SEJAK pemain sepak bola angkatan Risdianto gantung sepatu dekade lalu, PSSI tak pernah lagi diperhitungkan lawan di Asia. Kenapa, ya? Bekas pemain nasional Belanda, Simon Tahamata, yang melawat ke beberapa kota di Indonesia, Juni lalu, punya pendapat lain. Mutu sepak bola sebuah negeri, menurut bintang berdarah Maluku itu, tercermin dari kondisi lapangan yang ada. Tahamata mengatakan, tak melihat lapangan bola berkualitas internasional di sini. "Biar pelatihnya kaliber dunia, kalau lapangannya buruk, ya, percuma. Bagaimana bola mau jalan?" katanya kepada TEMPO. Ia menambahkan, lapangan bola masih kalah dibandingkan lapangan untuk peternakan sapi di Belanda. Kritik Tahamata itu dibenarkan oleh sejumlah pemain nasional PSSI. "Kalau lapangannya jelek, susah untuk menerapkan taktik wall passing," ujar kapten tim PSSI, Ricky Yacob. Padahal, tambahnya, teknik itu dibutuhkan dalam menyerang pertahanan lawan. Selama ini, lapangan yang memungkinkan seorang pemain menerapkan teknik-teknik tertentu baru di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Tak heran bila lapangan berstandar FIFA itu digunakan untuk hampir semua kegiatan -- mulai dari pertandingan internasional, pertandingan lokal, sampai untuk tempat tim nasional. "Inilah akibatnya, kalau nggak ada lapangan yang bagus. Satu lapangan digunakan sekaligus untuk pertandingan dan juga latihan," ucap pemain nasional Rully Nere. Lapangan bola lain yang dinilai pemain cukup memadai adalah Stadion Teladan (Medan), Stadion Pusri (Palembang), dan Stadion Semen Gresik. Kualitas lapangan pada ketiga stadion itu tak berbeda jauh dibandingkan Stadion Utama Senayan. Sisanya, termasuk lapangan di Stadion Menteng (Jakarta Pusat), Stadion Siliwangi (Bandung), Stadion Citarum (Semarang), dan Stadion Tambaksari (Surabaya), kondisinya cukup parah. Langkanya lapangan bola yang bermutu baik pelan-pelan mulai terjawab. Sebuah stadion mewah di Lebakbulus, Jakarta Selatan, diresmikan penggunaannya oleh Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto, Selasa pekan lalu, bersamaan pembukaan Turnamen Sepak Bola Pelajar Asia (di bawah usia 16 tahun) Piala Coca-Cola III. Lapangan bola Stadion Lebakbulus memang terhitung lapangan yang baik. Permukaan lapangannya mulus, rumputnya tumbuh rata, dan tak ada genangan becek akibat hujan. Tapi biaya perawatan lapangan bola yang ditanami rumput Axonopus compersus ini (rumput gajah) juga tak kecil. Pengelola Stadion Lebakbulus, PT Sanggraha Pelita Jaya (SPJ), anak perusahaan Bakrie Brothers, mengeluarkan biaya perawatan sekitar Rp 2 juta per bulan. Karena itu, Stadion Lebakbulus juga dimanfaatkan untuk toko-toko alat-alat perlengkapan olahraga sampai restoran yang menyediakan berbagai hidangan -- mulai dari nasi rames sampai masakan Jepang. Tapi imbalan yang diberikan Pemerintah Daerah kepada SPJ juga tak kecil. SPJ mendapat hak pengelolaan Stadion Lebakbulus, yang dibangun dengan biaya Rp 5 milyar, sampai tahun 2000. "Kami optimistis, dalam jangka waktu tujuh tahun modal kami sudah kembali," tutur Nirwan D. Bakrie, salah seorang direksi Bakrie Brothers, pengelola stadion berkapasitas 17.000 penonton itu. AKS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini