnya, dan Gary Neville, asistennya. Ia juga bersuara miring tentang kebijakan FA merenovasi Stadion Wembley serta mengeluarkan kata-kata yang melecehkan Pangeran William dan Pangeran Harry.

Petinggi FA kontan meradang. Pada Selasa itu, Ketua FA yang baru, Greg Clarke, langsung menggelar rapat dengan Ketua Eksekutif Martin Glenn. Beberapa jam kemudian, rapat yang lebih besar digelar, dengan melibatkan Allardyce dan agennya. Seusai pertemuan itu, Allardyce diumumkan telah sepakat mengundurkan diri. Ia menjadi pelatih Inggris yang bertugas paling singkat sepanjang sejarah, 67 hari, dan hanya menangani satu pertandingan.

Allardyce mundur dengan mengantongi uang pemutusan kontrak senilai 1 juta pound sterling (sekitar Rp 16 miliar) dan gaji 500 ribu pound (setara dengan Rp 8,2 miliar) selama dua bulan. Ia kecewa, tapi tak tampak merasa bersalah. Big Sam menegaskan mau menemui dua wartawan Telegraph yang menyamar itu karena diminta agen yang sudah 30 tahun dikenalnya, Scott McGarvey. "Sayangnya, saya sudah salah membuat penilaian dan harus membayar konsekuensinya. Penjebakan telah menang dan saya harus menerimanya," katanya.

Metode penyamaran yang dilakukan wartawan Daily Telegraph memang menjadi perdebatan. Mantan pelatih timnas Inggris, Steve McClaren, mengecamnya. "Ini bisa terjadi pada kita semua. Sam tak berdosa dan harus membayar. Itu menunjukkan bagaimana privasi hanya bisa kita temukan di balik tembok di rumah kita," ujarnya. Tapi Ketua FA Greg Clarke melihatnya secara berbeda. "Tak ada salahnya menggunakan teknik itu (penyamaran) untuk mengungkap penyimpangan," ucapnya.

Mantan Ketua FA Greg Dyke juga memilih menyalahkan Allardyce, yang disebutnya baru mendapat pekerjaan impian bernilai 3 juta pound sterling (sekitar Rp 49,6 miliar) per tahun plus bonus tapi masih tergiur oleh iming-iming 400 ribu pound sterling. "Ia bodoh. Itu menunjukkan orang seperti apa dia sebenarnya," katanya. Komentator sepak bola, Ian Abrahams, juga mengecam Allardyce lewat kalimat lebih lugas dalam akun Twitter-nya, "Big Sam dijatuhkan oleh kerakusan dan kenaifannya, bukan oleh pers Inggris."

Bagi mantan petinggi FA lainnya, David Bernstein, kasus itu menjadi cambuk agar FA segera berbenah. "FA butuh reformasi, karena bukan kebetulan hal seperti ini terus terjadi." FA memang ikut dipersalahkan. Mereka dianggap gegabah telah menunjuk Allardyce, yang terseret kasus suap perpindahan pemain saat menangani Bolton pada 2006, meski akhirnya dinyatakan tak terbukti bersalah.

Tekanan bagi FA juga menjadi lebih besar karena dalam rangkaian laporannya, selain tentang Allardyce, Telegraph menguak banyak hal negatif lain. Yang tak kalah menghebohkan adalah tentang laporan adanya delapan pelatih Liga Primer Inggris—yang sudah mantan dan masih aktif—yang diduga terlibat dalam jaringan suap (di Inggris disebut bung). Surat kabar itu menurunkan laporan tersebut berdasarkan pengakuan Pino Pagliara, agen pemain asal Italia yang pada 2005 sempat dihukum lima tahun karena pengaturan skor.

Pagliara mengaku selama ini leluasa beroperasi dengan menyandarkan diri pada "ketamakan" para pelatih. Ia menyebut nama-nama pelatih itu—oleh Telegraph lalu disamarkan—dengan kebiasaan masing-masing saat meminta uang pelicin. Seorang pelatih, misalnya, biasa memberi isyarat dengan pertanyaan "Adakah kopi untuk saya?". Sedangkan pelatih lain langsung meminta dana untuknya dimasukkan ke rekening di Swiss. Lima dari delapan pelatih itu, menurut Pagliara, pernah ia langsung beri suap.

Tapi, pada Jumat dua pekan lalu, Pagliara mencabut pengakuannya. Ia mengatakan sengaja berbohong kepada dua wakil konsorsium itu demi mendapatkan kontrak yang menjanjikan bayaran 400 ribu pound dan uang operasional 60 ribu pound. "Pada usia 61 tahun, Anda tak sering mendapat tawaran seperti itu," ujarnya seperti dikutip ITV News.

Rangkaian laporan Telegraph itu juga menelan korban lain, selain Big Sam. Klub Divisi I Inggris, Barnsley, langsung memecat asisten pelatih Tommy Wright yang dilaporkan menerima uang 5.000 pound dari wartawan Telegraph yang menyamar dengan janji akan membantu memuluskan jalan agar pemain yang ditawarkan konsorsium palsu itu dibeli klub.

Ada lagi pelatih lain yang posisinya juga terancam. Klub Divisi I, Queens Park Rangers, tengah menyelidiki pelatihnya, Jimmy Floyd Hasselbaink, yang dilaporkan telah menegosiasikan bayaran 55 ribu pound sterling untuk membantu memuluskan hasrat konsorsium palsu itu. Adapun klub Liga Primer, Southampton, dibuat kerepotan karena, dalam sebuah video, asisten pelatihnya, Eric Black, sempat menyebut nama anggota staf sebuah klub yang bisa disogok dalam urusan perpindahan pemain. Hasselbaink dan Black sama-sama membantah tudingan itu.

Menteri Olahraga Inggris Tracey Crouch meminta FA segera bertindak terkait dengan rentetan tudingan yang disebutnya sangat memprihatinkan itu. "Semua bukti itu harus diinvestigasi dengan sungguh-sungguh," katanya. Parlemen Inggris, tepatnya Komisi Kebudayaan, Media, dan Olahraga, juga sudah memanggil FA untuk dengar pendapat pada 17 Oktober. "Kejadian yang berlangsung belakangan membuktikan kegagalan berlanjut dari sistem sepak bola di Inggris, juga di level internasional," tulis pernyataan komisi itu.

Ketika kehebohan itu terus berlangsung, pada Kamis pekan lalu, Sam Allardyce memilih menenangkan diri di vila mewah miliknya—harganya ditaksir mencapai 1,5 juta pound sterling (sekitar Rp 24,8 miliar)—di Benidorm, Spanyol. David Ingham, sahabatnya dari Bolton yang datang menemuinya, sempat menyebut Allardyce mungkin akan menyepi di vila itu hingga dua bulan. "Kini ia punya banyak waktu luang," ujarnya kepada wartawan yang mencegatnya.

Big Sam sendiri tak bersedia berbicara dengan wartawan dengan alasan terikat perjanjian kerahasiaan dengan FA. Saat ditanya kemungkinan kembali menjadi pelatih, ia memberi jawaban mengambang. "Siapa yang tahu? Mari kita tunggu dan lihat. Saya saat ini memilih menenangkan diri dan merenungkan semuanya."

Nurdin Saleh (Daily Telegraph, BBC, Guardian, Daily Mail)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus