Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta- Yayuk Basuki berbagi cerita soal perjuangannya menekuni olahraga tenis, juga berbagai pencapaian yang diraihnya.
Perempuan kelahiran 30 November 1972 ini mengaku sempat menimba ilmu pada cabang olahraga atletik. "Jadi cabang olahraga atletik cukup bagus karena mother of sports, basic untuk olahraga apapun adalah cabang olahraga atletik ini yang paling bagus," kata Yayuk dalam bincang-bincang bersama Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali melalui live instagram, Rabu, 22 April 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yayuk mantap memilih menjadi petenis pada usia 12 tahun berkat dorongan dari ayahnya Budi Basuki. Setelah itu, ia pun mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan di Sekolah Olahraga Ragunan pada tahun 1986. "Sekolah Ragunan itu menghasilkan atlet yang bisa dikatakan prestasi dunia," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama di Ragunan, Yayuk mendapat kesempatan berinteraksi atlet yang ke depannya juga mengharumkan nama Indonesia. Mereka antara lain Susy Susanti, Ardi B Wiranata, dan Ricky Subagja. "Kami semuanya ditempa di sana, akhirnya bisa membuahkan hasil yang sangat bagus buat Bangsa Indonesia," kata Yayuk.
Ia bercerita selama berkarier di dunia tenis telah menyumbangkan empat medali emas bagi Kontingen Merah Putih di ajang Asian Games. Berpasangan dengan Suzanna berhasil menyumbang dua medali emas pada nomor ganda putri di Asian Games 1986 dan 1990. Pada Asian Games Beijing 1990, Yayuk juga meraih emas dari nomor ganda campuran bersama Suharyadi yang kemudian menjadi suaminya.
"Emas terakhir saya persembahkan tahun 1998 pada Asian Games di Bangkok melalui tunggal putri," kata dia.
Karir Yayuk juga cukup menonjol pada tenis profesional. Ia bergabung pada tahun 1990 dengan klub Pelita Jaya yang menandai kariernya di tenis pro. Bersama klub binaan Aburizal Bakrie, ia mengikat kontrak selama lima tahun.
"Setelah itu akhirnya mengembara sendiri dengan pelatih, itu dimana perjalanan kalau kita secara mental tidak kuat di situ ujiannya. Kita di negeri orang selalu dicibir, dianggap sebelah mata," ucap dia.
Pada masa itu, kata Yayuk, tenis bukanlah olahraga populer di Indonesia.
Ia mendapat banyak tekanan secara psikologis. "Alhamdulillah saya bisa membuktikan banyak juga dari pertandingan, dimana harus membuktikan bahwa saya mampu bersaing berada di papan atas," kata dia.
Yayuk menuturkan pernah mengalahkan enam petenis yang berada pada top 10 dunia. Peringkat tertinggi yang pernah diraihnya yakni urutan 19 dunia. "Dari empat Grand Slam paling bagus di Wimbledon, masuk 8 besar. Selain itu tur dunia saya pegang enam gelar dan beberapa event besar lain," ujar Yayuk.
IRSYAN HASYIM