Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lu Hongzhou tak pernah melupakan tiga orang yang mendatangi Rumah Sakit Fifth People, Shanghai, pertengahan Februari lalu. Wakil Direktur Pusat Klinik Kesehatan Masyarakat Shanghai ini mengisahkan seorang tua dan dua anaknya itu bermaksud memeriksakan gejala flu yang mereka derita. Alih-alih sembuh, ¡±Ketiganya meninggal 13 hari kemudian,¡± kata Lu, seperti dikutip China Daily, Kamis pekan lalu.
Lu penasaran. Kematian itu dianggapnya tak wajar. Dia pun bergegas memburu identitas virus itu di laboratorium. Flu musiman, virus H5N1, dan SARS segera dicoret dari daftar tersangka. Dia menduga virus yang menewaskan ketiganya masih dari varian H1N1. Belakangan diketahui penyebabnya adalah virus flu burung dari strain baru, yakni dari jenis H7N9. "Ini virus yang belum pernah menginfeksi manusia."
Dia menerangkan, virus memang mengalami rekombinasi dan variasi secara terus-menerus. Gejala yang ditimbulkan antara lain influenza, sesak napas, dan pneumonia. Rupanya, ini virus yang cukup ganas. Sebab, sejak pertengahan Maret lalu, korban akibat "pemangsa baru" ini terus berjatuhan. Sekurangnya 16 orang tewas hingga pekan kemarin.
Badan Keluarga Berencana dan Kesehatan Nasional menyatakan lebih dari seribu warga Cina berpotensi tertular virus yang menyebar dari Shanghai ini. Tak aneh karena dengan cepat virus itu mengembara ke berbagai penjuru mata angin. Kawasan yang dinilai rawan adalah dari Shanghai di timur, Henan di tengah, Zhejiang di selatan, Anhui di barat, hingga Jiangsu di utara.
Bahkan, "Beijing pun mulai terinfeksi," ujar seorang pejabat Biro Kesehatan Kota Praja Beijing kepada kantor berita Xinhua pekan lalu. Di ibu kota, seorang gadis berusia 7 tahun menjadi korban pertama virus ganas tersebut.
Perkembangan di Cina ini lumayan nggegirisi bagi masyarakat internasional. Dunia serentak bereaksi, meski Cina belum dinyatakan mengalami pandemi. Pejabat kesehatan di berbagai negara pasang kuda-kuda. Di Indonesia, setiap orang yang baru datang dari Cina dan punya keluhan batuk, demam, serta sesak napas akan diperiksa.
Menurut Profesor Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, setiap kasus influenza dan infeksi saluran pernapasan akut yang dinilai tidak wajar akan diamati. Kasus kematian unggas mendadak secara massal juga bakal diwaspadai. "Sampai saat ini belum ada vaksin H7N9," ujarnya.
Kementerian Pertanian pun mengeluarkan larangan impor unggas hidup dan produknya dari Cina. Juga dari negara lain yang tertular H7N9. Semua lalu lintas perdagangan unggas serta produknya diawasi ketat lewat Badan Karantina Pertanian. "Bukan hanya daging, melainkan juga bulu untuk kok badminton," ucap Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Pudjiatmoko di kantor Komisi Nasional Zoonosis pekan lalu.
Para ilmuwan tak kalah tersengat. Mereka yang selama ini menaruh perhatian pada flu burung mulai meneliti virus baru ini. Begitu juga di laboratorium Pusat Riset Flu Burung Universitas Airlangga, Surabaya, yang memiliki primer spesifik untuk mendeteksi mutasi virus flu burung. Sayang, Cina sebagai si empunya virus tidak bersedia berbagi isolat dengan negara lain. Padahal sampel murni virus itu penting untuk membuat vaksin.
Chairul Anwar Nidom, Ketua Pusat Riset Flu Burung Universitas Airlangga, mengatakan kasus H7N9 di Cina itu mengagetkan para ilmuwan. Virus yang tergolong influenza A ini dikenal hanya hidup pada tubuh hewan, khususnya unggas. Itu pun tidak mematikan. "Kok, bisa menginfeksi orang sampai meninggal?" katanya.
Asal-muasal H7N9 menjadi penting untuk dijawab. Menurut Nidom, subtipe H7N9 diduga terbentuk dari hasil koalisi beberapa jenis virus. Pertukaran fragmen (frame-shift mutation) memang umum dijumpai pada virus influenza. Virus pertama memberikan fragmen H7, virus kedua menyumbang N9. Pada kasus H7N9, kedua fragmen bisa berasal dari dua spesies hewan inang yang berbeda, misalnya merpati dan babi.
Itu baru membahas faktor hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N), yakni jenis protein pada permukaan tubuh virus flu burung yang menentukan subtipenya. Harus diketahui, H dan N hanyalah dua dari delapan fragmen penyusun tubuh virus dan biasa dikenal sebagai gen eksternal. Adapun enam fragmen sisanya (gen internal) bisa berasal dari virus subtipe lain.
Menurut Nidom, gen internal H7N9 berasal dari virus H9N2, yang diketahui dari Cina tenggara. Inilah yang diduga kuat membuat virus baru di Cina menjadi ganas bagi manusia. Sebab, hasil penelitian pada 1997 menunjukkan H9N2 merupakan virus donor bagi H5N1, yang terbukti mematikan bagi unggas dan manusia enam tahun kemudian. "Kalau berbicara tentang matematika, H7N9 juga bisa disuplai dari H5N1," ujarnya.
Pakar mikrobiologi dan virologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Budiman Bela, mengatakan virus influenza memang bisa bermutasi dan melakukan pertukaran materi genetik (genetic reassortment). Kemampuan unik ini mendorong munculnya virus subtipe baru, seperti H7N9.
Pengurutan DNA dan RNA virus bisa menguÂak asal-muasal si virus. Ia mencontohkan, virus flu babi (H1N1), yang mampu menular antarmanusia, merupakan gabungan berbagai virus dari beberapa kawasan di dunia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan virus H7N9 mengandung sekelompok gen dari tiga virus flu burung yang berbeda. Analisis genetik terhadap tiga isolat virus dari Cina menunjukkan terjadinya perubahan asam amino yang memicu peningkatan afinitas untuk reseptor alpha 2-6 sialic acid. Perubahan ini membuat H7N9 mampu menginfeksi spesies mamalia, termasuk manusia, dibanding jenis virus flu burung lainnya.
Lalu mengapa H7N9 tidak mematikan bagi unggas yang menjadi inangnya? WHO menyatakan isolat virus H7N9 memiliki struktur hemaglutinin yang berkaitan dengan patogenisitas rendah pada burung. Inilah yang menyebabkan virus tidak bersifat ganas terhadap unggas. "Sejauh ini belum ada laporan penyakit parah pada unggas akibat infeksi H7N9," tulis WHO dalam situs resminya.
WHO menyatakan virus mungkin menular dari burung liar, babi, atau manusia. Ini diperkuat oleh hasil riset Laboratorium Patogenitas, Mikrobiologi, dan Imunologi Akademi Sains Cina, yang menyatakan H7N9 berasal dari burung liar dari Asia timur dan ayam dari Cina timur. Tim ilmuwan tidak menemukan jejak gen virus pada babi. "Babi tidak menjadi inang perantara untuk strain baru virus flu burung yang mematikan ini," kata mereka.
Tak mau ambil risiko, pemerintah Cina segera melakukan isolasi terhadap puluhan peternakan ayam, merpati, dan bebek di provinsi yang terjangkiti virus. Kepada mereka juga dilakukan penyemprotan disinfektan. Puluhan ribu unggas pun dimusnahkan. "Lima sampel unggas di Cina timur terbukti positif H7N9," demikian pernyataan Departemen Pertanian Cina.
Virus juga terdeteksi pada satu sampel merpati dari Provinsi Jiangsu dan empat sampel ayam dari Provinsi Zhejiang. Hasil analisis gen menunjukkan strain virus H7N9 di lima sampel tersebut sama dengan yang ditemukan di tubuh merpati pada 4 April lalu. Jalur penularan H7N9 sejauh ini masih belum kasatmata, tapi WHO memastikan belum terjadi penularan antarmanusia.
Bagai berlomba dengan waktu, agar virus tak semakin ganas, pemerintah Cina memerintahkan Departemen Sains dan Teknologi serta Komisi Keluarga Berencana dan Kesehatan Nasional menyiapkan vaksin H7N9 dalam waktu tujuh bulan. Menurut WHO, vaksin baru ini harus sangat canggih. Sebab, H7N9 terbukti peka terhadap oseltamivir dan zanamivir, jenis obat penghambat neuraminidase. Virus mematikan itu juga tahan terhadap obat antivirus amantadine dan rimantadine.
Sampai penangkal itu ditemukan, pengawasan seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia tak bisa dielakkan. Termasuk mengawasi bahan pembuat kok bulu tangkis!
Mahardika Satria Hadi, Satwika Movementi
Virus Influenza A
Salah satu skenario munculnya virus influenza A (H7N9) di Cina. Virus terbentuk dari penggabungan materi genetik (genetic reassortment) tiga virus dari tiga inang yang berbeda. Menyerang manusia lewat inang perantara.
Salah satu skenario munculnya virus influenza A (H7N9) di Cina. Virus terbentuk dari penggabungan materi genetik (genetic reassortment) tiga virus dari tiga inang yang berbeda. Menyerang manusia lewat inang perantara.
Angka kefatalan H7N9 dibanding penyakit lain yang mewabah:
Sumber: WHO | CDC
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo