BEGITU I Wayan Trima, pemain yang mengenakan kaus dengan nomor punggung 9, menyarangkan bola dari titik penalti ke pojok kanan gawang Cina yang dikawal kiper Fu Bin, skor berubah menjadi 4-2 untuk kemenangan tim Indonesia A. "Alhamdulillah," kata Ketua Umum PSSI Kardono, begitu keunggulan Indonesia dalam adu penalti itu tak mungkin disamakan lagi oleh tim Cina. Lalu orang nomor satu PSSI itu hanyut dalam kegembiraan: ia melonjak-lonjak sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Kardono memang patut gembira. Tim Indonesia A, setelah bermain 0-0 selama 2 x 40 menit dan perpanjangan waktu 2 x 10 menit, di luar dugaan banyak pengamat bola, akhirnya berhasil memukul juara bertahan Cina di semifinal Turnamen Internasional Sepak Bola Junior (di bawah usia 16 tahun) memperebutkan Piala Coca-Cola di Stadion Lebakbulus, Jakarta Selatan, Senin pekan ini. Penonton seperti lupa kekalahan kesebelasan Indonesia A ketika melawan Muangthai di penyisihan Grup A. Waktu itu, tim Muangthai, yang maju ke final setelah mengalahkan Indonesia B, menyikat Indonesia A 2-0. Kedua kesebelasan kembali berhadapan Rabu sore pekan ini di tempat yang sama. Apa kiat sukses tim Indonesia A? Mereka, yang turun dengan menggunakan pola 4-4-2, memainkan langgam yang lambat. "Taktik ini untuk meredam laju pemain-pemain Cina, yang berusaha bermain cepat dengan operan-operan panjang," ucap Manajer Tim Indonesia A, Nuni Marthasaputra. Taktik itu ditopang pula oleh pemain dengan keinginan untuk menang yang tinggi. Maka, sekalipun postur pemain-pemain Indonesia A lebih kecil dari lawan, toh itu tak membuat nyali mereka ciut menghadapi Cina. Pengalaman berlatih di Brasil, Oktober lalu, ternyata banyak manfaatnya terhadap anak-anak asuhah pelatih Maryoto dan Muhardi itu. Terbukti, Cina, yang tak terkalahkan di babak penyisihan sehingga disebut-sebut sebagai favorit memenangkan turnamen ini, kocar-kacir menghadapi lawan. Banyak di antara mereka frustrasi akibat penjagaan perorangan yang begitu ketat dari pemain Indonesia A. Taktik yang diinstruksikan pelatih Maryoto dan Muhardi bisa dimainkan dengan baik oleh tim Indonesia A tak lepas dari kehadiran Ali Sun'an. Kapten kesebelasan Indonesia yang bertubuh kecil ini tampak sukses dalam mengatur serangan maupun mengorganisasikan pertahanan tim. Keberhasilan tim Indonesia A masuk final saja sudah merupakan pelipur lara buat PSSI. Karena, sepanjang 1988 kesebelasan Indonesia selalu dirundung kegagalan. Juni lalu, tim nasional kita tersisih di kandang sendiri, di Stadion Utama Senayan, dalam babak penyisihan Piala Asia IX. Dalam pertandingan yang menentukan melawan Korea Selatan, yang hanya diperkuat pemain-pemain kelas tiga, tim kita dibabat lawan 4-0. Setelah itu, Juli, tim PSSI kembali mengecewakan pecandu-pecandu sepak bola nasional pada Turnamen Piala Kemerdekaan. Yang lebih memalukan lagi, waktu itu, mereka sempat ribut dengan pemain-pemain Muangthai. Sehingga, sejumlah ofisial dan pemain Indonesia terkena sanksi berupa peringatan keras dari Pengurus Harian PSSI. Kegagalan lain yang masih lekat dalam ingatan kita adalah peristiwa dibantainya tim PSSI 6-0 oleh kesebelasan Hamburg SV Jerman Barat, di semifinal Turnamen Merdeka Games, Kuala Lumpur, pertengahan bulan lalu. Maka, ketika tim PSSI di bawah usia 16 tahun maju ke final, kekesalan pecandu-pecandu sepak bola kita terhadap prestasi kesebelasan nasional sedikit terobati. Apalagi kalau jadi juara. Rudy Novrianto dan Ahmed K. Soeriawidjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini