Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEEDS – Tiada pernah orang Inggris sebahagia tadi malam. Di Stadion Eland Road, kandang klub Leeds United, mereka bisa melepas tim kesayangannya pergi ke Rusia dengan tenang. Bukan karena mereka bisa menang 2-0, melainkan karena mereka juga melihat satu bintang yang berkilau-kilau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia adalah Marcus Rashford, 19 tahun. Melawan Kosta Rika, yang menjadi lawan terakhir dalam uji coba, pemain asal Manchester United itu tampil begitu sempurna. Puncaknya adalah sebuah gol cantik yang dibuatnya dengan tendangan dari jarak 30 meter yang menusuk gawang yang dijaga kiper Real Madrid, Keylor Navas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak hanya soal gol cantik itu yang membuat Rashford menjadi buah bibir. Penampilan pemain yang berasal dari akademi sepak bola Setan Merah itu sungguh memukau. Operan-operannya sangat taktis dan dia bermain teramat tenang. Kedewasaannya di lapangan sangat kontras dengan usianya yang masih belia.
Penampilannya sekarang macam langit dengan bumi dibanding saat dia bermain mengenakan kaus Manchester United. Di klubnya, dia jarang dimainkan oleh manajer Jose Mourinho. Tapi pelatih asal Portugal itu punya alasan.
Seperti yang terjadi saat Manchester United kalah oleh Brighton di Liga Primer, bulan lalu. Ketika itu, Mou yang menurunkan Rashford sebagai starter jatuh kecewa. "Anda kini sudah punya jawaban kan, kenapa saya selalu memainkan Lukaku?" kata Mou.
Menurut Mourinho, sejatinya Rashford bukanlah pemain yang seperti disebut banyak orang. Dia masih kalah jauh dibanding Lukaku yang dibeli Manchester United dari Everton dengan harga 70 juta pound sterling.
Sayangnya, tak ada media di Inggris yang menemui Mourinho untuk bertanya soal penampilan timnya ketika melawan Kosta Rika itu. Namun yang jelas, banyak orang kemudian membandingkan apa yang sebenarnya yang terjadi di timnas Inggris dan juga di klubnya, Manchester United.
Pertanyaan besarnya adalah kenapa ketika bermain bersama tim nasional Inggris, Rashford bisa bermain lepas? Sebaliknya, ketika bermain di klubnya, dia terbilang angin-anginan. Contoh buruk permainan Rashford lainnya adalah saat turun bersama Manchester United di final Piala FA melawan Chelsea.
Hanya satu kata: kebebasan. Di timnas, Southgate memberi Rashford kebebasan yang luar biasa. Dia diperbolehkan menjelajah ke setiap sudut lapangan yang dia suka. Southgate pula yang memerintahkan Jamie Vardy untuk ikut bertahan dan memberi ruang lebih padanya.
Nah, hal itu yang tidak didapatkan bersama Manchester United. Rashford selalu dipatok untuk berada di sisi kiri sebagai pemain sayap. Terlebih saat Mourinho menggunakan strategi 4-2-3-1. Praktis kakinya seperti dibebat.
Dalam catatan Opta, dalam posisinya seperti itu, di United, Rashford hanya memiliki catatan 19 persen sentuhan. Adapun saat bermain melawan Kosta Rika, dia lebih bebas dan cair. Statistik menunjukkan dia menghasilkan 32,5 persen sentuhan.
Penampilan Rashford yang brilian dalam pertandingan melawan Kosta Rika ini memunculkan harapan baru bagi Southgate. Pilihannya di lini depan kini menjadi lebih ramai. Dia punya pasangan Harry Kane-Dele Alli dan Marcus Rashford dengan Jamie Vardy.
Southgate tahu itu bukan pasangan yang kaku. Semua bisa dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan. Termasuk memasangkan dengan Rashford. Resepnya hanya satu: memberi dia kebebasan. DAILYMAIL | MIRROR | IRFAN BUDIMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
