Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Juara datang, laba dihitung

PT Adi Nawaeka diharapkan mampu mengembangkan pertenisan nasional dengan menyelenggarakan turnamen bergengsi. pelti mendapat dana?

5 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESTASI adalah tonggak utama bila kita berbicara tennis is business. Tanpa prestasi, kita bisa mengalami kesulitan dalam mencari mitra kerja -- dalam hal ini sponsor. Singkat kata: ada prestasi ada bisnis. Adanya prestasi pun akan menimbulkan rasa percaya diri untuk bernegosiasi dengan badan-badan tenis dunia agar mendapatkan jatah pemain dalam pengadaan suatu pertandingan bergengsi. Keberhasilan Romana Tejakusuma sampai ke babak ketiga Turnamen Tenis Australia Terbuka, pekan lalu, dan sekaligus akan membawanya ke peringkat di bawah 100 yang disusun WTA (Women Tennis Association), suatu bukti lagi kemampuan kita memproduksi petenis berprestasi kelas dunia. Ini merupakan modal tambahan -- di samping Yayuk Basuki, yang telah dua tahun bertengger pada peringkat 50 besar dunia -- yang akan membuat kita makin percaya diri dalam bernegosiasi. Ketika dunia tenis memasuki era terbuka pada 1968 -- saat diterimanya petenis-petenis pro berpartisipasi dalam turnamen grand slam, yang sebelumnya hanya diperuntukkan bagi petenis amatir saja -- sejak itu pula perkembangan dunia tenis maju pesat. Dalam peralatan saja, misalnya, kita lihat bagaimana bentuk maupun kerangka raket tenis telah mengalami perubahan bentuk dari ukuran standar sampai pada ukuran over size. Seiring dengan perkembangan alat-alat tenis, kocek para atlet yang memiliki prestasi dunia pun mulai terisi oleh berbagai kontrak dengan produsen alat-alat olahraga. Pendapatan itu makin bertambah ketika pertandingan yang digelar di lima benua menyediakan hadiah uang yang terus meningkat. Petenis Arthur Ashe, misalnya, hanya menerima hadiah sekitar Rp 30 juta ketika tampil sebagai juara Wimbledon pada 1975. Hadiah itu sekarang sebanding dengan hadiah petenis yang hanya mencapai babak ketiga Wimbledon 1993. Ketika Boris Becker tampil sebagai juara Wimbledon, pada 1985, ia menerima hadiah uang hampir Rp 400 juta. Peningkatan penerimaan petenis tak hanya lewat hadiah dari turnamen, tapi juga lewat kontrak penggunaan peralatan olahraga. Tahun 1981, John McEnroe menandatangani kontrak raket dengan Dunlop sebesar US$ 5 juta untuk lima tahun. Ketika Andrea Agassi tampil sebagai juara Wimbledon 1992, Nike dan Donnay telah menunggunya dengan kontrak senilai US$ 6 juta setahun. Karena prestasi atlet hanya bisa diukur melalui pertandingan, maka penyelenggara pertandingan, lebih-lebih produsen alat-alat olahraga, akan terus berperan aktif agar turnamen yang ada tetap terus terselenggara bahkan, kalau perlu, melahirkan turnamen-turnamen baru. Yang dituntut saat ini adalah kemampuan personel pengelola pertandingan dalam memberikan komitmennya berupa kepastian berpromosi. Hadirnya PT Adi Nawaeka di pelataran tenis Indonesia, dan menjadi pemegang hak penyelenggaraan Turnamen Tenis Indonesia Terbuka yang berhadiah total US$ 300.000, sungguh membesarkan hati penggemar tenis di tanah air. Rasanya tidak berlebihan kalau Adi Nawaeka disebut sebagai badan usaha promosi dunia tenis Indonesia. Kita tentu sangat menaruh harapan penuh pada Adi Nawaeka dalam pengembangan prestasi tenis di Indonesia. Saya mengambil contoh cara kerja ITF. Sebagai badan tenis dunia yang memiliki kuasa untuk penyelenggaraan turnamen grand slam, ITF menunjuk Inggris, Prancis, Amerika Serikat, dan Australia -- sejarah mencatat adalah empat negara itu yang merupakan penyelenggara awal kejuaraan tenis -- mendapat hak sebagai penyelenggara kejuaraan paling bergengsi itu. Sebaliknya, badan tenis di keempat negara itu juga diwajibkan memberikan sejumlah kontribusi ke ITF untuk mengembangkan tenis di seluruh dunia. Besar kontribusi itu US$ 100.000 (1987). Dengan demikian, setiap tahun ITF menerima dana US$ 400.000. Dana ini digunakan ITF untuk penyelenggaraan development sircuit, women satellite, dan Junior Grand Slam Trust Fund. "Dari dana itu ITF membiayai petenis-petenis junior terbaik dari kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Tengah serta Latin untuk ambil bagian di turnamen grand slam Prancis Terbuka, Wimbledon, Amerika Terbuka, dan Australia Terbuka. Upaya ini ditempuh ITF untuk lebih menggalakkan lagi permainan tenis di lima benua," kata Dough McCurdi, Direktur Pengembangan ITF. Sebenarnya ada beberapa pos lagi yang dibiayai ITF, seperti penataran pelatih, wasit, dan lain-lain. Dalam skala lebih kecil adalah tanggung jawab moril bagi Adi Nawaeka berperan aktif memberikan donasi tertentu ke PB Pelti, sehingga pengurus mampu menyusun rencana kerja optimal dalam meningkatkan prestasi petenis kita. Apalagi saat ini PB Pelti sangat kekurangan dana pembinaan. Tidak adanya pelatnas, dan sering terjadi pengiriman tim ke luar negeri yang mengatasnamakan tim nasional tapi sesungguhnya biaya pengiriman dikerjakan oleh klub. Kemudian, agar tidak lagi terjadi kesenjangan prestasi seperti tampak pada Yayuk dan Romana, maka dibutuhkan satu sistem pembinaan dan pengembangan prestasi secara berjenjang. Menurut saya, keberhasilan Yayuk serta Romana merupakan keberhasilan program peningkatan prestasi klub tempat mereka bernaung. Lantas di mana peran PB Pelti? Barangkali perlu dicontoh cara Australia, Swedia, dan kini mulai diikuti Amerika, mengembangkan pola pelatnas junior untuk mengatasi kesenjangan prestasi di kalangan petenis mereka. Apabila kita jeli, maka akan terlihat bagaimana tim junior ketiga negara itu (masing-masing 4 pasang) diikutsertakan dalam turnamen grand slam junior. Maka, barangkali perlu ada semacam pola pembinaan berjenjang seperti itu di tingkat daerah sampai tingkat nasional. Kerja besar ini tentu saja memerlukan dana yang besar. Untuk itulah diharapkan dengan kehadiran Adi Nawaeka, yang kini merupakan mitra kerja PB Pelti, ini mampu mengatasi kendala-kendala dana yang kini dihadapi PB Pelti.Benny Mailili (Pengamat tenis Indonesia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum