Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Masih dipegang mang Ihin

Solihin g.p. terpilih jadi ketua umum komisi tinju indonesia periode 1986-1989. peningkatan kualitas petinju akan digarap lebih intensif. petinju, pelatih dan manajer diharapkan lebih profesional.(or)

25 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG kongres VIII Komisi Tinju Indonesia (KTI), sudah santer terdengar dia mau berhenti. Dan nama Menseskab Moerdiono disebut-sebut akan menggantikannya. Tapi itu semua hanya kabar angin. Solihin Gautama Purwanegara, 60, ternyata tetap jadi Ketua Umum Komisi Tin ju Indonesia (KTI) periode 1986-1989, setelah Rabu pekan lalu, ia bersedia dipilih kembali. Ini yang kedua kalinya, Mang Ihin, begitu Ketua Umum KTI itu, biasa dipanggil, terpilih sebagai pimpinan puncak organisasi tinju bayaran Indonesia. Ia menduduki jabatan itu sejak 1983 selepas menjabat Ketua Umum Persatuan Olah Raga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) periode 19791983, dan ketika masih sebagai Ketua Umum Persib (yang dipimpinnya 1976 hingga 1984). Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang) ini memang dikenal suka dengan kegiatan olah raga. Dan khusus di tinju, agaknya, ayah enam anak kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, ini boleh sedikit puas. Soalnya, ketika KTI dipimpinnya, Indonesia bisa memiliki seorang petinju yang merebut gelar juara dunia (Ellyas Pical, Mei 1985). Ini saat-saat sukses, agaknya. Sebab, kemudian pasaran tinju pro memang agak menaik dengan bermunculannya promotor dan petinju pro baru. Solihin berhasil menggalang kerja sama dengan beberapa tokoh lain, seperti promotor Boy Bolang dan pelatih Simson Tambunan, serta juga sejumlah penyedia dana. Toh, di tengah sukses itu juga, kepemimpinan Solihin mendapat ujian berat. Antara lain, pertikaian berkepanjangan dengan orang-orang yang pernah membantunya, hingga akhirnya Pical kehilangan gelar. Untung, gelar bisa direnggut lagi dari Cesar Polanco, petinju Dominika, Maret lalu. Namun, sebelumnya, kepemimpinan bekas Gubernur Jawa Barat itu (berhenti 1975) sempat disorot. Maklum, ketika itu, ia dan stafnya tampak seperti tak berdaya menyelesaikan konflik di antara personel yang pernah mencuatkan kebanggaan ituyang melibatkan Boy Bolang, Elyas Pical, dan Simson Tambunan.). Sampai akhirnya, untuk bisa menyelenggarakan pertandingan ulang Pical lawan Polanco itu, Menpora Abdul Gafur perlu turun tangan mengeluarkan surat keputusan. Campur tangan inilah, setidak-tidaknya, bisa dianggap sebagai cacat kecil yang menyebabkan KTI belum tampak rapi sebagai organisasi tinju profesional. Banyak masalah tampaknya masih harus dibenahi ketua yang rajin terjun ke lapangan ini. Dari mulai soal bagaimana menyelenggarakan suatu pertandingan tinju -- yang disyaratkannya bisa menguntungkan dan sekaligus dapat ditonton rakyat banyak -- hingga peningkatan kualitas dan profesionalisme para petinju. "Kita mau agar semua: petinju, pelatih dana manajer bisa lebih profesional nanti," kata Solihin. Untuk yang terakhir ini, dia menyebut contoh kasus, juara nasional kelas bantam nasional Nurhuda. Petinju dari sasana Javanoa, Malang, ini terpaksa kehilangan gelar -- kendati ia Jumat malam pekan lalu menang dari penantangnya Wim Sapulete dalam pertandingan perebutan gelar di Istora Senayan, Jakarta gara-gara bobot badan naik hingga 1,5 kg dari batas maksimal. "Seorang juara bisa overveight gitu 'kan tandanya ia belum ditangani secara profesional," kata Solihin. Karena itu, katanya lagi, soal yang satu ini: peningkatan kuahtas para petinju akan digarap lebih intensif. Soalnya, ia sudah mencanangkan target tiga tahun mendatang KTI bisa menghasilkan 2 juara dunia dan 5 juara OPBF, meningkat dari 1 juara dunia dan 4 juara OPBF yang pernah direnggut petinju Indonesia. "Kalau perlu, KTI akan mendatangkan pelatih asing," katanya, bersemangat. Rencana dia, para pelatih itu akan dikontrak KTI untuk memberikan semacam penataran bagi para pelatih tinju pro Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus