Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Segalak Namanya?

Bekas pemain pre olimpik 1976 yang dibawah pssi garuda kini namanya pssi harimau. kesebelasan diuji melawan stoke city dari inggris di senayan. diharapkan menjadi kesebelasan nasional yang kuat. (or)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKAS pemain team Pre Olimpik 1976 -- minus Lukman Santoso, Nobon, Suhatman, Johannes Auri, Robby Binur, Waskito, dan Taufik Lubis yang bernaung di bawah panji PSSI Garuda -- kini menyandang nama yang lebih galak: PSSI Harimau. Diasuh oleh drs F.H. Hutasoit dan Sinyo Aliandu, kebolehan PSSI Harimau bakal diuji di kaki pemain Stoke City, Inggeris di stadion utama Senayan, pekan ini. Adakah PSSI Harimau akan bermain segalak namanya? Tampaknya tidak akan demikian. Meski di barisan PSSI Harimau masih tersisa nama beken seperti Iswadi, Risdianto, Andi Lala, Junaidi Abdillah, Anjas Asmara, Suaeb Rizal, Oyong Lisa, dan Ronny Pasla. Tapi tanpa kehadiran Lukman Santoso, Johannes Auri, Suhatman, dan Waskito, ketimpangan dalam gerak dan kerjasama team jelas tak terhindarkan. Titik lemah yang nyata kelihatan dalam masalah penunjukan pemain pada posisi back kiri. Karena setelah tempat itu ditinggalkan oleh Johannes Auri, belum tampak pemain pengganti yang tepat untuk dibebani tugas tersebut. Sakit Panas Melihat keadaan yang rumit itu, Hutasoit seolah dihadapkan pada jalan bersimpang yang ruwet. Di satu fihak, ia dituntut untuk mempertahankan reputasi yang telah dibangun team Pre-Olimpik dalam pertandingan final, Pebruari lalu. Di lain fhak, ia terbentur pada persoalan pengisian tempat yang ditinggalkan sebagian pemain. Kendati di Jakarta masih ada Rahman Halim dan Tinus Heipon yang biasa bertugas di kawasan pertahanan sebelah kiri, namun penempatan mereka itu sulit untuk dapat diharapkan mengimbangi kebolehan Johannes Auri. Membandingkan kedua nama calon pengganti Johannes Auri, pengasuh PSSI Harimau, Hutasoit cenderung untuk memasang Tinus Heipon. Repotnya, sampai akhir pekan silam, Tinus Heipon masih terserang sakit panas. Kalau pun ia sampai turun, sukar untuk mengharapkan dirinya bermain dalam bentuk yang prima. Di rusuk pertahanan kanan, persoalannya tidak begitu gawat. Sekalipun Sutan Harhara dalam final Pre Olimpik tak sempat turun karena cedera, kini kebisaannya seolah minta diuji. Sementara duo banteng yang lain, Suaeb Rizal dan Oyong Lisa pun tak perlu diragukan kelihayannya. Di lini penghubung, permasalahan yang merisaukan Hutasoit agaknya berkisar dengan belum pulihnya keadaan Junaidi Abdillah. Tapi untuk mengemban tugas itu masih ada Anjas Asmara dan Sofyan Hadi. Sementara di barisan penyerang trio Andi Lala-Risdianto-Iswadi cukup memberi jaminan dalam merobek penjagaan lawan. Dibandingkan dengan ketrampilan ujung tombak PSSI Garuda: Hadi Ismanto-Deddy Sutendi-Waskito. Eksperimen Untuk menuntut banyak dari PSSI Harimau terasa agak naif. Karena pembentukan mereka seakan dipaksakan, guna memenuhi keinginan pimpinan PSSI yang sadar akan kemampuan PSSI Garuda yang masih kepalang tanggung. Sehingga pemain sisa Pre Olimpik itu buru-buru dibenahi. 2 team yang berbaju nasional memang telah lahir. Tapi mungkinkah dituntut suatu prestasi yang terbaik dari kedua kesebelasan yang timpang itu? Itulah soalnya. Seandainya pengurus PSSI berlapang dada melanjutkan keutuhan bekas team Pre Olimpik dalam satu bendera, keadaannya jelas akan lain. Sebab bagaimanapun regu Pre Olimpik -- tentu saja yang utuh -- masih mempunyai potensi untuk bisa menjadi team nasional yang kuat. Penggalangan banyak team memang suatu ide yang baik. Tapi dalam keadaan sekarang menuntut kekuatan beberapa team itu dalam taraf yang sama baiknya sebagai kesebelasan nasional, silakan eksperimen sampai tua. Sepanjang sejarah olahraga dunia saat ini,belum ada satu negara pun yang memiliki 2 atau 3 kesebelasan nasional yang terkuat. Lihat saja Brazil atau Jerman Barat yang memegang supremasi persepak-bolaan dunia saat lalu dan sekarang, tak pernah tampil dengan kesebelasan nasional terkuat yang lebih dari satu. Sebaliknya, 2 atau 3 kesebelasan nasional yang sama lemahnya memang gampang dihadirkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus