Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Memburu layangan ke gelanggang pon

Pon xiii tidak sepi dari pembajakan atlet. lebih suka merayu atlet pindah ketimbang mengangkat prestasi. tampaknya, pon juga untuk mencari prestise bagi daerah. duitnya dari mana?

18 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMBISI DKI Jaya kembali merebut gelar juara umum pada PON XIII belum luntur. Hanya niat itu terganggu karena ada perpindahan atlet ke daerah lain. Tercatat 28 atlet yang pindah. Ternyata, fasilitas olah raga yang lengkap di Jakarta seperti sudah tidak lagi memikat. Pembelotan itu menyebalkan. ''Silakan, daripada setengah hati bertanding untuk DKI,'' kata Kusnan Ismukanto, Ketua KONI DKI Jaya. Antara lain yang pindah, lifter Dirja Wiharja ke Jawa Barat, petenis Benny Wijaya ke Jawa Timur, dan yang ke Kalimantan Timur, petenis Moerid Bersaudara Irawati, Solihati, dan Lamsriati. Kepindahan mereka itu ada yang tidak beres. Wulung Sulestyo, ketua harian KONI DKI Jaya, merujuk keputusan KONI Pusat soal atlet PON XIII yang dilanggar seenak pusar. Seorang atlet bola voli DKI, misalnya, pindah ke Sulawesi Utara. Tahun lalu ia sudah punya KTP di sana. Padahal, Desember 1992 ia masih menerima uang transpor dari KONI DKI, dan kuliah di Jakarta. ''Apa ada mahasiswa terbang?'' tanya Wulung. Rata-rata para atlet pindah karena rayuan. Bahkan atlet yang namanya sudah tercatat di pemusatan latihan daerah, dan telah meneken pernyataan tidak akan hengkang, toh lari juga. Jelas itu tidak etis. ''Olah raga kan menyangkut moral,'' kata Wulung. Ia tidak akan mempersoalkan melalui jalur hukum. DKI Jaya memang sudah dirugikan. ''Mereka menggunakan fasilitas, dana, dan pelatih di DKI,'' kata Wulung. Tapi secara pribadi, kalau atlet itu pindah ke luar Jawa, ia tak keberatan. Sebab, di sana ia diharapkan menjadi motivator. Lain kalau kepindahannya masih di Jawa, menurut Wulung, mental atlet ini tidak baik. ''Cuma mau mengejar bonus,'' katanya. Karena itu, untuk meningkatkan semangat bertanding, Gubernur DKI Surjadi segera menyuntikkan semangat: ''Kekalahan adalah penghinaan, dan penghinaan adalah penderitaan. Jadi, jangan mau kalah.'' Sekitar 450 atlet DKI yang siap berlaga di PON seperti tersentak. Cerita tentang atlet kutu loncat memang hangat dibicarakan saat ini. Jawa Barat, misalnya, memberi iming-iming Rp 30 juta plus pekerjaan buat pedayung Abdul Razak dari Sulawesi Tenggara. Razak menolak. Sedangkan Jawa Tengah, yang menerapkan program nututi layangan pedhot (memburu layangan putus), merogoh bonus Rp 20 juta untuk tiap atlet peraih emas. Toh janji bonus yang memikat itu tidak otomatis mengikat atlet Jawa Tengah. Beberapa atletnya, Suryati, misalnya, pindah ke Sumatera Utara, Anton ke Jawa Barat, dan Sudargo hijrah ke Yogya. ''Mereka sudah berhitung untung-ruginya. Bonus Rp 20 juta itu memang daya tarik yang kami tawarkan,'' kata Profesor Soegijono, ketua kontingen Jawa Tengah. ''Tapi kalau daerah lain bilang tidak memberi bonus apa-apa, itu tidak mungkin.'' Ternyata, Jawa Tengah juga cepat mendapat gantinya dengan menampung perenang asal DKI Jaya, Richard Sambera dan Wirmandi Sugriat. Belakangan, oleh KONI Pusat, mereka dilarang tampil. Dan kubu Jawa Tengah pun lesu, karena target merebut tiga besar mungkin buyar. Batalnya Richard dan Wirmandi terjun di PON membuat Wisnu Wardhana kecewa. ''Tidak ada best maker di renang. Kemungkinan perenang memecahkan rekor menjadi tipis,'' kata perenang andalan DKI itu. Soal bonus dan perpindahan atlet memang menarik. Mencari kekayaan bagi atlet bukan lagi aneh, kendati tidak semua atlet berpikir begitu. Lalu, muncul pertanyaan: ini PON prestasi atau prestise? Mari disimak. Irian Jaya Si mutiara hitam yang belum terasah ini menargetkan empat besar. Bonus peraih emas Rp 5 juta. Targetnya menyapu 35 emas. Atlet yang diturunkan 143 orang, dulu 200 orang. ''Kami lebih selektif. Yang tak menjanjikan prestasi tidak diberangkatkan,'' kata Fabanyo, ofisial tim Irian Jaya. Bagi Irian Jaya, dana jadi masalah besar. Mereka tergantung Pemda, yang kondisi keuangannya terbatas. Mengandalkan bapak angkat tak ada. Sponsor sulit dicari. ''Fasilitas kami memprihatinkan,'' kata Fabanyo. Sementara itu, banyak atlet yang tak mampu. Jika mereka tampil sejajar dengan atlet lain, itu karena kemauannya dan pengorbanan para pembina. ''Jadi, kalau kita seperti sekarang, itu berarti sudah berprestasi,'' kata Fabanyo, bekas atlet atletik. Bibit atlet itu dicari dengan serius, misalnya dipantau melalui kejuaraan pelajar. Begitu ada calon ''mutiara'', ia bisa dimasukkan ke klub atau pemusatan latihan. Contohnya, tim sepak bola. Tim hasil pemanduan bakat KONI dan Pengurus Daerah PSSI ini rata-rata berusia di bawah 20 tahun. Mereka digembleng dengan disiplin ketat, antara lain ditampar jika ketahuan menenggak minuman keras. Gemblengan selama dua tahun itu membuahkan hasil yang patut diperhatikan. Jumat pekan lalu, tim ini menggilas DKI Jaya 3-0. Irian pun menjuarai grup B dan menjadi tim pertama yang masuk semifinal. ''Saya optimistis emas untuk kami,'' kata Fabanyo. Menimba ilmu juga diterapkan. Tim hoki, misalnya, berlatih di Lampung. Tim dayung ke Jatiluhur, atlet renang di Jakarta, atlet tinju di Cibubur, dan atlet judo berlatih di Ciputat. ''Kami coba menyiapkan secara serius, untuk menjadi yang terbaik,'' kata Fabanyo kepada Joewarno dari TEMPO. Semua atlet adalah binaan daerah. Tak ada atlet ''kutu loncat''. Justru atlet Irian Jaya yang hijrah. Tapi Fabanyo tak sepenuhnya melarang. ''Julius Uwe ke Ja-Teng malah saya kasih rekomendasi. Tak apa, itu baik buat dia, mendapat pekerjaan dan bagus untuk masa depannya,'' katanya. Sedangkan atlet Timotius Ndiken tak diizinkan pindah. ''Karena saya masih berharap banyak dari Timo,'' ujar Fabanyo. Lagi pula, Timo sudah menjadi guru SD di Jayapura. Kasihan murid-muridnya. Kalimantan Timur Targetnya masuk 10 besar. Pada PON ini Kalimantan Timur menurunkan 160 atlet. Menjagokan cabang tenis, tenis meja, gulat, tinju, atletik, panahan, dan bowling. Dana untuk PON tersedia Rp 2 miliar, belum termasuk pengeluaran bonus Rp 6 juta buat peraih emas. Kalimatan Timur banyak didukung pengusaha. Menurut Abdul Rahman dari Penelitian dan Pengembangan KONI Kalimantan Timur, daerahnya tetap membina atlet dari bawah. Tapi, begitu si atlet berprestasi, pelatih daerah dikesampingkan, sementara si atlet diusung ke Jakarta. Lebih menyakitkan jika ada atlet daerah yang tak juga maju, dan pengurus pusat menyalahkan pembina di daerah. ''Tapi siapa yang membina atlet sejak dari nol sampai berprestasi?'' katanya. PON bagi Kalimantan Timur adalah unjuk kemampuan. Adapun soal hijrahnya atlet tak jadi soal benar. ''Kalaupun ada atlet membela Kalimantan Timur, itu karena ada klub yang merekrut mereka. Nggak ada persoalan, kan? Bahkan, semua itu ikut mengangkat prestasi Kalimantan Timur,'' kata Abdul Rahman. Ia menganggap perpindahan itu suatu kewajaran. Jawa Tengah Target minimal empat besar. ''Syukur-syukur berhasil di tempat ketiga,'' kata Soegijono. Emas diperkirakan didulang dari renang, loncat indah, dan atletik. Di cabang atletik ini, Jawa Tengah malah sesumbar merebut juara umum dengan 10 medali emas. ''Target itu realistis,'' kata Zain Nashruddien, sekretaris Pengda PASI Jawa Tengah. Daerah ini mempunyai atlet dasa lomba Julius Uwe. Lalu pada nomor jalan cepat ada Jamaludin Lawa, dan atlet putri serba bisa Rumini akan turun di nomor saptalomba, lari gawang, lompat jauh, lompat tinggi, dan estafet 4 x 100 meter. Di nomor maraton putri ada Ruwiyati. Dia siap menandingi Suryati, yang kini memperkuat Sumatera Utara. Dengan terbukanya keran dana pra-PON sebesar Rp 1,5 miliar, dan untuk PON XIII ini Rp 3,5 miliar, Jawa Tengah berharap atlet-atletnya tampil ngotot. Sebab, PON merupakan arena mengumbar rasa bangga. ''Di forum internasional kita bangga untuk negara. Di forum nasional, ya, untuk daerah kita, dong,'' kata Soegijono. Bertolak dari sini, pembinaan atlet daerah digalakkan. Ditopang sarana yang baik dan adanya klub-klub yang kuat. Hanya saja, masa depan atlet yang kadang terlupakan. ''Sampai kini, atlet nasional yang berprestasi tidak dijamin pensiun,'' katanya. Padahal, si atlet diharapkan bisa terjun tanpa setengah hati. Lampung Kontingen ''Gajah Lampung'' ini, biarpun disunat SK No. 39 KONI tiap atlet angkat besi cuma memperoleh sebuah emas, dari kemungkinan tiga emas belum terpukul. Di hari pertama perebutan emas di angkat besi, tiga lifter mereka, I Nyoman Sudarma, Lukman, dan Siswoyo, menyumbangkan tiga emas untuk daerahnya. Perolehan ini baru sekadar siraman dahaga. Semula Lampung berharap masuk lima besar. Menghitung emas dari angkat besi dan angkat berat saja, ada 32 emas. ''Angka itu menunjukkan bahwa kami aman di peringkat lima, terbaik di luar Jawa,'' kata Yusuf Djais, ketua bidang pembinaan prestasi KONI Lampung, kepada Kolam Pandia dari TEMPO. Tapi, kalkulasinya itu ambrol gara-gara SK tadi. Kini Lampung cuma menargetkan masuk 10 besar. Selain angkat besi, cabang anggar, silat, karate, panahan, taekwondo, dan atletik juga punya kans. Tiga atlet anggar yang diharapkan meraih emas adalah G.F. Bolang, Hendry Lenzun, dan Lukas Zakaria. Bolang dan Handry berasal dari Sulawesi Utara, sedangkan Lukas dari Jawa Barat. ''Mereka datang dengan kemauan sendiri,'' kata Letnan Kolonel Laut, I.S. Bunari, ketua kontingen Lampung, kepada Rihad Wiranto dari TEMPO. Atlet anggar ini dilatih oleh Tick Suratman, pelatih nasional Singapura. Soal pindah atlet, ini tentu tak sepenuhnya kemauan atlet sendiri. Hendry mengaku ada yang mengajaknya. ''Lalu saya tertarik. Di sini lebih enak. Saya dan teman lainnya, seusai PON nanti, akan diberi pekerjaan. Sekolah saya juga gratis,'' katanya. Hendry, 22 tahun, yang kuliah di akademi akuntasi di Lampung, tidur di mess yang lumayan enak. Ia berlatih di Klub Anggar Melati. Klub memang menjadi daya dorong Lampung. Klub Tovo, yang didirikan bekas atlet angkat besi Imron Rosadi, tahun 1969, memang tak kecil perannya. Di rumahnya yang menyatu dengan tempat latihan, di atas lahan seluas 600 m, Imron sudah melahirkan 20 lebih atlet andal. ''Sudah 30 tahun saya menggeluti, mempelajari, dan menekuni angkat besi, tapi sama sekali tak pernah puas,'' katanya. Lampung tergolong berdana cekak. Untuk persiapan PON hanya Rp 1,5 miliar. ''Dengan uang itu kita pas-pasan. Kami irit betul,'' kata Bunari. Misalnya, pada waktu pelatda dulu, 20 persen untuk membeli peralatan, dan selebihnya untuk konsumsi dan akomodasi. Untuk membeli sebuah barbel dari Swedia saja sudah Rp 12,5 juta. Yogyakarta Awan segar menyapu wajah kontingen Yogya. Di hari pertama PON ini, Jumat pekan lalu, pembalap putri Alfi Dwiningrum secara mengejutkan menyabet emas pertama buat Yogya di nomor open road race sejauh 65 km. Catatan waktunya 1 jam 49 menit 19,08 detik. Rekan sedaerahnya, Nurhayati, yang diunggulkan meraih emas, menduduki tempat kedua. Alfi mengaku tampil tanpa beban, dan luput dari jepitan para pembalap. Sukses ini tak lepas dari pelatih Theo Gunawan dari Klub Kolombo itu. Dan dengan sukses ini, kata Alfi, ''Saya tak punya niat untuk kabur.'' Sri Sultan Hamengku Buwono X menyabut kemenangan ini. Ia juga bangga mendengar petenis Yayuk Basuki, yang bermain ganda bersama Nana Miyagi, maju ke semifinal di Amerika Terbuka. Yayuk mungkin tak bisa memperkuat Yogya dalam PON, yang baru akan dipertandingkan Rabu pekan ini. ''Tak jadi soal. Jangan sampai kepentingan nasional dikalahkan oleh kepentingan daerah,'' kata Soedarmo, wakil ketua kontingen Yogya. Sultan malah meminta Yayuk agar berkonsentrasi di turnamen grand slam tersebut. Yogya, yang menurunkan 190 atlet, menargetkan urutan 13 bisa naik lima tingkat dari PON sebelumnya. Selain balap sepeda, cabang yang diharap mencuri emas adalah bela diri, tenis, dan atletik. Bonus peraih emas memang belum ditentukan, jangan seolah-olah prestasi itu hanya diukur dengan uang. Dalam hal duit, Yogya tidak melimpah seperti Jawa Barat. Untuk PON kali ini Yogya menyediakan dana Rp 1,5 miliar. ''Biar pun dananya sedikit, kalau motivasi atletnya tinggi, pasti bisa berprestasi,'' kata Soedarmo. Apalagi atlet di daerahnya didukung program belajar sambil berprestasi. Pihak KONI setempat mencari kursus keterampilan dan lembaga pendidikan formal seperti les komputer. Atlet bisa memilih bidang yang disenanginya. Dengan demikian, diharapkan si atlet terpacu untuk lebih berprestasi. Jawa Barat Target di PON untuk kontingen Jawa Barat adalah tampil sebagai dua besar di bawah DKI Jaya. Artinya, tim yang berkekuatan 461 atlet ini berambisi menggeser Jawa Timur. ''Pada PON yang lalu Jawa Barat berada di peringkat ketiga. Wajar kalau kami kepingin naik ke peringkat kedua,'' kata Drs. H. Ukman Sutaryan, ketua kontingan Jawa Barat. Genderang untuk merebut posisi itu sudah ditabuh lewat persiapan penggemblengan atlet Jawa Barat, dua tahun lalu. Potensi Jawa Barat bukan tak ada. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan sejarahnya. Sejak PON I di Solo tahun 1948, Jawa Barat telah menduduki juara umum tiga kali. Yaitu pada PON I, PON III, dan PON V. ''PON XIII ini adalah kesempatan emas bagi kami untuk bangkit,'' kata Ukman, yang juga Sekretaris Wilayah Daerah Jawa Barat itu. Ambisi untuk bangkit itu didukung pula oleh dana Rp 8,3 miliar. Semua dana tersebut dihimpun, misalnya, ditarik pada saat warga mengurus mobil di Samsat (Sistem Administrasi Satu Atap). ''Kalau nggak mau, ya nggak dipaksa,'' katanya. Dari situ saja terkumpul sekitar Rp 5 miliar. Dan selebihnya sumbangan dari pengusaha, SDSB (melalui KONI), dan APBD Jawa Barat. Adakah uang itu, antara lain, juga digunakan untuk membajak atlet? ''Itu tidak ada,'' katanya. Jawa Barat adalah gudang atlet. Tapi Jawa Barat tidak melarang atletnya pindah ke daerah lain. ''Sebaliknya, Jawa Barat juga tidak menutup kemungkinan atlet lain untuk bergabung dengan kami,'' kata Ukman. Widi Yarmanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus