BELASAN klub renang di Jakarta kini subur dan sanggup membiayai
pelatih tetap. Dengan adanya pula kejuaraan Kelompok Umur (KU)
nasional dan internasional, bocah-bocah semakin terangsang
berlatih. Hingga antara lain mencuat nama Katarinus Aligita dari
klub Kusuma Harapan.
Sembilan rekor nasional dari 10 nomor renang KU IV (8-10 tahun)
baru saja direnggut Katarinus. Di Manila, Filipina (22-23
Oktober) pada Kejuaraan KU Asia Tenggara, ia memecahkan rekornas
KU IV untuk nomor 200 m gaya bebas, 100 m gaya punggung dan 200
m gaya ganti perorangan. Sebelumnya di Jakarta (5-7 Oktober) ia
sudah mematok rekor di nomor 100 m gaya bebas, 50 dan 100 m gaya
dada, 50 dan 100 m gaya kupu-kupu dan 50 m gaya punggung.
Tinggal 50 m gaya bebas yang masih diungguli Reza Rorimpandey.
Pada kejuaraan di Manila itu Indonesia keluar sebagai juara umum
(merebut 45 emas, 22 perak 19 perunggu). Dan Katarinus (merebut
7 emas dan 1 perunggu) terpilih sebagai perenang terbaik.
Sebetulnya Katarinus merebut pula medali emas di nomor 100 m,
tapi diprotes Malaysia, Singapura dan Thailand. Dia dianggap
melanggar aturan. Kebiasaan di Indonesia ialah atlet
mencemplung ke kolam untuk "penyesuaian badan" sebelum naik
balok start. Hari pertama itu, panitia di-Manila mengumumkan
(dalam bahasa Tagalog) bahwa FINA (Federasi Renang
Internasional) tidak mengizinkan hal itu. Ternyata ada juga
atlet Filipina yang mencemplung. Tapi baru setelah menang,
Katarinus kena protes. "Karena keki (jengkel), saya gagal di
nomor 50 m punggung," tuturnya.
Katarinus Aligita sejak usia 4 tahun dibawa ayahnya, bendahara
PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) AliBudiman,
mencemplung ke kolam Grogol. Ayahnya juga menjadi pengurus klub
Kusuma llarapan. Ketika berumur 6 tahun, ia diandalkan klub KIJ
ikut Kejuaraan KIJ di Bandung (1976). "Waktu itu ia
ditertawakan, karena ketinggalan terus," tutur ibunya.
Sejak itu Katarinus bersama adiknya (Edith) dibawa berlatih ke
berbagai kolam di Jakarta. Cikini, Senayan, Bulungan, Tanah
Abang I dan Ancol. "Khususnya di Ancol ia dilatih berenang
melawan arus," kata ayahnya. Di Ancol pula (1978) ia pernah
menjuarai hampir semua nomor kejuaraan. Dan dia tidak
ditertawakan lagi. Di rumahnya, di Jl. Makaliwe, terpajang lebih
dari 50 medali emas.
Semua medali itu direbutnya melalui latihan yang teratur setiap
hari. Pukul 4 pagi ia dibangunkan ayahnya untuk diceburkan ke
kolam pukul 4.30 hingga 6.15. Sarapan di kendaraan khusus
jemputan anak sekolah SD Regina Pacis yang dikelola ayahnya. Ali
Budiman juga pengusaha ekspedisi (truk) PT Gita. Siangnya (pukul
13.30 - 15.30) dan petang (16.30 - 18.30) ia kembali ke kolam.
Ada waktunya ia bersama anak-anak klub KH (400 anggota aktif)
melakukan latihan darat, berupa antara lain lari, senam dan
skipping. Dalam latihan di air sehari ia menempuh 7 km.
"Menjelang suatu kejuaraan, 12 km sehari," kata pelatihnya,
P?ulus Djafar.
Juara Kelas
Meski Katarinus kini menjuarai hampir semua nomor,
spesialisasinya adalah gaya dada, kupu-kupu dan gaya ganti.
Prestasinya di gaya kupu-kupu 100 m, misalnya, melampaui waktu
beberapa perenang senior daerah yang ikut PON lalu.
Kadang-kadang ia ikut latihan bulutangkis, tennis, sepatu roda
untuk variasi saja. Ibunya pun memberinya extravoeding seliter
susu, 2 sendok madu, 2 telur mentah dan seperempat kg daging
sehari. Dengan porsi latihan dan makanan seperti itu, bocah
(lahir 12 November 1970) ini kini berbobot 41 kg, tinggi 147 cm.
Prestasinya di sekolah "Ia juara di kelas III dan IV dengan
rapor rata-rata 8,6," jawab ayahnya. Tapi Oktober lalu ia tidak
ikut ulangan umum, dapat dispensasi ke Manila. Maka "mungkin
gelar juara kelasnya akan terlepas," tambah Ali Budiman.
Di Manila, tim Indonesia tidak menemui Junie Sng dan
kawan-kawannya, perenang Singapura yang merajai kejuaraan lalu.
Mereka sedang melawat ke RRC. Meski tanpa saingan berat
Singapura, perenang Indonesia mematok beberapa rekor baru Asia
Tenggara, yang di bawah rekor nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini