Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kompetisi usia muda menjadi sarana untuk melatih mental pemain.
Sebagian besar komposisi pemain timnas telah terbentuk tanpa melihat potensi bagus dari hasil kompetisi.
Pengurus Pusat PSSI masih cenderung menggunakan jalan pintas dalam mengejar prestasi sepak bola melalui naturalisasi pemain.
SEBUAH klip video yang dikirimkan pelatih Sekolah Sepak Bola (SSB) Binapakuan, Bandung, Dadang Sastrapraja, memperlihatkan sekitar 20 anak berusia 14-15 tahun yang tengah bermain sepak bola setengah lapangan di Lapangan Batununggal, Bandung, Jumat, 22 April lalu. "Mereka sebagian dari 100 anggota SSB Binapakuan," kata Dadang melalui sambungan telepon, Jumat, 22 April lalu.
Dadang mengatakan sekolah sepak bola itu milik Persatuan Sepak Bola (PS) Binapakuan, satu dari 36 klub pendiri Persib Bandung. Awalnya klub itu bernama Persatuan Sepak Bola Pemerintah Daerah Jawa Barat (PS Pemda Jabar). "Pada 1998 waktu PS Pemda Jabar naik ke Divisi Dua berganti nama menjadi PS Binapakuan," tutur Dadang, yang juga Manajer Kompetisi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Kota Bandung.
Ia mengaku terpanggil untuk terus membina pemain usia muda. Menurut dia, fondasi utama tim nasional berada di pembinaan pemain usia muda. "Untuk pembinaan usia muda sudah lumayan bagus dibanding sebelumnya, karena sudah mulai bertumbuh,” ucap Dadang. “Tapi kan itu jadi tanggung jawab PSSI di level asosiasi provinsi. Kalau asprov aktif, biasanya usia muda tergarap.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Khusus di Bandung, Dadang menyebutkan, pembinaan usia muda sudah mulai berjalan dengan konsep turnamen antar-akademi. Namun pembinaan ini belum berbentuk kompetisi berjenjang sehingga belum terbilang maksimal. "Minimal setengah kompetisi, lah. Jadi semua tim ketemu, jadi pemain muda matang di kompetisi," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dadang, kompetisi usia muda menjadi sarana untuk melatih mental pemain. Minimnya jam terbang pemain muda berpengaruh pada daya tahan dan perilaku mereka ketika bertanding di level profesional. "Kompetisi itu penting untuk membentuk attitude dan body language saat bermain bola. Dalam hal ini, di Indonesia sangat jauh tertinggal," ucapnya.
Meski semua pihak telah mengetahui pentingnya pembinaan usia muda, Dadang mengatakan, Pengurus Pusat PSSI masih cenderung menggunakan jalan pintas dalam mengejar prestasi sepak bola. Naturalisasi pemain, kata dia, adalah bentuk keputusasaan pemerintah dan PSSI. Menurut Dadang, seharusnya kualitas kompetisi diperbaiki. "Kalau kualitas kompetisi baik, muncul pemain bermental juara.”
Meski ada, Dadang melanjutkan, kompetisi malah kadang tidak menjadi penopang utama tim nasional. Ia menyebutkan sebagian besar komposisi pemain tim nasional telah terbentuk tanpa melihat potensi bagus dari hasil kompetisi. "Banyak pemain bagus dari daerah yang seharusnya mendapat pembinaan yang ternyata tidak dipantau atau terpantau oleh PSSI," ujarnya.
Pesepak bola Tim Nasional U-19 berlatih dalam pemusatan latihan di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 2 Maret 2022/ANTARA/Aditya Pradana Putra
Pernyataannya mengenai tidak berjalannya kompetisi hingga berdampak pada pembinaan usia muda, Dadang menjelaskan, kurang direspons oleh Pengurus Pusat PSSI. Jadi ia memilih berfokus melahirkan pemain muda berbakat. "Kadang kritik kita juga tidak dianggap. Jadi fokusnya pembinaan sajalah.”
Kritik serupa dilayangkan dua pemain muda jebolan program Garuda Select, Brylian Negietha Dwiki Aldama, 20 tahun, dan Amiruddin Bagus Kahfi Alfikri, 20 tahun. Menurut Brylian Aldama, hadirnya pemain naturalisasi tentu bisa memberikan warna baru bagi tim nasional. Namun tidak semua pemain keturunan harus dinaturalisasi. "Penting sih penting, tapi kan enggak harus semua yang punya darah keturunan," katanya dalam kanal YouTube KR TV, Jumat, 22 April lalu.
Adapun Bagus Kahfi berpendapat naturalisasi memang membantu timnas. Tapi, di sisi lain, peluang pemain potensial asli Indonesia tertutupi. "Kita kan punya 200 juta lebih penduduk Indonesia, masak, enggak bisa menemukan 23 pemain yang bisa membawa Indonesia lebih jauh?" ucap Bagus dalam kesempatan yang sama dengan Brylian.
Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali berharap PSSI tidak mengemis naturalisasi kepada sejumlah pemain keturunan Indonesia. Menurut dia, berpindah kewarganegaraan adalah panggilan hati nurani. "PSSI jangan salah kaprah. Jika pemain tidak berminat, jangan dikejar," kata Akmal, Jumat, 22 April lalu. Tugas PSSI, Akmal melanjutkan, adalah membina pemain untuk menciptakan bibit-bibit muda potensial.
Nandang Permana Sidik, Media Officer Persatuan Sepak Bola Tira Persikabo, mengatakan manajemen klub memandang penting pembinaan usia muda. Presiden klub, Bimo Del Piero Wirjasoekarta, menurut Nandang, telah memerintahkan regenerasi pemain dari tim usia muda. "Presiden klub memang menekankan bahwa perlu ada regenerasi dari hasil pembinaan kita," tutur Nandang, Jumat, 22 April lalu.
Menurut dia, tim kelompok umur telah menjadi prioritas Persikabo untuk dijadikan skuad senior di masa depan. Nandang mengatakan pemain tim U-16, U-19, dan U-21 Tira Persikabo berasal dari SSB yang berada di Bogor, Jawa Barat. Pemain itu menjalani seleksi sebagai bagian dari langkah pembinaan pemain muda. "Sudah ada tiga-empat pemain kelompok umur yang tembus skuad utama. Salah satunya Andre Oktaviansyah, yang sempat membela timnas U-19," ujarnya.
Ke depan, Nandang menambahkan, Persikabo bakal menggelar kompetisi internal. Konsep ini telah digagas dua tahun silam, tapi buyar karena pandemi Covid-19. "Saat ini lagi disusun ulang model kompetisi internal tersebut. Jadi bisa menjaring pemain berbakat asal Bogor," ucapnya.
Nandang mengungkapkan, diperlukan upaya pembinaan lebih serius untuk pemain usia muda. Salah satu caranya adalah membentuk badan pendidikan dan latihan (diklat) atau akademi pemain muda seperti yang dimiliki klub Eropa. "Persikabo sudah sempat menggagas akademi, tapi untuk bisa menjadi diklat masih sulit karena itu butuh infrastruktur pendukung yang lebih lengkap dan melibatkan sport science," tuturnya.
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Hasani Abdulgani, mengatakan naturalisasi bukanlah tindakan ilegal dalam dunia sepak bola. Menurut dia, badan sepak bola dunia (FIFA) bahkan telah mengatur sedemikian rinci naturalisasi pemain. Misalnya, pemain harus punya ikatan darah dengan negara yang bakal merekrutnya. "Naturalisasi itu tidak mematikan pembinaan," kata Hasani, Kamis, 21 April lalu.
Hasani berargumen pemain dengan tradisi sepak bola hebat seperti Italia dan Prancis juga mengandalkan pemain naturalisasi. Bahkan Inggris dengan nasionalisme yang kental tetap memiliki pemain naturalisasi. Menurut Hasani, negara tetangga pun mengandalkan pemain naturalisasi yang berpotensi membuat Indonesia ketinggalan secara prestasi. "Kalau kita tidak melakukan, sayang juga. Cuma, kami di federasi tidak mau kebablasan juga," ucapnya.
Tiga calon pemain naturalisasi timnas Indonesia yang menuai kritik adalah Sandy Walsh, Jordi Amat Maas, dan Shayne Elian Jay Pattynama. Jordi Amat adalah pemain klub sepak bola Belgia, KAS Eupen, Walsh penggawa KV Mechelen (liga Belgia), sementara Pattynama pemain Viking FK (liga Norwegia). Hasani menerangkan, dokumen mereka telah diproses di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Saat ini sudah di Direktorat Tata Negara, setelah itu ke Sekretariat Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo