Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Lihat, Tekniknya Masih Unggul

Pancho Gonzales jagoan tenis dari Amerika, muncul di turnamen tennis Grand Masters di Senayan. Ketrampilan dan tekniknya masih baik. (or)

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAKET tenis seharga $ 0,51 ternyata telah merubah jalan hidup seorang bocah. Ceritanya begini: Suatu hari sang bocah berkeluyuran lagi di jalan raya Los Angeles, dan keserempet mobil. Pipinya besot -- membekas sampai sekarang -- dihantam pintu kendaraan tersebut. Agar kejadian itu tak berulang, ibunya lalu membelikannya sebuah raket, dan menyuruhnya bermain tenis. Rupanya tak sia-sia. Dialah, Richard (Pancho) Gonzales, kini 51 tahun, juara tak terkalahkan di tahun 50-an. "Kalau ibu tak membelikan saya raket dulu, entah apa jadinya saya sekarang," cerita Gonzales. Dua pekan lalu, Gonzales muncul dan bertanding di stadion tenis Senayan, Jakarta. la tampak masih kokoh -- tinggi badan 190 cm dan berat tubuh 96 kg. Tapi, orang yang dulu terkenal mempunyai service dan smash yang mematikan, serta bermental baja, kini tinggal nostalgia. Berhadapan dengan Torben Ulrich, 6 bulan lebih muda, ia tersisih di babak pertama nomor tunggal turnamen Tennis Grand Masiers tersebut. Skor 7-5 dan 6-0. "Saya yang bermain jelek tadi," ujar Gonzales. Turnamen Tennis Grand Masters adalah pertandingan keliling yang dilakukan oleh sekelompok pemain terkenal di dunia, dan hanya bagi mereka yang sudah berusia 45 tahun ke atas. Gonzales, berpasangan dergan Neale Fraser, 46 tahun, ternyata juga tak mampu menebus kekurangannya ketika turun di partai ganda. Di final, mereka berhadapan dengan pasangan Svend Davidson, 51 tahun, dan Ulrich. Kalah 7-5 dan 6-3. Namun mereka masih mengantongi hadiah $ 2.000. Juaranya mendapat $ 3000. Total hadiah dari turnamen ini $ 25.000. Juara nomor tunggal, Rex Hartwig, 50 tahun, dan runner-up, Davidson masing-masing meraih $ 5.000 dan $ 3.500. Tapi kegagalan Gonzales itu tidaklah mengecilkan artinya di mata publik tenis Jakarta. Sisa-sisa ketrampilannya tampak disimak orang, termasuk pelatih Sugiarto Sutarjo, baik-baik. Pada usia 16 tahun, Gonzales sudah menjadi juara junior untuk kawasan Kalifornia Selatan. Tahun 1948, ia dalam usia 20 tampil sebagai juara turnamen terbuka Amerika Serikat dengan mengalahkan pemain Afrika Selatan, Eric Sturgess di final 6-2, 6-3, dan 14-2. Permainannya yang lebih mengejutkan adalah sewaktu ia mempertahankan mahkota di tahun berikutnya. Di final kali ini ia berhadapan dengan juara Wimbledon, Ted Schroeder. Ia kehilangan 2 set pertama (16-18 dan 2-6), tapi memukul balik dalam 3 set penentuan (6-1, 6-2, dan 4). Tahun 1949 itu juga, Gonzales langsung mengenakan baju profesional. Memasuki tahun 1952 adalah awal kecemerlangan bagi Gonzales. Musim itu, ia memenangkan 4 tour kejuaraan dunia prof. Dua tahun kemudian, ia menyingkirkan jago-jago prof masa itu, seperti Don Budge, Frank Sedgman, Pancho Segura, dan Bobby Riggs dalam suatu turnamen round robin. Untuk Sapi Periode Gonzales telah lama berakhir. Kini adalah tahun-tahun Bjorn Borg dan Jimmy Connors. Tapi orang masih saja tak dapat melupakan jago itu. Generasi manakah sesungguhnya yang lebih bermutu? "Secara teknik mungkin kami lebih baik," kata Gonzales. "Pemain sekarang umumnya lebih mengandalkan kekuatan dan kecepatan. " Gonzales kini sehari-hari adalah direktur tenis klub Cesar Palace, Las Vegas dan juga pemilik perusahaan pakaian jadi. Tampak ia masih belum akan menggantungkan raketnya. Dan inilah Rex Noel Hartwig, juara turnamen Tennis Grand Masters di Jakarta. Namanya memang tidak sebesar Gonzales yan tercatat dalam The Oxford Companion of Sport & Gamesdan Encyclopaedia Britannica. Ia adalah spesialis ganda, dan menjuarai Wimbledon pada tahun 1954 dan 1955. Untuk 2 kali turnamen itu pasangannya adalah Mervin Rose dan Lewis Hoad. Di Jakarta, adalah penampilan pertamanya dalam Tennis Grand Master untuk tahun ini. Hartig -- lahir 25 September 1929 di New South Wales, Australia -- masih memperlihatkan sisa-sisa masa jayanya dalam menghadapi Davidson. Terutama dalam akurasi pukulan, dan keuletan. Tak heran, kalau Davidson, juara turnamen Tennis Grand Masters di Manila, pekan sebelumnya kelabakan melayaninya. Skor akhir 7-6 dan 7-5 untuk Hartwig. "Saya ikut ke Jakarta memang untuk menguber hadiah," kata Hartwig blak-blakan. Hartwig, yang memiliki 8 hektar tanah pertanian dan beternak di Gruti, negara bagian Victoria, Australia, mengutarakan bahwa hadiah $ 5.000 yang dikantonginya akan dibelikan 10 ekor sapi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus