KEJUARAAN tinju Piala Presiden bagaikan kena tonjok. Renato Cornett dari Australia ngotot memakai pelindung kepala meskipun panitia melarangnya. Pertarungan di kelas bulu melawan Mika Tobing dari tim Indonesia Merah itu sempat terhenti lima menit karena protes tim manajer Indonesia, A. Moeis. Manajer tim Australia turun tangan juga membujuk Cornett supaya melepaskan pembungkus kepala itu. Tapi toh gagal. "Karena Cornett tahu bahwa AIBA mengharuskan pemakaian pelindung kepala dalam setiap pertandingan," kata Arthur Tunstall, manajer tim Australia. Sikap petinju Australia itu agaknya patut dipuji. Cuma, penonton di hari pertama kejuaraan itu kelihatannya kecewa. Ketika diketahui Tobing kalah angka, dengan berkelakar mereka berteriak, "Curang, pakai helm sih. Tentu saja menang." Penggunaan pelindung kepala itu sebenarnya sudah menjadi keputusan AIBA November 1983. "Tapi ini baru keputusan di atas kertas," jawab Saleh Basarah, ketua umum PB Pertina. Menurut dia, keputusan itu belum bisa dilaksanakan negara-negara Asia karena alat yang berharga sekitar Rp 200 000 itu belum banyak di pasaran. Indonesia, katanya, masih berada dalam masa peraliham. Berarti boleh pakai, boleh tidak. Pelindung kepala ini bagaimanapun belum menjamin segala-galanya. Ia hanya melindungi pelipis yang mudah robek diserempet sarung tinju. Dan bukan jaminan terhadap kemungkinan KO yang bisa membawa maut, seperti yang dikatakan Pelatih Daniel Bahari. Olah raga keras ini sejak 1945 mencatat 353 kematian di seluruh dunia. Aceng Jim dari Bandung termasuk yang meninggal karena hantaman jotos pada tahun 1979. Untuk melindungi petinju dari kematian, persatuan dokter di Amerika Serikat pernah menganjurkan tinju supaya dilarang saja. Seruan yang muncul Januari 1983 dan dikutip oleh koran-koran di Jakarta menjadi semacam kampanye kurang sedap untuk Piala Presiden ke-6 yang berlangsung beberapa hari kemudian. Anjuran para dokter AS itu didasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa 15% dari 40 petinju yang diamati menunjukkan gejala dari akibat cedera otak, seperti gampang hilang ingatan, susah bicara, dan gila. Muhammad Ali yang hanya sekali KO sepanjang kariernya juga tidak kebal. "Bicaranya menjadi lamban, kata-katanya seperti ditelan, dan pertumbuhan mentalnya lambat," ujar Ferdie Pacheco, bekas dokter pribadi Ali. Selain di AS, dokter di Inggris juga menganjurkan agar olah raga ini disetop. Akademi Kedokteran Prancis yang bersidang pekan lalu ikut mempertegas seruan itu. Tetapi, untuk melarang tinju sekali gebuk, kelihatannya memang musykil. Ada yang menganjurkan agar istirahat antar ronde diperpanjang, supaya petlnju segar kembali. Dr. Edwin Cambell, direktur medis persatuan olah raga di Negara Bagian New York, menganjurkan agar lama ronde dikurangi dari tiga menjadi dua menit. Kemudian muncul pula usul supaya bobot sarung diperberat dari delapan menjadi sepuluh ons. Untuk mengurangi hentakannya. Negara Bagian New York paling maju. Berdasarkan keputusan komisi tinju (bekas juara dunia Floyd Patteron salah satu anggotanya) di sana, sejak 15 |anuari 1982 semua petinju yang bertarung tidak untuk perebutan titel harus memakai sarumg tinju tak berjempol. Sarung ini dirancang untuk menghindari robeknya retina nata karena colokan jempol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini