Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Diet Lezat Pasien Kanker

Makanan untuk pasien kanker bisa dikreasi agar enak. Penting untuk mendongkrak daya tahan tubuh.

21 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH terkena kanker, banyak pantangan makan pula. Bingung. Itulah sepenggal kisah yang sempat mampir dalam kehidupan Ellen Martini. Pada 2002, warga Slipi, Jakarta Barat, ini divonis mengidap kanker payudara. Tak mau sel-sel jahat itu kian menyebar, ibu tiga anak ini harus merelakan payudara kirinya diangkat. Hanya sehari menginap di rumah sakit, sepekan kemudian, pengusaha swasta ini harus mulai menjalani kemoterapi untuk membabat sisa-sisa kanker di payudaranya.

"Selepas operasi itulah banyak informasi soal makanan masuk. Enggak boleh makan ini, enggak boleh makan itu," kata Ellen kepada Tempo, Selasa pekan lalu. Repotnya, informasi yang masuk kerap hanya berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, tanpa rujukan yang jelas. Misalnya dia tidak boleh makan melon dan anggur. "Itu kan konyol," ujarnya. Ellen yakin, selama menjalani pengobatan lanjutan, asupan gizi justru sangat penting.

Tak ingin terjebak dalam penjara mitos, Ellen pun mencari informasi. Tak hanya buka-buka Internet, yang tak kalah penting, ia mencari informasi ke dokter yang biasa menangani pasien kanker. Kelegaan pun didapat. Ternyata tak perlu berpantang makanan tertentu. Ia pun melahap apa saja, termasuk beragam buah dan sayur. Tahun berganti, pengobatan dan kemoterapi pun beres. Pengecekan rutin tahunan menunjukkan kondisi survivor yang kini aktif di Yayasan Kanker Indonesia ini oke.

Kebingungan pasien kanker soal makanan tak hanya monopoli Ellen. Menurut dokter Ang Peng Tiam, konsultan senior soal kanker di Parkway Cancer Centre, Singapura, hal serupa terjadi di negaranya. "Tiap kali konsultasi, hampir semua pasien menanyakan soal diet: apa yang bisa dimakan, apa yang tidak," katanya di Jakarta, awal bulan ini. Ia hadir dalam hajatan peluncuran buku Delighting D'Appetite, yang berisi resep-resep makanan bagi mereka yang menderita kanker.

Pasien banyak bertanya karena cerita soal makanan bagi penderita kanker bertebaran, termasuk di Internet. Makanan A, misalnya, enggak boleh dimakan karena menjadi racun bagi tubuh, atau makanan B terlarang karena akan memicu pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya. Bahkan, karena takut mengkonsumsi daging-dagingan, ada pasien yang memilih menjadi vegetarian.

Melalui buku ini, Ang hendak menyampaikan pesan bahwa mereka yang terserang kanker bisa makan hampir semua jenis makanan. Tak ada pantangan untuk mengkonsumsi sup, daging, ikan, seafood, mi, sayur, buah, minuman, dan beragam makanan ringan. Yang lebih asyik, semua resep dalam buku itu sudah diuji coba oleh sejumlah chef kenamaan sehingga cita rasanya teruji. "Apa yang Anda makan tidak perlu hambar," ujar Ang, yang juga aktif di Mount Elizabeth Hospital, "Makanannya sangat lezat."

Tak hanya lezat, menurut Fahma Sunarja, ahli nutrisi Parkway Cancer Centre, bahan dari makanan dan minuman tersebut sudah diseleksi sehingga kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan pasien. Cara masaknya juga sudah ditentukan. Makanan yang dipanggang di atas arang, seperti sate dan barbeque, tak bakal ditemukan. Sebab, cara itu terbukti kurang baik, bahkan diduga bisa menyebabkan kanker.

"Semua resep mengambil bahan yang segar tanpa bahan pengawet," kata Fahma kepada Tempo, Senin pekan lalu. Agar manfaat sajian tersebut benar-benar dirasakan pasien, bahannya dipilih yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh. Misalnya vitamin, antioksidan (zat yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan radikal bebas), dan fitonutrien (nutrisi nabati yang diyakini berefek positif untuk kesehatan).

"Orang yang menjalani kemoterapi butuh energi. Jadi, ia tetap harus cukup makanan bergizi," ucap dokter Ulfana Said Umar, koordinator survivor di Yayasan Kanker Indonesia. Hampir saban hari ditanya tentang makanan bagi pasien kanker, ia sepakat dengan Ang bahwa mereka bisa makan hampir semua jenis makanan.

Hermien Y. Kleden


Dr Ang Peng Tiam, Direktur Medis dan Konsultan Senior Pusat Kanker Parkway:
Onkolog dan Chef Banyak Miripnya

Muncul di Jakarta dua pekan lalu, onkolog senior asal Singapura, Ang Peng Tiam, datang dengan sebuah buku resep luks di tangan: Delighting D'Appetite. Memajang puluhan menu, Ang mengungkapkan resep-resep dalam buku ini telah diuji coba para chef ternama melalui takaran dan nutrisi yang klop untuk penderita kanker. Sebelumnya, Ang menerbitkan Awakening Appetite—juga bagi penyandang kanker.

Melalui kedua buku tersebut, dia mengatakan mereka yang terserang kanker bisa memakan hampir semua jenis makanan, tanpa perlu khawatir. "Silakan makan apa saja, tak perlu pantang apa-apa," ujar ahli kanker yang juga aktif di Mount Elizabeth Hospital ini.

Bukan rahasia lagi, banyak warga Indonesia berbondong-bondong ke Singapura untuk berobat—termasuk pasien-pasien Ang. Maka kehadiran sang onkolog (ahli kanker) ini di Jakarta diamati dengan kritis oleh sejumlah dokter setempat. Tapi Ang melihatnya dari sisi lain. "Negara Anda yang begini luas tentu perlu bantuan banyak ahli kanker," ujarnya kepada Tempo.

Menekuni sedikitnya 100 kasus kanker baru per bulan, Wakil Ketua Singapore Cancer Society ini rajin berkeliling Asia untuk membicarakan penyakit ini kepada publik.

Di sela-sela jadwalnya yang padat, Ang Peng Tiam menjawab pertanyaan Hermien Y. Kleden dan Dwi Wiyana dari Tempo di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, dua pekan lalu.

n n n

Kok sempat-sempatnya memikirkan ide buku resep di tengah jadwal padat Anda sebagai onkolog?

Pertanyaan yang selalu muncul dari para pasien saat mereka berkonsultasi adalah, "Apa yang boleh dan tak boleh disantap? Makanan apa saja bisa memicu pertumbuhan kanker?" Saya pasti tak akan sempat mengajari satu per satu pasien memasak makanan yang lezat dan pas (untuk kondisi mereka). Saya bilang kepada beberapa kolega di Parkway, mari kita buat buku ini.

Tampaknya Anda melibatkan banyak chef?

Sejumlah chef bagus dan berpengalaman menyiapkan setiap resep yang telah diuji coba, dan bisa Anda lihat dalam buku ini. Rasanya lezat, tampilannya amat menarik. Pendapat bahwa penderita kanker makannya harus amat dibatasi, bahkan menjadi vegetarian, sama sekali tidak benar.

Apakah ada kemiripan dalam proses kerja di dunia onkologi dan masak-memasak?

Memang mirip. Dalam onkologi, kami bekerja dengan formula, resep, campur-mencampur. Kepada pasien Anda akan bilang, "Obat ini yang harus Anda makan, campurannya sekian-sekian." Seorang dokter muda akan berpegang pada "buku resep", mengikuti dengan cermat seluruh petunjuk memasak. Tapi onkolog yang matang mahir berimprovisasi dalam menghadapi setiap pasien, tanpa perlu melongok-longok "buku resep".

Para amatir akan lebih bergantung pada buku resep. Komentar Anda?

Seorang ahli bedah muda akan banyak berpegang pada "buku resep" dan mengikuti seluruh petunjuk tahap demi tahap. Chef—seperti juga onkolog—berpengalaman tahu betul isi buku resep, tapi dia mampu berimprovisasi berdasarkan menu yang dimasak dan bagi siapa makanan itu disiapkan.

Bagaimana bila pasien banyak terbantu oleh resep-resep ini, sehingga semakin sedikit orang datang berobat, padahal dokter kan hidup dari pasien?

Pengobatan yang baik mendatangkan uang, pengobatan yang buruk tak menghasilkan rezeki. Anda bisa mengutip saya, dan hal ini perlu dicamkan dengan sungguh-sungguh oleh siapa pun: dokter, pasien, masyarakat. Urgensi lain adalah perlunya pendidikan publik tentang kanker. Itu sebabnya saya terus-menerus berkeliling untuk berbicara. Termasuk di Jakarta kali ini.

Boleh tahu berapa operasi kanker yang Anda tangani setiap hari?

Saya tidak mengoperasi pasien. Saya onkolog yang non-surgeon. Saya spesialis kanker, saya mengobatinya, bukan mengoperasi pasien. Saya pemikir, bukan pelaksana.

Berapa kasus yang Anda pelajari setiap bulan?

Saya mempelajari dan menelisik sekitar 100 kasus baru kanker setiap bulan, 1.200-an dalam setahun.

Wah, banyak sekali. Apakah Anda memikirkan kanker pada saat tidur dan jalan-jalan?

Sejujurnya tidak. Saat bekerja, saya bekerja. Saat jalan-jalan, saya bersantai. Beberapa studi di Amerika mencatat banyak spesialis kanker dilanda kelelahan luar biasa. Hidup terdiri atas banyak faset: makan, tidur, memikirkan kanker, dan semua fase ini perlu dinikmati dengan gembira. Hanya dengan cara itu Anda bisa memikirkan, mempelajari, membagikan pengetahuan tentang kanker dengan optimistis kepada orang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus