LIEM Swie King kini bukan lagi tanpa tandingan. Penonton di
Empire Pool, Wembley, maupun pirsawan TVRI, akhir pekan silam
dikejutkan oleh penampilannya yang paling tak mengesankan dalam
karirnya sebagai kampiun bulutangkis. Ia dikalahkan oleh finalis
Prakash Padukone (3-15 dan 10-15). "Di luar dugaan," komentar
Rudy Hartono, juara All England 8 kali, yang berada di London
bersama tim Indonesia tanpa bermain.
King memang melakukan hal yang tak terduga. Dari dua set itu, ia
hanya mampu meraih 13 angka -- di antaranya 8 diperoleh lantaran
pengembalian bola yang tak cermat dari Prakash. Sebaliknya
kecerobohan King menghasilkan 20 angka bagi lawannya. Kekalahan
ini pertama kali bagi King dari 5 perjumpaan mereka di arena.
Banyak orang menebak King masih dihantui oleh kekalahannya atas
Han Jian dalam dwilomba Indonesia-RRC di Singapura, 23 Februari.
Tapi Prakash, kampiun nasional India selama 7 tahun terakhir,
mengatakan King "lemah dalam backhand strokes. Kekurangannya itu
saya manfaatkan." Ia juga tak memberikan kesempatan pada King
untuk melakukan smash yang tajam. Memang terbukti King hanya
sempat 16 kali (7 di set pertama dan 9 di set kedua)
mempergunakan senjata pamungkasnya itu.
Prakash, 25 tahun, pernah berlatih di Indonesia selama 1« bulan
di tahun 1978. Berasal Bangalore, ia mulai melonjak di arena
internasional Maret ini saja. Dalam tempo hanya tiga minggu,
Prakash berturut-turut merajai turnamen di Denmark, Swedia dan
All England.
Di All England, dialah pemain India pertama yang menjadi juara.
"King telah membuat banyak kesalahan dalam final kemarin," ujar
Prakash. Seperti biasanya di Indonesia, Prakash juga akan
didulukan di negerinya pekan ini.
Dari All England kali ini tak hanya King yang gagal. Empat gelar
juara direnggut Indonesia tahun lalu. Partai ganda putra saja
yang berhasil dipertahankan kali ini. Pemenangnya adalah
pasangan Tjun-tjun/Johan Wahyudi. Di final mereka mengalahkan
pasangan Inggris, Ray Stevens/Mike Tredgett 10-15, 15-9 dan
15-10. Sekaligus Tjuntjun/Johan Wahyudi menyamai prestasi
pasangan legendaris Denmark, Fin Kobbero/J. Hammergaard Hansen
sebagai juara All England 6 kali. Tiga gelar yang terlepas
adalah tunggal putra, ganda putri serta pasangan campuran. Kali
ini Indonesia muncul di final tunggal putri (Veraway) tapi kalah
pula.
Di nomor wanita, penampilan memukau oleh Verawaty, Ivanna, dan
pasangan ganda Verawaty/Imelda dalam dwilomba di Singapura tak
terulang di All lngland. Dari mereka yang menundukkan
pemain-pemain putri RRC ini hanya Verawaty yang berhasil
mencapai final. Akhirnya ia juga dikalahkan oleh juara bertahan,
Lenne Koppen dari Denmark (2-11 dan 6-11). Akan Ivanna dan
pasangan Verawaty/Imelda masing-masing cuma sampai di perempat
dan semi final. Dalam pasangan campuran, juara bertahan
Indonesia Christian/Imelda dikalahkan oleh Tredgett/Nora Perry
dari Inggris 13-18 dan 10-15.
Melihat kekalahan tim Indonesia di All England, Rudy kembali
mengingatkan agar PBSI mawas diri. Ia mengulangi lagi sarannya
agar soal teknis mendapat perhatian utama. Tidak soal fisik
saja. Pelatnas PBSI terakhir ini memang tak punya pelatih
khusus teknis permainan seperti dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini