Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Seret tapi cair

Iran akan mencairkan hubungan perdagangan dengan negara-negara industri kecuali dengan amerika. produksi minyaknya akan ditingkatkan lagi. negara mee menyambut baik. jepang bersikap hati-hati. (eb)

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETEGANGAN antara Amerika dan Iran tak dengan sendirinya selesai dengan berakhirnya peristiwa penyanderaan yang terlama, dan dilakukan oleh sebuah negara. Masih banyak soal yang kelihatannya perlu diluruskan. Antara lain mengenai "penyiksaan" dan "teror" seperti diceritakan para sandera telah terjadi atas diri mereka, selama dalam sekapan para mahasiswa Iran. Namun begitu, pencairan sebagian kekayaan pemerintah Iran di bank-bank Amerika, pelan-pelan nampaknya akan diikuti pula dengan pencairan hubungan perdagangan antara negara-negara industri dengan Iran. Salah satu pasal dalam perjanjian di Aljir, ibukota Aljazair, yang ditandatangani Deputi Menlu AS, Warren Christopher dan Menteri Negara Urusan Pemerintahan Iran, Behzad Nabavi, jelas mencantumkan tentang ditariknya kembali sanksi perdagangan terhadap Iran. Baik yang selama ini dilakukan oleh AS, maupun negara-negara Eropa Barat dan Jepang. Adalah Eropa Barat yang agaknya merasa amat senang. Mereka, selama 14 bulan, merasa terpaksa juga untuk ikut solider dengan Amerika, atas permintaan Presiden Jimmy Carter waktu itu. Mereka telah mematuhi untuk mengembargo hubungan dagang, antara lain, seperti juga AS, tak lagi membeli minyak dari Iran. Tank Chieftain Iran sendiri, sejak hancurnya kilang-kilang minyak mereka, boleh dibilang berhenti sebagai eksportir minyak. Negeri yang masih saja berperang melawan Irak itu kini diduga hanya mampu memompa 330.000 barrel sehari. Dari jumlah sekecil itu, sekitar 230.000 barrel mereka ekspor untuk membiayai revolusi. Di zaman Syah, produksi minyak Iran mencapai 6 juta barrel sehari, No. 2 di dunia. Pada bulan Oktober 1979, di tengah revolusi Iran, negeri itu masih mengekspor 3 juta barrel minyak dalam sehari. Sebanyak 1,1 juta barrel dikirim ke Eropa, dan 600.000 barrel untuk Jepang. Produksi sehari waktu itu masih bertahan sekitar 4 juta barrel sehari. Kini Iran sedang berusaha keras agar bisa menaikkan produksi minyak mereka menjadi 600.000 barrel sehari, mulai Februari ini. Dalam perjanjian Christopher-Nabavi, disebutkan pemerintah Amerika Serikat bersedia mencairkan US$ 8 milyar kekayaan Iran yang dibekukan Presiden Carter itu. Dari jumlah tersebut sekitar US$ 4 milyar akan berasal dari pencairan deposito pemerintah Iran di bank-bank AS di Eropa. Sisanya, dari pencairan simpanan pemerintah Iran di AS sendiri, berupa deposito bank sejumlah S$ 2 milyar, obligasi pemerintah AS sekitar US$ 1 milyar dan 1,6 juta troy ounce (hampir 50 kilogram) batangan emas senilai US$ 1 milyar. Jumlah ini tidak langsung pindah ke Iran, tapi telah ditempatkan di Bank of England di London di bawah rekening pemerintah Aljazair. Pencairan kekayaan Iran sedikit banyak telah menimbulkan masalah yuridis. Sebab sebagian kekayaan tersebut telah disandera pula oleh bank-bank besar, tempat menyimpan kekayaan itu. Tiga bank terkenal di AS -- Chase Manhattan, Bank of America dan City Bank -- yang menyimpan sebagian besar kekayaan pemerintah Iran tadi, berusaha memperoleh jaminan dari pemerintah Iran bahwa utang-utangnya akan dibayar setelah tindakan pencairan tersebut. Iran rupanya masih berutang sebanyak US$ 2 milyar kepada konsorsium perbankan di AS itu, untuk membiayai pembangunan negeri mereka di zaman Syah berkuasa. Bagaimana dengan harta kekayaan almarhum Syah Iran, yang kabarnya melebihi seluruh simpanan pemerintah Iran di Amerika? Dalam perjanjian pembebasan sandera, disebutkan bahwa atas permintaan pemerintah Iran, maka seluruh kekayaan almarhum Reza Pahlevi tetap dibekukan. Dan pemerintah AS melarang setiap penandatanganan kekayaan tersebut, sampai tuntutan hukum terhadap kekayaan yang entah berapa besarnya itu, dipenuhi pemerintah Iran. Arah dari revolusi Iran sendiri belum jelas benar sampai sekarang. Ada yang berpendapat Iran kini ingin memusatkan perhatian pada musuh No. 1 mereka bukan lagi AS, tapi Irak. Pemerintah Iran yang sekarang nampaknya belum bersemangat untuk memacu ekonominya seperti di zaman Syah. Yang agaknya dipikirkan Iran adalah, bagaimana memenangkan perang melawan Irak. Atau paling tidak menghalau Irak dari wilayah Iran. Invasi Irak, dan kenyataan masih bercokolnya tentara Irak di wilayah Iran, bagi Ayatullah Khomeini dan Presiden Abolhassan Bani Sadr merupakan duri dalam daging. Untuk memperkuat peralatan militer mereka yang praktis lumpuh, Iran kabarnya sedang memesan sejumlah tank Chieftain yang memiliki kebolehan daya tembak jarak jauh, sebuah kapal logistik (keduanya dari Inggris) dan beberapa kapal dilengkapi peluru kendali buatan Prancis. Dari Iran sendiri sudah terdengar aba-aba ingin membuka hubungan dengan semua negeri industri, kecuali dengan AS. Mereka juga tak menutup pintu untuk mengundang kembali para ahli minyak. kecuali yang dari Amerika. Dari markas besar Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) di Brussels, gayung pun bersambut. Dalam sebuah keterangannya 21 Januari, Menlu MEE di Brussels mengatakan "Setelah dibukanya jalan, para menteri luar negeri dari Kelompok 10 mengharapkan untuk merintis kembali hubungan dengan Iran . . . " Pukulan Mitsui Iran di masa pemerintahan Syah Reza Pahlevi merupakan sekutu dagang Barat yang paling akrab. Dari seluruh impor Iran selama tahun 1977 yang berjumlah US$ 14,07 milyar, sebanyak 18% datang dari Jerman Barat, 17% dari AS, Jepang 16% sedang dari Inggris 8%. Selebihnya, sekitar 40% datang dari berbagai negara lain. Tapi diam-diam terjadi juga pengiriman barang dari Eropa ke Iran, antara lain barang-barang pertanian dan farmasi. Selama tahun 1980, Inggris dan Jepang diketahui telah mengekspor lewat pihak ketiga senilai US$ 1,5 milyar ke Iran. Ekspor dari Prancis ke Iran selama 1990 tercatat mencapai US$ 1 milyar, sedang ekspor dari Jerman Barat ke sana bertambah dengan 20% selama 10 bulan pertama 1980, mencapai US$ 1,2 milyar. Tapi yang nampaknya paling berhati-hati untuk membuka kembali hubungan dengan Iran adalah Jepang. Tadinya Jepang mengimpor sebanyak 4,5 - 5 juta barrel minyak mentah dari Iran setiap hari, mewakiii 10% dari kebutuhan negeri itu dalam sehari. Ketika Jepang tak lagi bisa menggantungkan impor minyak dari Iran, negeri itu menoleh ke kiri dan ke kanan, antara lain ke Meksiko. Untuk berjaga-jaga terhadap setiap kemungkinan buruk, Jepang lalu main borong minyak di pasaran tunai (spot). Sekarang negeri itu bahkan sudah mampu menyimpan persediaan minyak selama 110 hari. Jadinya, ketika pecah revolusi di Iran, negeri yang amat tergantung dari impor minyak itu sudah memiliki simpanan untuk 99 hari. Rarangkali itu sebabnya mereka tak cepat bertepuk tangan dengan adanya perjanjian pembebasan para sandera itu. Mereka agaknya belum lupa ketika Iran, secara mendadak membatalkan pengiriman minyak sebanyak 520.000 barrel sehari yang dikontrak perusahaan Mitsui. Pemerintah Iran ketika itu secara sepihak menyodorkan harga kontrak yang baru, US$ 37 per barrel, dan Mitsui menolaknya. Semangat anti Jepang rupanya besar juga di Iran. Sebagai pembalasan terhadap sikap Mitsui itu, yang didukung pemerintah Jepang, maka Iran kontan saja menekan semua impor dari Jepang sampai ke titik yang paling rendah hanya 1% dari seluruh impor negeri itu. Adalah perusahaan Nippon Steel, eksportir baja terbesar Jepang ke Iran, yang merasa terpukul, di samping beberapa eksportir baja lain dari Jepang. Jepang, seperti kata beberapa pengamat, merupakan sandera ekonomi terbesar Iran. Di Bandar Khomeini sebuah proyek petrokimia seharga US$ 3 milyar, yang setahun lalu telah rampung 85%, kini ditinggalkan begitu saja. Separuh dari modalnya dimiliki suatu konsorsium terdiri dari gabungan perusahaan Mitsui, Mitsui Toatsu, Toyo Soda dan Japanese Synthetic Rubber.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus