JUSUF Randy pernah dinobatkan sebagai Raja Komputer, tapi punya utang perkara di Indonesia. Kini ia tidur di rumah tahanan Kota Munchengladbach, Jerman. Lelaki yang lahir di Sumedang, Jawa Barat, ini juga bernama Nio Tjoe Siang, alias Thomas Tanzil, atawa Robert Nio. Jaksa Tinggi Munchengladbach, Slickers, mengatakan bahwa Jusuf dituduh melakukan penipuan terhadap sebuah perusahaan komputer di kota yang tidak jauh dari Bonn itu. Sejak tiga tahun lalu, Jusuf, yang di kampung kelahirannya tadi dipanggil dengan Tompel, raib dari Jakarta. Saat itu, pendiri Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia Amerika itu seharusnya datang di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia berurusan dengan tuduhan pemalsuan identitas, berupa KTP (kartu tanda penduduk), surat kenal lahir, paspor, STTB (surattanda tamat belajar) SD dan SMP. Menghilangnya lelaki berusia 50 tahun itu membuat petugas sibuk. Teka-teki bagaimana ia kabur hingga kini belum terlacak. Ketika itu, Direktur Jenderal Imigrasi, Rony Sikap Sinuraya, mengecek di semua Bandara, toh, tidak menemukan nama Jusuf Randy (atau Nio Tjoe Siang) yang sudah terbang ke Jerman -- negeri yang ia pilih untuk menjadi warga negaranya. Kemudian, orang berstatus buron ini bikin kejutan. Pada Agustus 1990 ia muncul di pameran produksi Indonesia di World Trade Centre, Singapura. Selama Jusuf dikabarkan sudah menetap lagi di Jerman, pihak KBRI di sana repot pula dibikinnya. "Ketika saya mulai tugas di Bonn banyak yang menitip pesan tentang orang ini," kata Hasjim Djalal, Duta Besar RI, kepada TEMPO. Kendati Pak Dubes pasang kuping ke sana sini, toh, nama Jusuf Randy tidak ketemu, bak lenyap ditelan sungai Rhein. "Selama ini kami tidak tahu alamat ia bermukim dan bisnis apa yang dilakukannya," kata Welly Wikuyakti, Atase Imigrasi di KBRI Bonn. Dua pekan lalu nama Jusuf Randy muncul lagi di pers. Kali ini kembali dalam soal penipuan. Ia tertangkap di Mcnchengladbach. Cara ia melakukan penipuan itu, menurut Slickers, seolah-olah ia mengantongi surat penawaran dari pemerintah Indonesia, yaitu Departemen P dan K. Karena munculnya kasus ini, pihak KBRI melakukan korespondensi dengan pihak kejaksaan di Bonn. "Sebab, ia menyebut-nyebut nama pemerintah Indonesia," kata Hasjim Djalal. Apalagi ia membawa usulan proyek dari Departemen P dan K, yang ternyata fiktif itu. "Persoalan ini harus diluruskan," katanya. Jusuf Randy melakukan aksinya dengan menggunakan dokumen pilot proyek tahun 1991 dan sederet penjelasan tentang proyek ini yang tebalnya 100 lembar lebihdan tercetak rapi. Ia berkedok seolah sebagai pihak yang diserahi tugas oleh Departemen P dan K untuk memesan sejumlah komputer yang nilainya US$ 100 juta. Berbekal dokumen fiktif tersebut, Oktober tahun lalu, Jusuf mengontak perusahaan komputer Fa. Victor Technologies GmBH, di Kota Langen, tidak jauh dari Frankfurt. Gayanya yang kuat dalam melobi membuat pemilik perusahaan itu terkesan. Untuk meyakinkan, lelaki yang punya banyak kenalan di Indonesia itu kemudian mengarang nama perusahaan sebagai mitra usahanya di Jakarta, di antara PT Bandara Sarana Informatik, Jalan Hang Jebat IV Nomor 14. Keterangan itu kemudian diberikan pada calon korbannya, pada 2 Oktober 1991, sembari dikatakan alamat ini sewaktu-waktu dapat dihubungi. Belakangan ketahuan, ternyata adres ini bukan kantor perusahaan melainkan rumah tinggal. Iming-iming Jusuf Randy tampaknya membuat perusahaan komputer tergiur. Ia kemudian minta supaya mereka menyetorkan uang 300 ribu DM. Uang tersebut kabarnya akan dipakai untuk dana taktis guna menggarap pihak pembelinya di Indonesia. Tanpa curiga, pimpinan perusahaan itu kemudian menyetor dana, sebagian uang tunai dan sebagian lagi berbentuk cek. Dan untuk kepentingan keamanan, Jusuf juga menyetor dana dalam bentuk cek sebesar 164.820 DM yang diberikan kepada mitra usahanya di Indonesia. Dana itu, katanya, untuk biaya mengirim barang. Terakhir baru diketahui bahwa cek dimaksud hanya bohong-bohongan belaka. Belakangan, pihak Fa. Victor Technologies dibuat kalang kabut, setelah berkali-kali menanyakan tindak lanjut pembelian komputer. Namun, Jusuf Randyhanya memberikan janji. Dan karena masih percaya kepada janji Jusuf, ketikaitu pihak Fa. Victor Technologies belum melaporkannya pada pihak berwajib. Rupanya, karena tipuan babak pertama ini lancar, Jusuf semakin nekat. Sebulan kemudian, menurut Slickers, dengan kiat serupa ia melangkah ke penipuan babak kedua di tempat lain. Barang yang diperlukannya adalah Wohnmobilen, semacam piranti untuk berkemah. Belakangan, proyek ini mentah dan tak berkelanjutan. Baru pada bulan Juli lalu, Jusuf kembali bikin ulah. Lagi-lagi dengan bekal proyek pinjaman Departemen P dan K, ia mendekati perusahaan di Kota Munchengladbach. Ia, seolah-olah memerlukan komputer mindmachines. Guna meyakinkan calon korbannya, ia menunjukkan keberhasilannya seolah-seolah sudah ada transaksi dengan perusahaan komputer di Kota Langen. Ternyata, pengusaha komputer yang terakhir ini lebih sigap. Perusahaan ini ingin mengecek kebenaran tentang perjanjian Jusuf dengan perusahaan sebelumnya di Langen. Jusuf memberi alamatnya. Ketika pimpinan perusahaan ini mengontak perusahaan yang lebih dulu bekerja sama dengan Jusuf Randy itu, tercium ada yang aneh. "Rupanya mereka sedang mencari-cari Mr. Nio," kata Slickers. Sejak kembali ke Jerman, Jusuf Rand memakai nama Robert Tjoe Siang Nio. Nama ini lalu diadukan ke polisi Munchengladbach. Ia dituduh menipu. "Polisi Munchengladbach menyatakan Mister Nio sebagai buron dan menyebarkan informasi tentang dia itu ke seluruh Jerman," kata Slickers. Ketika perusahaan yang dirugikan tersebut dihubungi, ternyata tak mau memberikan komentar. "Semua masalah sudah dilimpahkan kepada polisi," kata E. Voehm, staf perusahaan komputer di Langen itu. Jusuf Randy diciduk polisi di Kota Heidelberg, saat melakukan perjalanan dengan mobil, 28 Juli lalu. Ketika ditangkap, ia tak melawan, dan hari itu juga ia dimasukkan ke dalam rumah tahanan di Munchengladbach. Ketika TEMPO berusaha menemui Jusuf Randy di penjara, sayang tidak diizinkan petugas. Hingga tulisan ini diturunkan, Jusuf Randy belum berhasil diwawancarai. Ia menolak ditemui. "Mister Nio pesan, ia tidak ingin ditengok siapa pun, kecuali anak dan istrinya," ujar Hakim Wienert. "Hingga kini juga belum tahu siapa pengacaranya," kata Slickers lagi. Tempat Jusuf Randy mendekam tak terkesan angker. Rumah tahanan itu dihuni penjahat yang dikategorikan melakukan "kriminal krah putih" (white collarcrime). Pengunjung yang datang ke sini dibatasi dan harus lewat prosedur ketat. Istri dan anak Jusuf Randy, menurut sebuah sumber, beberapa kali sudah menjenguknya. Siapa nama anak dan istrinya, petugas keberatan menyebutnya, dengan alasan, "Tidak berwewenang untuk memberikan informasi." Selama di Jerman, ada yang mengatakan Jusuf Randy tinggal di Wolfratshouse Str 13D Pullach, Munchen. Tapi, ketika ditelepon ke alamat ini, ternyata tak ada yang mengangkat gagang telepon. Dari SIM (surat izin mengemudi) Jerman yang dikeluarkan tahun 1990 atas nama Jusuf Randy, ia memakai alamat di Leonrodstr, Munchen. Tapi menurut sumber di Kedubes RI di Bonn, diduga ia dan keluarganya memang sering pindah-pindah tempat. Sehubungan dengan utang perkaranya, apakah Jusuf Randy bakal diekstradisi ke Indonesia? "Pihak Mabes Polri belum memandang perlu mengupayakan ekstradisi itu," kata Letnan Kolonel Hari Sutanto kepada Taufik T. Alwie dari TEMPO. Menurut Kepala Sub Dinas Penerangan Umum Mabes Polri itu, kasus di Jerman yang dibuat Jusuf Randy lebih besar dibandingkan yang dilakukannya di Indonesia. Gatot Triyanto dan Bambang Purwantara (Munchengladbach)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini