BEKAS pemain team Pre Olimpik 1976 -- minus Lukman Santoso,
Nobon, Suhatman, Johannes Auri, Robby Binur, Waskito, dan Taufik
Lubis yang bernaung di bawah panji PSSI Garuda -- kini
menyandang nama yang lebih galak: PSSI Harimau. Diasuh oleh drs
F.H. Hutasoit dan Sinyo Aliandu, kebolehan PSSI Harimau bakal
diuji di kaki pemain Stoke City, Inggeris di stadion utama
Senayan, pekan ini. Adakah PSSI Harimau akan bermain segalak
namanya? Tampaknya tidak akan demikian. Meski di barisan PSSI
Harimau masih tersisa nama beken seperti Iswadi, Risdianto, Andi
Lala, Junaidi Abdillah, Anjas Asmara, Suaeb Rizal, Oyong Lisa,
dan Ronny Pasla. Tapi tanpa kehadiran Lukman Santoso, Johannes
Auri, Suhatman, dan Waskito, ketimpangan dalam gerak dan
kerjasama team jelas tak terhindarkan. Titik lemah yang nyata
kelihatan dalam masalah penunjukan pemain pada posisi back kiri.
Karena setelah tempat itu ditinggalkan oleh Johannes Auri, belum
tampak pemain pengganti yang tepat untuk dibebani tugas
tersebut.
Sakit Panas
Melihat keadaan yang rumit itu, Hutasoit seolah dihadapkan pada
jalan bersimpang yang ruwet. Di satu fihak, ia dituntut untuk
mempertahankan reputasi yang telah dibangun team Pre-Olimpik
dalam pertandingan final, Pebruari lalu. Di lain fhak, ia
terbentur pada persoalan pengisian tempat yang ditinggalkan
sebagian pemain. Kendati di Jakarta masih ada Rahman Halim dan
Tinus Heipon yang biasa bertugas di kawasan pertahanan sebelah
kiri, namun penempatan mereka itu sulit untuk dapat diharapkan
mengimbangi kebolehan Johannes Auri. Membandingkan kedua nama
calon pengganti Johannes Auri, pengasuh PSSI Harimau, Hutasoit
cenderung untuk memasang Tinus Heipon. Repotnya, sampai akhir
pekan silam, Tinus Heipon masih terserang sakit panas. Kalau pun
ia sampai turun, sukar untuk mengharapkan dirinya bermain dalam
bentuk yang prima.
Di rusuk pertahanan kanan, persoalannya tidak begitu gawat.
Sekalipun Sutan Harhara dalam final Pre Olimpik tak sempat
turun karena cedera, kini kebisaannya seolah minta diuji.
Sementara duo banteng yang lain, Suaeb Rizal dan Oyong Lisa pun
tak perlu diragukan kelihayannya. Di lini penghubung,
permasalahan yang merisaukan Hutasoit agaknya berkisar dengan
belum pulihnya keadaan Junaidi Abdillah. Tapi untuk mengemban
tugas itu masih ada Anjas Asmara dan Sofyan Hadi. Sementara di
barisan penyerang trio Andi Lala-Risdianto-Iswadi cukup memberi
jaminan dalam merobek penjagaan lawan. Dibandingkan dengan
ketrampilan ujung tombak PSSI Garuda: Hadi Ismanto-Deddy
Sutendi-Waskito.
Eksperimen
Untuk menuntut banyak dari PSSI Harimau terasa agak naif. Karena
pembentukan mereka seakan dipaksakan, guna memenuhi keinginan
pimpinan PSSI yang sadar akan kemampuan PSSI Garuda yang masih
kepalang tanggung. Sehingga pemain sisa Pre Olimpik itu
buru-buru dibenahi. 2 team yang berbaju nasional memang telah
lahir. Tapi mungkinkah dituntut suatu prestasi yang terbaik dari
kedua kesebelasan yang timpang itu? Itulah soalnya. Seandainya
pengurus PSSI berlapang dada melanjutkan keutuhan bekas team Pre
Olimpik dalam satu bendera, keadaannya jelas akan lain. Sebab
bagaimanapun regu Pre Olimpik -- tentu saja yang utuh -- masih
mempunyai potensi untuk bisa menjadi team nasional yang kuat.
Penggalangan banyak team memang suatu ide yang baik. Tapi
dalam keadaan sekarang menuntut kekuatan beberapa team itu dalam
taraf yang sama baiknya sebagai kesebelasan nasional, silakan
eksperimen sampai tua. Sepanjang sejarah olahraga dunia saat
ini,belum ada satu negara pun yang memiliki 2 atau 3 kesebelasan
nasional yang terkuat. Lihat saja Brazil atau Jerman Barat yang
memegang supremasi persepak-bolaan dunia saat lalu dan sekarang,
tak pernah tampil dengan kesebelasan nasional terkuat yang lebih
dari satu. Sebaliknya, 2 atau 3 kesebelasan nasional yang sama
lemahnya memang gampang dihadirkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini