Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ketua Baru Dari Pejambon

Menlu Mochtar Kusumaatmadja, dalam kongres Percasi ke-21 di Yokyakarta, terpilih sebagai Ketua Umum baru Percasi ke-13. Diharapkan bisa mempermudah untuk memburu gelar grandmaster.

4 Januari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESIBUKAN Menlu Mochtar Kusumaatmadja, 56, mungkin bakal bertambah mulai tahun ini. Maklum, selain harus sibuk mengurus percaturan politik di luar negeri, mulai 1986 ini pula dia harus repot mengurus percaturan lainnya: olah raga catur. Kegiatan ekstra ini, apa boleh buat, tak bisa dihindarkan ahli hukum laut internasional itu. Sebab, atas persetujuannyalah, pertengahan bulan lalu, Kongres Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) ke-21 di Yogyakarta memilih dia menjadi ketua umum baru organisasi yang sudah berdiri sejak 1950 itu. Mochtar dengan demikian menjadi menteri pertama yang memimpin Percasi. Dia tercatat sebagai ketua umum ke-13 Percasi, yang menggantikan ketua umum sebelumnya Gubernur Jawa Timur Wahono. Mengapa dia tiba-tiba bersedia mengurus kegiatan olah raga dan memilih Percasi? Menlu, menjawab singkat, "Karena memang saya gemar catur dan kebetulan diminta." Ditemui Toriq Hadad dari TEMPO di kantornya di Jalan Pejambon, Jakarta, sepekan setelah terpilih jadi Ketua Umum Percasi, Mochtar dengan santai memang menyatakan, la mau terJun mengurus kegiatan olah raga otak itu, untuk "cari variasi", dari pelbagai kegiatan politik yang tegang. "Supaya juga bisa awet muda," katanya berseloroh. Dia agaknya memang bergurau. Sebab, sebenarnya, ayah tiga anak yang rambutnya mulai memutih ini bisa bersemangat terutama ketika mengutarakan pandangannya terhadap prestasi pecatur Indonesia. "Kita sesungguhnya punya banyak pemain yang berbakat jadi grandmaster. Tapi, karena tak kontinu ikut turnamen internasional, mereka tak bisa meraih gelar itu, ' katanya. Selama ini, memang, baru Herman Suradiredja, pecatur Indonesia yang bisa merebut gelar itu. Untuk bisa memenuhi syarat agar bisa jadi grandmaster, seorang pecatur memang harus bisa mengumpulkan angka minimal dengan mengalahkan lawan-lawannya di pelbagai turnamen catur yang diakui Federasi Catur Internasional (FIDE). Atau setidak-tidaknya pernah dua kali mendapat International Grandmaster Result (IGMR). Herman sendiri hampir setahun melanglang di Eropa bertanding di sejumlah turnamen - dan sempat dua kali menggondol IGMR - sebelum menggondol titel kebanggaan itu di Plovdiv, Bulgaria, Agustus 1978 lalu. Ia menjuarai turnamen internasional di Eropa Timur itu dengan meraih angka 9,5. UNTUK bisa bertanding dan hidup sekitar setahun di Eropa, seperti Herman, tentu bukan perkara gampang. Itulah sebabnya, Bing Sardjono, salah seorang master nasional amat gembira, mendengar terpilihnya menteri luar negeri sebagai ketua baru Percasi. "Dengan adanya tokoh seperti Pak Mochtar, diharapkan fasilitas untuk bisa bertanding ke luar negeri bakal lancar," ujar Bing berseri-seri. Mochtar sendiri membenarkan akan membantu agar nanti para pecatur bisa memburu gelar grandmaster yang diperkirakannya bisa diperoleh setelah bermukim sedikitnya setahun di Eropa itu. "Dengan dibantu perwakilan kita di luar negeri, saya kira mungkin kita akan bisa cepat berhasil," ujarnya. Toh, dia menolak itu sebagai target yang akan dicapai Percasi yang akan dipimpinnya. Sebab, pengurus, katanya, tak bisa hanya menjajal atletnya tapi juga harus membinanya. Dia merasa belum puas, karena kegiatan catur belum begitu memasyarakat. "Kenapa, saya tak tahu. Padahal, main catur 'kan tak butuh tempat luas, seperti bulu tangkis dan sepak bola. Murah lagi," kata Mochtar seraya tertawa. Ketua baru itu, karenanya, sudah bertekad mengusahakan pemasalan catur sebagai salah satu langkah yang cukup penting untuk dikerjakannya. Dan tentu juga, kalau bisa, menaikkan prestasi beregu pecatur Indonesia yang cenderung menurun belakangan ini. Di Olimpiade Catur beregu putra, itu bisa dilihat. Pada 1982, Indonesia pernah menempati peringkat 24 dari 92 negara peserta. Tapi, kemudian merosot ke peringkat 31 di Olimpiade berikutnya, pada 1984. Bisakah ? Di Olimpiade berikutnya tahun depan? "Kita 'kan sama-sama mau ada kemajuan," jawab Ketua Umum Percasi itu agak berdiplomasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus