NIAT Rudy Hartono menuntut balas atas kekalahannya di tangan
Svend Pri selepas final All England 1975, akhirnya kesampaian
juga. Setelah dalam kali peluang internasional -- turnamen All
England dan final Piala Thomas 1976 keinginan Rudy itu
diputuskan lain oleh nasib. Dalam pertarungan di All England
kemarin, kehendak tersebut dipatahkan oleh Liem Swie King yang
menjinakkan kebolehan Pri di semi final . Di arena final
interzone Piala Thomas, awal Juni lalu perjalanan nasib itu
dipupuskan oleh regu Malaysia dengan menyetop laju team Denmark
di ambang yang sama. Ternyata keinginan yang dipendam Rudy itu
muncul di tempat kelahirannya: Surabaya. Disaksikan oleh 8.000
pasang mata penonton yang memadati gedung Gelora Paneasila.
Sabtu 1 Juni malam lalu Rudy berhasil memaksa Pri mengakui
keunggulannya setelah melalui pertandingan yang alot: 15-13,
10-15, dan 15-12. "Namanya menang, ya terang senang dong". ujar
Rudy seusai pertandingan. Sementara itu Pri mengomentari: "Rudy
malam ini bermain lebih baik dari saya. Tapi lihat saja nanti di
Jakarta. Di sana, ia pernah saya kalahkan. Dan itu akan saya
ulangi kembali"
Menghibur
Kamis, 17 Juni malam di Istora Senayan, Pri masih mengulangi
tekad yang telah dicanangkannya di Surabaya menjelang masuk ke
lapangan. Tapi serentak Rudy melancarkan serangan, ia nyaris
tak mampu mengendalikan permainan sang Juara All England 3 kali
tersebut. Dari 10 angka kemenangan yang diraih Rudy pada set
pertama adalah hasil penempatan bola yang jitu, tanpa terjangkau
oleh Pri. Sebaliknya buat Pri sendiri. Dari 6 angka yang
dikantonginya, 4 di antaranya dikarenakan pengembalian yang
kurang cermat dari Rudy. Dalam set kedua pertarungan kelihatan
makin tak imbang, Pri hanya berkesempatan merenggut 3 angka dari
4 kali pergantian servis. Adakah Pri telah menurunkan segala
kepandaiannya melayani Rudy? Dibandingkan dengan gaya permainan
yang dilancarkannya ketika melawan pemain Malaysia Phua Ah Hua
atau Saw Swec Liong di Bangkok, dalam pertandingan eksibisi
kali ini Pri tak kelihatan turun sepenuh tenaga. Ia lebih
banyak menghibur publik ketimbang ingin memperkokoh
supremasinya. "Saya telah bermain sebaik mungkin. Tapi itulah
hasilnya," elak Pri kepada TEMPO. Dan, "harap anda catat lawan
saya bukan A Hua atau Swee Liong. Melainkan juara All England 8
kali".
Lampu Kuning
Jika dalam nomor pertandingan tunggal dan ganda putera,
supremasi Rudy Hartono, Liem Swie King, Iie Sumirat, serta
pasangan Tjuntjun/Johan Wahyudi dan Christian/Ade Chandra tidak
tergoyahkan oleh Svend Pri dan juara ganda All England 1976,
Kiehlstroem/Frohman di 3 tempat eksibisi: Surabaya, Semarang,
dan Jakarta. Sebaliknya di bagian puteri. Nomor tunggal tak ada
satu pun yang lepas dari tangan jagoan Inggeris, nyonya Gillian
Gilks. Bahkan juara nasional Indonesia 1976, Verawaty yang
pernah membuat debut dalam Invitasi Bulutangkis Asia di Bangkok.
Maret lalu dengan mengalahkan bintang RRT, Chen Yu Niang tak
berkutik melayani Gilks. Ia dikalahkan dengan telak: 11-6 dan
11-1. "Vera adalah sebuah bakat yang baik. Tapi, ia belum begitu
matang", komentar pelatih Inggeris, Mike Goodwin.
Beranjak dari kebolehan pemain puteri Indonesia dari 3 kali
eksibisi ini.lampu kuning telah menyala untuk persiapan turnamen
Piala Uber. Jika materi yang ada sekarang ini tidak segera
dipersiapkan dengan matang, bukan mustahil supremasi bulutangkis
wanita yang direbut Indonesia tahun lalu, akan berpindah tangan
lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini