Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

40 plus

Seminar tentang wanita dan pria di atas umur 40 th diadakan di grand bali room hotel mandarin. usia tua secara kronologis tak ada hubungannya dengan usia biologi & tidak perlu menghentikan semua kegiatan.

7 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARIPADA mengikuti berita Partai PP yang bisa membuatnya senewen, Tuan dan Nyonya Muraibatu membaca dengan teramat cerrnat kabar adanya seminar tentang wanita dan pria di atas umur 40 tahun--yang diselenggarakan di Crand Bali Room Hotel Mandarin - hingga mata keduanya nyaris bengkak. Bukankah usia mereka sudah lebih sedikit 40? Ini betul-betul penting, atau betul-betul gawat. Salah melangkah bisa lekas meninggal, benar melangkah bisa meneguk nikmatnya hidup hingga perut kembung. Sang nyonya siap tempur. Dia akan menjerit di mimbar-begitu gong berbunyi. Ucap Bung Karno: "Wanita itu seperti pohon karet, lepas 30 tahun habislah getahnya." Tidak akan habis! Malahan lebih deras meleleh! Dia akan menjerit Aristoteles itu orang slebor Masak dia bilang "wanita itu kurang kualitas, suatu cacat pemberian alam?" Perlu kena sandal, tua bangka Yunani itu. Dia akan menjerit sampai pihak keamanan terperanjat, bukan main usilnya St. Thomas yang bilang wanita itu "makhluk yang jadinya secara kebetulan belaka." Jaga mulut sedikit, mas! Sudah puas? Belum sama sekali. Dia juga akan menjerit protes tulisan Benda dalam Rapport d'Uriel "pria mampu berpikir tentang dirinya tanpa wanita, tapi wanita tak sanggup berbuat begitu tanpa pria." Coba pikir, apa itu tidak keterlaluan? Sarjana macam David Mc Clelland dari Universitas Harvard itu baru bukan aspal. Kalau saja masih perawan dan ketemu dengannya, mau aku jadi bininya, pikir sang Nyonya Muraibatu. Tubuhnya jangkung, dadanya bidang dan berbulu, pandangannya sehat. Itu baru namanya lelaki, bukan blasteran monyet. Bukankah David ini yang berkata "mustahil ada negeri yang maju tanpa membebaskan wanitanya dari tetek-bengek kerja tradisional domestiknya, dan tanpa memberikan kesempatan penting di masyarakat khusus di pasar tenaga kerja?" Hanya semata-mata karena David menggunakan otaknyalah dia paham benar betapa dahsyatnya jenis kelamin wanita, yang kalau dia mau bisa memasukkan tubuh pria seutuhnya ke dalam dompetnya. Pokoknya, umur di atas 40 adalah umur batas ngebut. Alangkah hebatnya! Sang suami Tuan Muraibatu juga tidak kurang sigapnya. Serasi dengan hukum zaman, dia siap dengan makalah berjudul 'Tua-tua Keladi, Makin Tua Makin Berbudi'. Makalah dibuka dengan uraian ringkas tentang hormon seks pria yang diterbitkan oleh Ciba di Swiss, segera disambung dengan efek negatif sampingan permainan golf, perlunya mengetatkan birokrasi supaya tambah wibawa. Selaku orang kaier profesional, sang tuan berseru jangan takut mati walau usia menginjak 40 lebih. Yang bilang ini bukannya lurah melainkan Robert Petersen dalam dia punya buku yang menyiram hiburan: Hidup Baru di Umur 40. Kenapa mesti pensiun? Teriaknya tiga kali lebih nyaring dari sang nyonya. Campakkan istilah itu ke comberan. Usia tua secara kronologis tidak ada hubungannya dengan usia biologis. Ada yang berumur 35 sudah melengkung, ada yang berumur 90 masih tegap bagai tiang telepon. Sudah baca apa belum Inside Europe Today-nya John Gunther yang ditulisnya di tahun 1962? Dia lihat Eropa penuh orang gaek yang gemerlapan, seperti anak baru dikhitan. Nikita Khruschov 67 tahun. Petani Ukraina gundul bagai kelereng yang brilian itu seperti meteor di ruang angkasa. Mac Millan juga 67 tahun. Franco 69 tahun. De Gaulle, yang bagai jerapah, 71 tahun. Gronchi 74 tahun. Bahkan Adenauer yang membangun mahligai Jerman dari kaleng rombeng, 86 tahun. Nah, apa artinya 40 tahun lebih sedikit? Sesudah melalap kambing guling nyaris dengan tulang-tulangnya, seminar yang meriah itu bersepakat bulat mengambil kesimpulan sebagai berikut: Selama jantung masih berdenyut, jangan stop tugas apa pun. Demi kelestarian dan lingkungan, tanamlah pohon duren di pekarangan masing-masing dengan tekad memetik buahnya di tahun 2000. Jangan sembarangan bicara soal waris-mewaris jika kita tidak punya nilai yang bisa dibanggakan. Anak-anak yang berangkat besar bukanlah seteru, melainkan sekutu. Dicamkan baik-baik, mereka pandai menilai seperti halnya mereka pandai menendang bola. Selain enam bulan sekali periksa fisik, enam bulan sekali juga pergi ke ahli jiwa, siapa tahu kita punya kelainan rohaniah tanpa sadar. Jangan buang sampah sembarangan, tapi juga jangan telan sampah itu. Bilamana lambung rasanya tidak beres, jangan cepat cemas. Teliti baik-baik, jangan-jangan apa yang kita ucapkan berbeda dengan kata hati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus