Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Jika Anak Kandung Menjadi Anak Tiri

Penyatuan dua liga yang semestinya menjadi akhir polemik justru menjadi babak baru perselisihan. Sebanyak 1.200 pemain terancam menganggur.

21 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertemuan antara jajaran manajer Persebaya 1927 dan sejumlah pemain itu berlangsung di Wisma Eri Irianto, Surabaya, Rabu dua pekan lalu. Tak ada canda tawa atau saling goda antarpemain seperti biasanya. Semua wajah yang hadir terlihat beku. ¡±Suasananya kaku,¡± kata seorang pemain yang ikut dalam pertemuan tertutup tersebut.

Acara yang digagas Komisaris Utama PT Persebaya Indonesiaperusahaan yang menaungi Persebaya 1927 Saleh Ismail Mukadar itu bertujuan mencairkan keresahan yang menggayuti hati pemain. Maklum, para pesepak bola itu tengah cemas karena skuad Bajul Ijojulukan Persebaya 1927terancam tak bisa ikut kompetisi musim depan.

Kegalauan itu merebak seusai kongres luar biasa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, 17 Maret lalu, di Jakarta. Dalam kongres itu diputuskan Liga Prima Indonesia (LPI) dan Liga Super Indonesia (LSI) dilebur ke dalam satu kompetisi pada 2014, dengan skema 18 klub dari LSI dan 4 klub dari LPI.

Empat kuota untuk LPI dicomot dari empat klub yang menempati peringkat empat besar klasemen di akhir musim nanti. Dengan skema ini, 12 klub lain yang bermain di LPI otomatis terlempar. Selain itu, PSSI menutup pintu kompetisi untuk empat klub LPI yang dianggap bermasalah, yakni Persebaya 1927, Persija IPL, Persibo Bojonegoro, dan Persema Malang.

PSSI tak mengakui Persebaya 1927 dan Persija IPL karena keduanya dianggap sebagai klub ¡±kloningan¡±. Sedangkan Persibo dan Persema adalah klub ¡±terhukum¡±. Di era Nurdin Halid, keduanya dihukum turun kasta karena dianggap memberontak dengan mengikuti LPI. Sampai saat ini, sanksi itu belum dicabut.

Dengan cap kloningan dan terhukum, keempat klub itu tak mungkin ambil bagian dalam kompetisi musim depanbahkan meskipun mereka sukses masuk empat besar klasemen akhir. Persoalan inilah yang membuat hati para pemain Persebaya 1927 ketar-ketir.

Hati pemain kian rawan ketika Chief Executive Officer Gede Widiade mendadak mengundurkan diri pada 5 April lalu. Gede merupakan penyandang dana utama klub ini. Kepergiannya menyempurnakan penderitaan klub. Dan Rabu siang itu, mereka harus mengambil keputusan: jalan terus meski masa depan tak jelas atau membubarkan diri. Pemain merasa tegang. Rasanya bahkan lebih mencekam dibanding saat bertanding di lapangan!

Lalu pilihan dijatuhkan. Persebaya 1927, kata Saleh Mukadar, memilih bertahan. Ia menjamin gaji pemain tak akan molor. Mereka juga akan membawa persoalan legalitas klub ke Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia untuk menjaga peluang tampil di kompetisi musim depan.

Bagi pemain, keputusan itu tentu melegakan. Setidaknya, mereka tetap akan bermain hingga akhir musim dan mendapat gaji. ¡±Kalau ada kejelasan gini, kan, enak," ujar Andik Vermansyah, bintang Persebaya 1927, lega. "Saya hanya akan meninggalkan Persebaya 1927 kalau tidak digaji," ucap Fernando Soler, pemain depan.

Satu klub sudah memecahkan masalahnya. Bagaimana dengan klub lain? Mari tengok kondisi Persema Malang. Klub ini juga ditinggalkan sponsor utama, Killerfish, beberapa hari setelah kongres luar biasa PSSI. Tak hanya itu, pelatih Slave Radovski pun hengkang. Dua pemain belakang, Leonard Tupamahu dan Anggo Julian, ikut-ikutan ambil langkah serupa. Komplet sudah ketidakberuntungan mereka.

Namun, seperti Persebaya 1927, semangat tim berjulukan Laskar Ken Arok ini tak surut. Sempat libur beberapa hari setelah kongres luar biasa, dua pekan lalu mereka mulai berlatih kembali. Status "terhukum" bagai tak mereka hiraukan. "Kami akan mengikuti kompetisi sampai akhir," kata Manajer Persema Patrick Theo Tarigan. "Kalaupun kemudian dimatikan, kami mati terhormat."

Rekan Persema, Persibo Bojonegoro, juga pantang mundur. Meski duit cekak dan klub ini menyandang status "terhukum", para pemainnya tetap berlatih. "Hasil KLB sangat berpengaruh pada pemain," ujar juru bicara Persibo, Imam Nur Cahyo. "Tapi mereka berusaha profesional dengan terus bermain."

Pilihan yang sama diambil PSM Makassar. Chief Executive Officer PT Pagolona Sulawesi Mandiri—perusahaan yang menaungi PSM Makassar—Rully Habibie memastikan klubnya tetap bertanding hingga akhir musim. "Mundur itu bukan sikap kesatria," katanya. "Kami akan bekerja keras dan berharap yang terbaik bagi PSM."

Hanya Persija IPL yang bernasib tragis. Klub besutan pelatih Edward Tjong ini untuk sementara dinonaktifkan. Manajemen klub mengembalikan pemain ke daerah masing-masing dan mempersilakan mereka mencari klub baru. "Kami bekukan dulu," ujar CEO Persija Bambang Sutjipto. "Kami tidak ingin menahan-nahan pemain karena nasib klub belum jelas."

Bambang menilai skema penyatuan liga yang diambil PSSI dalam kongres luar biasa menghantam telak klub-klub LPI. "Bayangkan saja, kami yang semula dianggap resmi mendadak menjadi ilegal," ucapnya getir. "Seperti anak kandung yang tiba-tiba dijadikan anak tiri."

CEO PT Liga Prima Indonesia Sportindo—operator kompetisi LPI—Widjajanto menghitung setidaknya bakal ada 1.200 pemain yang jadi penganggur jika skema penyatuan liga itu diterapkan musim depan. "Seharusnya unifikasi liga jangan hanya dilihat dari aspek keolahragaannya, tapi aspek ekonominya juga diperhitungkan."

Ia menilai skema penyatuan liga diambil secara tak wajar. Konsep 18 klub LSI dan 4 klub LPI dipilih dalam kongres luar biasa. Tak ada diskusi, apalagi perdebatan. Padahal, kata Widja—panggilan akrab Widjajanto—format dan jumlah peserta kompetisi semestinya diambil dalam rapat Komite Eksekutif. "Itu ada di Pasal 37 ayat 1 huruf i Statuta PSSI."

Format kompetisi menjadi porsi rapat Komite Eksekutif karena pembahasannya menyangkut persoalan teknis kompetisi dan bisnis yang sangat kompleks. Widja lalu mencontohkan format Piala Dunia yang diputuskan Komite Eksekutif Asosiasi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Jadi, "Bukan lewat kongres, apalagi voting."

Jaminan bahwa kompetisi musim depan akan terdiri atas 18 klub LSI dan 4 klub LPI juga dinilai janggal. Sebab, mulai musim depan, Asosiasi Sepak Bola Asia (AFC) akan menerapkan sistem scoring untuk klub-klub di liga profesional. Scoring itu meliputi legalitas klub, finansial, infrastruktur, administrasi, dan sporting. Wi­dja mempertanyakan masih banyaknya klub yang menunggak gaji pemain. Kini dia mempertimbangkan untuk membawa persoalan ini ke Badan Arbitrase Olahraga Internasional (CAS).

Anggota Komite Eksekutif PSSI, Tonny Apriliani, membantah argumentasi Wi­dja. Kongres, kata dia, memiliki kewenangan menentukan skema dan format kompetisi. "Rapat komite eksekutif bisa saja akan menentukan kompetisi," ujarnya. "Tapi tidak bisa mengubah keputusan kongres."

Skema penyatuan liga dengan komposisi 18 klub LSI dan 4 klub LPI, kata Tonny, sudah final. Tapi tak tertutup kemungkinan ada revisi saat kongres tahunan digelar pertengahan Juni mendatang. "Kalau pemilik hak suara menginginkan diubah, ya, bisa saja."

Nah, celah inilah yang akan dimanfaatkan klub-klub LPI. Mereka akan berjuang di forum tersebut. "Konsep itu harus dilawan, karena kongres luar biasa seharusnya menjadi jembatan unifikasi liga yang lebih baik," ujar Saleh Mukadar. Adapun Persibo Bojonegoro siap membawa kasus ini ke CAS. "Seandainya keputusan itu sudah final, akan kami jadikan dasar gugatan," kata Imam Nur Cahyo.

Bola pertarungan masih akan terus bergulir. Sebab, kongres luar biasa, seperti disiratkan Saleh Mukadar, ternyata gagal menghasilkan unifikasi yang kokoh.

Dwi Riyanto Agustiar, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Abdi Purmono (Malang), Tri Yari Kurniawan (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus