Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Masinis itu gelisah

Soeradi, masinis ka maja dalam keadaan kritis. korban yang meninggal, handoko, sedianya akan menikah. wagiran sempat menitipkan uang dan memberi alamatnya. kaki chamdiyudin terpaksa diamputasi.

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASINIS Soeradi, sampai Sabtu lalu masih dirawat di RSU Purwokerto. Keadaannya kritis, sulit berbicara. Melihat lukanya yang berat, mungkin ia meloncat dari lokonya. Dan diduga terhimpit sebuah gerbong. Biasa membawa kereta dari Sala Balapan ke Jakarta, sejak berangkat ia sudah ngebut. KA Maja memang terlambat 21 menit ketika berangkat dari Madiun. Mestinya pukul 17.00 sudah berangkat. Sampai di Yogya Soeradi bisa mengejar waktu. Tapi di Stasiun Wojo dan Jenar (Kulonprogo, Yogya). KA Senja Ekonomi jurusan Yogya Jakarta mogok menyebabkan KA Maja terhalang, baru pukul 21.35 berjalan lagi. Soeradi yang membawa Maja di belakangnya barangkali jengkel. Toto Suwasto, penumpang KA Maja yang sempat ngobrol dengan Soeradi menuturkan betapa masinis itu gelisah. "Ia merasa heran atas pengaturan perjalanan malam itu," katanya. Toto, karyawan Departemen Perdagangan yang luka ringan itu, sempat menolong penumpang lainnya. Chamdiyudin, 28 tahun, petugas restorasi asal Cililin Bandung, kakinya terpaksa diamputasi. Beberapa detik sebelum terjadi tabrakan, ia duduk di kursi kosong di BW II. Tiba-tiba terdengar benturan dan kursi-kursi penumpang menumpuk, menindih kakinya. Beberapa orang mendongkel kerangka kursi dengan palu (penumbuk padi) yang dipinjam dari Dukuh Wadasrumpang. Sia-sia. Ia baru bebas setelah seorang petugas memotong kursi-kursi itu dengan gergaji besi. Penumpang Maja lainnya, Handoko Krisdianto, 2 tahun meninggal. Mahasiswa Faakultas Biologi UGM tingkat sarjana ini mau menengok calon istrinya, Dra. Enggal Setyowati, di Jakarta. Februari ini mereka mau menikah. Karena musibah itu, keluarganya menyelenggarakan upacara pernikahan simbolis. Di KA Maja, dua di antara yang meninggal adalah Pelda (pens.) Subardjan dan Peltu (pens.) Wagiran, "pengawal ayam" dari Pasar Beringharjo (Yogya) ke Jakarta. Sejak berangkat dari rumah Subardjan sering bercerita tentang tabrakan kepada istrinya. Sedang Wagiran menyalami ketiga cucunya. Pakaiannya pun lebih bagus dari biasanya. Sebelum menghembuskan napas terakhir, Wagiran sempat memberitahukan alamat keluarganya. Bahkan menitipkan uang Rp 10,6 juta kepada penolongnya. "Itu uang para pedagang . . . ." ucapnya lirih. Uang sejuta dalam sebuah kantung yang dibawa Subardjan juga diselamatkan penduduk Dukuh Wadastumpang. Kedua jenasah pensiunan itu setiba di Yogya mendapat penghormatan militer. Dan ratusan pedagang ayam Beringharjo pun tak ketinggalan memberi penghormatan terakhir. Seorang gadis yang tertidur lelap di crbong persis di belakang loko KA Senja terbangun kaget begitu terjadi tabrakan itu. Dalam gelap, karena listrik padam, ia mendapati dirinya dijatuhi ranselnya sendiri. "Saya terduduk di bawah kursi, darah mengalir dari dagu," kata Inka Wurangian, 23 tahun. Ia mendengar rintihan dan erangan beberapa penumpang lain. Ia baru sadar bahwa dari arah depan dan belakang gerbong, besi-besi bercuatan. Ia menjerit. Tapi Inka masih beruntung duduk di bagian tengah, sebab gerbongnya seperti digencet dari depan dan belakang. Di luar hujan makin deras ketika dua turis Jerman memecahkan kaca jendela. Inka dan penumpang lain turun lewat jendela ke samping kiri kereta, sebab di sebelah kanan ternyata tebing yang kokoh dan gelap. Di RSU Purwokerto, puluhan korban berjajar berdekatan. "Saya tidak tahan," keluh Inka. "Orang-orang di sebelah-menyebelah saya mengaduh dan menjerit. Luka-luka mereka dijahit," katanya. Setelah menginap semalam, esoknya Inka dijemput ayahnya dari Jakarta. Wajahnya penuh perban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus