OLAHRAGA di Indonesia sejak Orde Baru tidak ditangani pemerintah
secara langsung. KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia)
mengelolanya berdasarkan Keppres 57/1967. Musyawarah Olahraga
Nasional (Musornas) pekan lalu membicarakan lagi Keputusan
Presiden ini untuk disempurnakan.
Yang disempurnakan itu antara lain hal mengelola dana olahraga
yang berasal dari sektor negara, umum dan swasta. Khusus
tentang dana, suatu hal baru, KONI tampaknya belum (bisa)
berbuat banyak. Apalagi keuangan semestinya menunjang program.
Pengurus lama KONI memang sudah mendekati pemerintah. Dan "KONI
mendapat Rp 1,25 milyar tahun 1979/80, dan Rp 1,4 milyar tahun
1980/81," demikian laporan bendahara (demisioner) P. Soemarsono.
Frans Seda, Ketua Bidang Dana (demisioner) KONI berpendapat
bahwa setiap tahun KONI membutuhkan minimal Rp 6 milyar. "Rp 4
milyar untuk investasi prasarana, sarana dan venues, Rp 2
milyar untuk pembinaan," katanya pada koran Suara Karya.
Sumber dana KONI selama 3 tahun terakhir ini hampir 100% dari
pemerintah. Itu pun dalam bentuk Bantuan Presiden, bukan dari
Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara. Kini PB KONI yang baru
diminta berusaha agar program olahraga dicantumkan dalam GBHN,
supaya ada jatahnya dalam APBN.
Krida Nusantara
Dalam zaman Orde Lama, pemerintah sendiri menangani olahraga
dan menyediakan dana revolusi. Tapi kali ini PB KONI mencari
sumber dana sendiri, sedang subsidi pemerintah "cuma sekedar
penunjang," ujar Soemarsono.
Usaha dana KONI sendiri sangat merosot sejak 1978. "Tahun 1975,
76, 77, KONI bisa memperoleh dana sendiri, meski baru 30%
besarnya dibanding bantuan pemerintah. Sejak Toto Koni
dihapuskan tahun 1978, sumber yang ada cuma dari sponsor.
Hasilnya berkisar Rp 20 - 30 juta," tambah bendahara demisioner
itu.
Komisi Dana Musornas lalu belum menemukan jalan baru untuk
memperoleh sumber dana. Tetap diusulkan jalan lama. Misalnya
Football Forecast (mirip Toto Koni) yang sudah pasti tak
mungkin. "Judi akan disapu bersih oleh pemerintah sekarang."
kata M.F. Siregar, Sekjen (demisioner)) KONI.
Kutipan 5 sen dollar untuk 1 m3 kayu dari pengusaha hutan (HPH)
pernah dikabulkan pemerintah untuk dana PON 1973. Itu akan
dimintanya lagi, meski pemerintah pernah menolaknya waktu PON
1977.
PT Krida Nusantara -- yang telah lama didirikan KONI tapi belum
jalan sama sekali -- didesak Musornas agar diusahakan aktif.
Modal dari mana? Soemarsono bilang begini: "Kalau tanah dan
gedung KONI (kini di Senayan) dihibahkan pemerintah kepada KONI,
itu suatu modal. Tanahnya seluas 13.200 mÿFD bernilai Rp 1,3
milyar. Kalau itu diborg-kan, akan dapat pinjaman bank untuk
modal PT Krida Nusantara." Tapi tanah dan gedung itu masih milik
Yayasan Gelora Senayan.
KONI pernah mengumpulkan dana dengan menjual sticker dan logo
SEA Games 1979. Pemasukannya Rp 93 juta, tapi ongkosnya Rp 83
juta, ungkap Soemarsono. "habis, barang murah, dijual mahal,"
sambung Siregar sambil tertawa.
KONI telah berusaha memperkecil beban biayanya. Untuk mengimpor
alat-alat dan keperluan olahraga, misalnya, organisasi itu telah
meminta keringanan bea masuk. Ternyata Menteri Keuangan
mengabulkan keringanan tarif 50% bea masuk.
Kepada Menteri Dalam Negeri akan dimintanya menghapuskan pajak
tontonan olahraga yang dikutip Pemerintah Daerah. "Kalau tidak,
pajak itu dikembalikan Pemda untuk membangun dan memelihara
fasilitas olahraga di daerah itu," tutur Siregar.
Walau dana masih terbatas, program KONI toh akan jalan terus.
Yang mendapat prioritas tentu saja atletik, senam dan renang.
"Ketiganya merupakan olahraga dasar -- selalu dipertandingkan
mulai dari SEA Games sampai Olympiade," kata Drs. Amir L.ubis,
Kepala Biro Tehnik KONI.
Beberapa cabang yang berprestasi internasional akan diberinya
prioritas bantuan. Seperti prestasi bulutangkis dan bridge di
tingkat dunia, pencak silat dan senam di tingkat SEA Games.
Di samping pengaturan prioritas bantuan menurut cabang olahraga
itu, berlaku pula sistem perhatian khusus menurut daerah,
langsung kepada klub-klub. Bila suatu daerah memiliki potensi
cabang olahraga khusus, jatahnya akan lebih diperbesar.
Misalnya tinju di Maluku dan Sumatera Utara, angkat besi di
Riau, dan sekolah bulutangkis di Yogyakarta.
Bantuan kesejahteraan kepada atlet juga dibicarakan. KONI Pusat
ditugaskan mengusahakan tambahan jatah beasiswa (Supersemar,
dll) bagi olahragawan berpotensi. Selain itu, KONI harus
membantu mencarikan pekerjaan di perusahaan/instansi tertentu
bagi olahragawan berprestasi yang menganggur.
Dalam Musornas ini Sultan Hamengkubuwono masih terpilih
sebagai Ketua Umum. Nanti ia didampingi 2 Wakil Ketua Umum
(jabatan baru dalam KONI), 5 Ketua Bidang, dan Sekjen, Wakil
Sekjen, Bendahara dan Wakil Bendahara. Trio formatur Sultan
Hamengkubuwono, Letjen Surono, Mayjen A. Rivai Harahap sedang
menyusunnya. Mereka diberi waktu sampai 21 Februari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini